Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, JAKARTA - Paradigma fakta sosial merupakan salah satu cara pandang atau kerangka berpikir yang berkaitan erat dengan penggunaan bidang ilmu pengetahuan sosiologi. Hal ini karena fakta sosial dapat menjadi elemen kunci dalam melakukan penyelidikan atau kajian sosiologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan buku Modul Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Menengah Atas Sosiologi, istilah paradigma awalnya diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962) dalam karyanya The Structure of Scientific Revolution.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paradigma merupakan suatu pandangan pokok mengenai persoalan yang dipelajari oleh ilmu pengetahuan. Singkatnya, paradigma adalah cara pandang ilmuwan dalam melihat suatu persoalan. Konsep paradigma ini kemudian dipopulerkan dalam sosiologi oleh Robert Friedrichs (1970) melalui karyanya Sociology of Sociology.
Menurut George Ritzer, terdapat tiga jenis paradigma sosiologi dalam ilmu sosial. Mulai dari paradigma fakta sosial, definisi sosial, hingga perilaku sosial. Lantas, apa yang dimaksud dengan paradigma fakta sosial? Berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Pengertian Paradigma Fakta Sosial
Paradigma fakta sosial adalah cara pandang yang meletakkan fakta sosial sebagai sesuatu yang nyata ada di luar individu, di luar self, di luar subjek. Penekanannya terletak pada fakta sosial yang memiliki realitasnya sendiri.
Garis besar paradigma ini terbagi menjadi dua, yaitu struktur sosial dan institusi sosial. Struktur sosial dapat dicontohkan seperti kelas, kasta dan strata sosial. Institusi sosial misalnya, nilai, norma, peran dan posisi sosial.
Paradigma fakta sosial ini dipengaruhi oleh pemikiran para ahli, di antaranya adalah Emile Durkheim, Talcott Parsons, hingga Karl Marx. Dalam bukunya, Emile mengemukakan suatu cara untuk menerangkan kenyataan perubahan sosial secara ilmiah dan positif, dalam arti suatu analisis yang menggunakan pemikiran yang bertumpu pada fakta yang bersifat empiris.
Berdasarkan buku Teori Sosiologi Modern karya Wagiyo, pandangan Emile itu menjadi suatu upaya menyelamatkan sosiologi dari “cengkeraman” filsafat dan psikologi yang dianggap semata-mata tidak mendasarkan fakta empiris. Pemikiran-pemikiran itu dituangkan Emile dalam bukunya The Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide (1897).
Menurut Emile, terdapat sejumlah persoalan yang terdapat dalam paradigma fakta sosial. Mulai dari berupa kelompok, kesatuan masyarakat, sistem sosial, posisi, peranan, keluarga, sistem nilai pemerintahan dan keluarga. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa fakta sosial itu di dalamnya secara garis besar mencakup struktur sosial dan pranata sosial.
Teori Paradigma Fakta Sosial
George Ritzer mengungkapkan ada dua teori tentang paradigma fakta sosial.
- Teori fungsionalisme struktural
Teori ini memberikan penekanan pada keteraturan dan tidak mengindahkan adanya konflik dan perubahan dalam masyarakat. Konsep utamanya, yaitu fungsi, disfungsi, fungsi latent, fungsi manifest, dan keseimbangan.
Selain itu, teori tersebut juga menyatakan bahwa semua peristiwa dan struktur adalah fungsional dalam masyarakat, dan apabila dirasa ada ketidakserasian, hal itu merupakan kewajiban bagi penganutnya untuk menormalisasikannya. Tokoh dari fungsionalisme struktural ini adalah Robert K. Merton.
- Teori konflik
Teori paradigma fakta sosial ini mendasarkan pada wewenang dan posisi yang merupakan fakta sosial. Dalam hal ini, adanya ketidakadilan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang merupakan penentu konflik dalam masyarakat, dan hal tersebutlah yang senantiasa harus menjadi sasaran studi para sosiolog.
Konflik itu terjadi karena adanya perbedaan keinginan dari penguasa untuk mempertahankan diri dan di lain pihak adanya keinginan dari yang dikuasai untuk mengadakan perombakan. Tokoh dari teori konflik ini adalah Dahrendorf.
Bentuk dan Contoh Paradigma Fakta Sosial
Dikutip dari buku Pengantar Sosiologi Hukum dan Modul Pelatihan Guru: Mata Pelajaran Sosiologi SMA, Emile Durkheim membagi fakta sosial ke dalam dua bentuk, yaitu:
- Bentuk Material
Fakta sosial dalam bentuk material mengacu pada benda atau hal yang dapat diamati, dirasakan, dan diidentifikasi melalui pengamatan langsung. Fakta ini merupakan bagian dari dunia nyata yang bisa dilihat secara konkret, seperti aturan hukum atau desain arsitektur.
Contoh nyata dari fakta sosial berbentuk material adalah peraturan lalu lintas. Misalnya, ketika pengguna jalan melihat lampu lalu lintas berwarna merah, mereka diwajibkan berhenti, sedangkan lampu hijau menandakan bahwa mereka boleh melanjutkan perjalanan.
- Bentuk Non-material
Fakta sosial non-material merujuk pada hal-hal yang meskipun tidak terlihat secara fisik, dianggap nyata karena keberadaannya dirasakan secara eksternal. Fakta ini muncul melalui interaksi antara individu dan berkembang dari kesadaran kolektif manusia. Contoh dari fakta sosial non-material adalah konsep seperti egoisme, altruisme, dan opini masyarakat.
Secara umum, fakta sosial dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu struktur sosial dan pranata sosial. Fakta sosial ini menjadi objek kajian psikologis dalam paradigma fakta sosial karena melibatkan sifat dasar dan hubungan yang terjadi di dalamnya. Adapun fakta sosial meliputi berbagai aspek, seperti kelompok masyarakat, sistem sosial, posisi, peran, nilai-nilai, institusi keluarga, pemerintahan, dan lainnya.