Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Repot Lobi Tersebab Putin

Di tengah serbuan Rusia ke Ukraina, pemerintah Indonesia melobi petinggi sejumlah negara agar menghadiri KTT G20 di Bali. Sempat memikirkