Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Raffi Ahmad dan Nagita Slavina meluncurkan platform metaverse lokal pertama, RansVerse.
Pemerintah juga kepincut mengembangkan metaverse.
Memanfaatkan potensi atau sekadar ikut-ikutan?
ACARA berdurasi satu jam pada Jumat, 1 April lalu, menjadi ajang unjuk gigi Raffi Ahmad dan Nagita Slavina. Pasangan selebritas itu membeberkan kiprah Rans, bendera bisnis hiburan yang mereka rintis pada 2018. Aset media digital Rans yang mulanya hanya dua, yakni Rans Entertainment dan Rans Music, kini bertambah menjadi 14 aset lintas sektor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbekal 110 juta pengikut di beragam platform media sosial, Rans merambah bisnis rumah produksi, manajemen artis, penyelenggara acara, properti, layanan rekreasi, perdagangan elektronik, juga olahraga. Raffi, yang dalam acara itu duduk bersebelahan dengan Kaesang Pangarep, komisaris Rans Entertainment putra Presiden Joko Widodo, sempat berseloroh tentang keberhasilan Rans Cilegon FC—klub sepak bola yang dulu bernama Cilegon United—naik kelas ke Liga 1 pada musim mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hidangan utama acara bertajuk “Rans Level Up, Big Things Coming!” pada Jumat sore itu adalah peluncuran RansVerse, platform metaverse milik Rans Entertainment. “Ekosistem Rans sangat kaya. Tapi satu yang masih belum ada adalah game. Ini yang akan kita bawa, hadirkan, dalam satu platform game metaverse,” kata Wafa Taftazani, yang didapuk memperkenalkan RansVerse dalam hajatan di Ayana Midplaza, Jakarta, itu.
Wafa bukan orang baru di lingkungan bisnis teknologi digital. Mantan Country Strategic Partnership YouTube di Google ini adalah co-founder sekaligus Chairman VCGamers, startup komunitas gaming berbasis web dan aplikasi di Bekasi, Jawa Barat. Wafa juga pendiri sekaligus Chief Executive Officer UpBanx, startup layanan teknologi keuangan (fintech) di Jakarta yang khusus menggarap pasar kreator konten.
Rans Entertainment memang menggandeng VCGamers dan UpBanx dalam pengembangan RansVerse. Hubungan ketiga entitas bisnis ini bisa dibilang induk dan anak. Awal Januari lalu, Rans Ventures, perusahaan modal ventura milik Rans, bersama Beenext (Singapura) dan dua investor lain menggelontorkan dana senilai US$ 2,6 juta atau sekitar Rp 37 miliar kepada VCGamers. Pada saat hampir bersamaan, Rans Ventures dan 19 investor lain menyuntik UpBanx dengan dana sebesar US$ 5,2 juta atau sekitar Rp 74 miliar dalam tahap pendanaan awal. Dua investasi ini diikuti penempatan Wafa Taftazani sebagai Direktur Rans Ventures.
Wafa Taftazani (kanan) bersama Nagita Slavina, Raffi Ahmad, dan Kaesang Pangarep saat peluncuran RansVerse di Ayana Midplaza, Jakarta, 1 Apri 2022. Foto: YouTube RANS Entertainment
Namun angan-angan membangun RansVerse sudah ada jauh sebelum itu. Raffi dan Wafa ingin mengembangkan beragam kekayaan intelektual (intellectual property) Rans menjadi game menggunakan teknologi metaverse. “Pembahasannya sejak Mei tahun lalu,” ucap Wafa kepada Tempo, Kamis, 21 April lalu. “Kami mulai membuat infrastrukturnya dengan berinvestasi di VCGamers.”
VCGamers, dalam kolaborasi ini, menjadi unit pengembang infrastruktur blockchain yang akan menopang semua aktivitas di RansVerse. “Kalau enggak ada infrastruktur blockchain-nya, ini hanya akan jadi permainan virtual,” tutur Wafa. Sedangkan UpBanx akan berperan sebagai mitra pendanaan.
Satu lagi mitra dalam pengembangan RansVerse ini adalah Shinta VR, startup penyedia layanan teknologi imersif. Sebagai dunia kedua, begitu metaverse kerap disebut, RansVerse kudu memfasilitasi semua aktivitas manusia—penggunanya—dalam simulasi digital layaknya di dunia nyata. Teknologi imersif, baik berupa instrumen virtual reality maupun augmented reality, diperlukan untuk menghubungkan dunia nyata dengan jagat virtual.
Dengan perangkat pendukung ini, pengguna mendapatkan pengalaman digital layaknya kehidupan sehari-hari. Ketika dipamerkan untuk pertama kalinya pada Jumat, 1 April lalu, jagat RansVerse berwujud pulau “R” raksasa. Tanah di pulau virtual inilah yang kelak bisa dibeli pengguna. Konsepnya tak jauh berbeda dengan The Sandbox atau Decentraland, dua metaverse yang lebih dulu populer menjual tanah, properti, dan aset lain di dunia virtual.
Pengguna RansVerse kelak juga bisa membeli berbagai konten hiburan dan barang dagangan yang dijual di toko atau mal virtual. Pengguna pun dapat menjual asetnya di kemudian hari. Semua transaksi ini akan menggunakan token $VCG, aset kripto yang juga baru dirilis VCGamers. Dirilis Januari lalu, $VCG diklaim telah dikantongi 11 ribu pengguna.
Namun, untuk saat ini, aset virtual berupa tanah di RansVerse belum akan dilepas kepada pengguna umum. Wafa mengatakan timnya perlu merampungkan dulu penawaran kepada beberapa mitra strategis agar penjualan tanah di RansVerse tak menjadi ajang spekulasi. “Kami ingin ada value, memberikan pesan positif, bukan cuma soal cuan dan spekulasi,” ujarnya.
Menurut Wafa, belasan calon mitra strategis RansVerse kini tengah memfinalkan perjanjian untuk mengambil alih kepemilikan tanah di 21 kabupaten dan 6 kota virtual RansVerse. “Ada individu, perusahaan, dan institusi yang berminat. Diskusinya masih berjalan,” katanya.
Beberapa korporasi yang bakal digaet itu, Wafa memberikan sedikit bocoran, meliputi perusahaan teknologi, perbankan, dan maskapai penerbangan. Jika penawaran awal kepada mitra strategis ini tuntas, barulah RansVerse dibuka untuk umum. Jatah kepemilikan aset untuk pengguna publik ini sebanyak 2.040 unit, terdiri atas 1.782 tanah biasa, 198 tanah eksklusif, dan 60 kluster. “Harganya bervariasi. Kalau yang paling strategis di kisaran miliaran rupiah ada. Yang ratusan juta juga ada," tutur Wafa, menjawab pertanyaan tentang harga aset tersebut.
•••
PROSES kelahiran metaverse sebenarnya telah melewati waktu puluhan tahun sejak mesin virtual reality (VR) pertama diciptakan pada 1956 oleh Morton Leonard Heilig, sinematografer Amerika Serikat. Sensorama, nama mesin itu, mensimulasikan pengalaman mengendarai sepeda motor dengan menggabungkan video tiga dimensi, audio, suasana, dan kursi yang bisa bergetar. Bertahun-tahun kemudian, teknologi VR terus berkembang.
Mimpi menciptakan dunia virtual pun memenuhi beragam novel dan film fiksi sains. Istilah metaverse pertama kali dipakai dalam Snow Crash, novel karya Neal Stephenson yang dirilis pada 1982. Metaverse versi Stephenson ini menjadi jagat virtual bagi sejumlah karakter di dalam novel untuk kabur dari kehidupan nyata yang suram. Ide ini menginspirasi banyak pengembang game, termasuk Xbox.
Itu sebabnya, bagi gamer, metaverse bukan barang baru. “Metaverse hanya bahasa baru. Bagi gamer ini sama saja. Fenomena barunya lebih imersif, pakai perangkat yang lebih baru seperti VR dan lainnya,” ucap Chief Operating Officer Mix 360 ESPORTS Harry Kartono dalam diskusi “Masa Depan Esports di Metaverse” pada Januari lalu.
Metaverse belakangan makin menarik perhatian di tengah booming aset mata uang kripto dan pengembangan Web 3.0—Internet generasi ketiga yang dibayangkan bakal dipenuhi teknologi mandiri, terbuka, dan supercerdas untuk memproses berbagai informasi. Perubahan nama Facebook menjadi Meta dan peluncuran Mesh oleh Microsoft makin menunjukkan bahwa pengembangan platform virtual akan berlanjut di masa mendatang. Ekosistem kripto dan aset digital lain seolah-olah mendapatkan darah baru seiring dengan banyaknya selebritas dunia yang menjadi influencer di platform metaverse.
Acara penandatanganan nota kesepahaman antara Bank Mandiri dan WIR Group, 16 Maret 2022. Foto: bankmandiri.co.id
Sebagai pasar game terbesar di Asia Tenggara, Indonesia dianggap sebagai salah satu lapak potensial bagi pengembangan metaverse. Kementerian Perindustrian mencatat, pada 2019, pendapatan industri game dan esports di Indonesia mencapai US$ 1,08 miliar atau sekitar Rp 15,4 triliun. “Indonesia merupakan pasar industri game terbesar ke-17 di dunia,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier. Walau begitu, dia memberikan catatan, hanya sekitar 0,4 persen pasar itu yang digarap oleh industri lokal.
Di sisi lain, pesatnya penetrasi Internet menjadikan Indonesia pasar terbesar ekonomi digital di kawasan. Riset e-Conomy SEA 2021 yang digarap Google dan Temasek mencatat omzet ekonomi digital di Indonesia tahun lalu telah menembus US$ 70 miliar atau Rp 1 kuadriliun dan diperkirakan tumbuh lima kali lipat dalam sedekade ke depan.
Peluang besar inilah yang kini menarik minat pengembang metaverse lokal. Nyatanya, bukan hanya kolaborasi Rans, VCGamers, UpBanx, dan Shinta VR yang sedang membidiknya. Terralogi, perusahaan investasi swasta yang berfokus pada antarmuka antara keberlanjutan (sustainability) dan teknologi, tengah menangani beberapa klien yang hendak terjun ke metaverse. “Salah satunya aktor ternama,” ucap Reza Maulana, Head of Communication Terralogi, memberikan sedikit bocoran. “Kira-kira akan bikin sesuatu yang bisa diakses banyak orang. Masih menunggu konsep arsitekturnya selesai.”
Menurut Reza, Terralogi juga turut mengelola community building project game Garuda Eleven, kekayaan intelektual yang digagas komikus Sweta Kartika dan Padepokan Ragasukma bersama Batavia Pictures. Pengembangan game yang diangkat dari komik ini, Reza mengungkapkan, sedang disiapkan di metaverse. “Lagi develop sistem game, akan ada game, komik, dan banyak program turunan, serta non-fungible token,” katanya. Peta jalan proyek yang akan dirilis pada triwulan ketiga 2022 itu, Reza menambahkan, bertujuan mendukung persepakbolaan nasional.
•••
GAUNG pengembangan dunia realitas di metaverse juga menggema di lingkaran pemerintah. Presiden Joko Widodo menyinggung metaverse ketika berpidato di depan Musyawarah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ke-34 pada 22 Desember 2021. Jokowi menyebutkan metaverse bisa menjadi tempat berkumpul anggota NU dan menggelar pengajian virtual.
Kala itu Jokowi menceritakan lagi pertemuannya dengan pendiri Facebook—sekarang Meta—Mark Zuckerberg di Menlo Park, California, Amerika Serikat, pada 2016. Kepada Presiden, Zuckerberg mengatakan dalam 5-10 tahun mendatang manusia akan memindahkan hampir semua aktivitas fisik ke dunia maya.
Begitu pandemi Covid-19 memukul dunia, yang mendorong hadirnya konsep digitalisasi di semua sektor, segala hal yang dibayangkan baru bakal terwujud beberapa tahun ke depan ternyata datang lebih cepat. Sejumlah perusahaan besar dunia kini berbondong-bondong membangun dunia realitas virtual sendiri menyusul Meta, Microsoft, juga Roblox. “Semuanya masuk ke sana sehingga negara kita perlu menyiapkan strategi agar tidak tertinggal jauh,” ucap Jokowi.
Jokowi lantas meminta jajaran menterinya menggenjot potensi ekonomi digital supaya tidak tertinggal. Salah satu caranya melalui pembangunan pemerintahan digital.
Belum jelas pasti seperti apa bentuk pemerintahan digital yang hendak dikembangkan Presiden. Dia cuma menyebutkan ada peluang membangun pemerintahan digital, termasuk dengan memanfaatkan ekonomi digital yang sedang tumbuh.
Yang jelas, di tengah rapat kerja dengan anggota Dewan Perwakilan Rapat pada 13 Januari lalu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa membeberkan rencana pemerintah “membangun” ibu kota negara baru dalam versi metaverse. Menurut dia, langkah ini diambil untuk mengakomodasi kebutuhan di tengah perkembangan zaman. “Kami sedang mempersiapkan ibu kota negara dalam bentuk metaverse,” tuturnya. Dia mengatakan ibu kota negara versi metaverse itu bakal rampung dalam beberapa bulan ke depan.
PT WIR Asia Tbk, perusahaan teknologi augmented reality asal Indonesia, dipercaya menggarap metaverse kawasan ibu kota baru. WIRG—kode emiten perusahaan ini—juga tengah mengembangkan inovasi yang dinamai Metaverse Indonesia. Rencananya, purwarupa metaverse Indonesia ini dipamerkan dalam perhelatan Presidensi G20 Indonesia 2022 di Bali.
Pengembangan ekosistem di Metaverse Indonesia itu tengah dibangun bertahap. WIR Group memperkirakan dibutuhkan waktu lima-enam tahun untuk mengembangkan ekosistem secara keseluruhan. “Saat ini kami sedang dalam tahap finalisasi white paper yang akan menjadi landasan pembuatan pilot platform metaverse ini," kata Gupta Sitorus, Chief Sales and Marketing Officer WIR Group.
Gupta yakin pilot project ini bisa diluncurkan sesuai dengan target pada November mendatang. Kerja sama dengan para kolaborator dari berbagai sektor, dia menjelaskan, terus dibangun secara paralel, terutama integrasi online-to-offline untuk memastikan adanya kesinambungan dampak dan manfaat.
Menurut Gupta, semua sektor industri memiliki potensi berkembang di metaverse. "Terutama mengingat demand dan kebutuhan industri pada penggunaan teknologi digital sangat tinggi dengan akselerasi yang tak terbayangkan sebelumnya," ucapnya.
Perbankan salah satu sektor yang dianggap potensial memanfaatkannya. Sejumlah bank pelat merah, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, tengah menjajakinya. Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi melihat metaverse sebagai sebuah dunia yang tepat untuk merealisasi visi beyond banking. “Kami akan menggali potensi layanan perbankan di metaverse, dari basic banking seperti virtual branch hingga layanan yang bersifat beyond banking," ujar Darmawan dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara Bank Mandiri dan WIR Group pada Rabu, 16 Maret lalu.
Darmawan mengatakan kehadiran industri jasa keuangan di metaverse baru memasuki tahap pengembangan awal. Namun ke depan tidak tertutup kemungkinan metaverse akan menjadi lokasi pengembangan bank masa depan yang berbasis teknologi tingkat lanjut.
•••
GELOMBANG pengembangan metaverse di Tanah Air juga membawa kekhawatiran bagi sejumlah kalangan. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Nailul Huda, tak menampik anggapan bahwa metaverse punya potensi ekonomi yang amat besar. Apalagi pandemi telah mendorong perpindahan banyak aktivitas offline-to-online.
Namun, pada aspek lain, Huda menilai Indonesia belum sepenuhnya siap mengikuti gelombang itu. “Infrastruktur dan sumber daya manusia masih belum siap sehingga di aspek lain Indonesia ini cuma fear of missing out,” tuturnya.
Infrastruktur yang belum siap, kata Huda, antara lain jaringan Internet dengan koneksi kencang yang belum merata. Teknologi 5G amat dibutuhkan untuk menyokong pengembangan Web 3.0. Sedangkan sampai saat ini akses terhadap jaringan 4G saja belum merata. Belum lagi soal jaminan keamanan bagi pengguna. “Sisi regulasi, keamanan data perlindungan pribadi kita belum siap. Ini yang berbahaya ketika bicara metaverse tapi regulasi dan sebagainya belum siap,” ucapnya.
Gartner Inc, firma riset dan konsultan teknologi berbasis di Amerika Serikat, sebelumnya mewanti-wanti siapa pun agar bijak dan menahan diri berinvestasi dalam jumlah besar di metaverse. Saat ini dinilai masih terlalu dini untuk menentukan investasi yang layak dalam jangka panjang.
Direktur Rans Ventures Wafa Taftazani mengatakan desentralisasi menjadi kata kunci yang penting di metaverse. Maksudnya, tidak ada lembaga sentral yang menyimpan dana atau aset pengguna. “Semua disimpan di wallet masing-masing sehingga keamanan dan privasi menjadi tanggung jawab masing-masing,” katanya.
Dia memastikan RansVerse akan dilengkapi ketentuan penggunaan dan pedoman komunitas. Selain itu, Wafa mengingatkan, klasifikasi aset kripto sebagai komoditas berjangka telah diatur di bawah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). “Kami akan menaati semua peraturan yang dikeluarkan Bappebti. Kalau nanti ada aturan-aturan lain juga akan kami patuhi,” ujarnya.
Poltak Hotradero, penasihat pengembangan bisnis PT Bursa Efek Indonesia, menyebutkan ada sejumlah risiko dalam sistem desentralisasi, terutama jika diaplikasikan dalam sektor jasa keuangan. “Kalau ada gangguan dalam desentralisasi keuangan akan sistemik dan bisa jadi gerbang masuk hacker untuk membuat kekacauan di dalam sistem,” ucap Poltak dalam diskusi “Mengenal NFT, DEFI, Metaverse” pada Sabtu, 23 April lalu.
Pembobolan itu, kata Poltak, sudah banyak terjadi. Namun, dalam sistem, bug atau gangguan selalu diperbaiki sehingga desentralisasi keuangan secara konsisten berubah. Dia mengakui kondisi ini memungkinkan penempatan desentralisasi keuangan pada sistem blockchain sebagai penantang bagi sektor keuangan ke depan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo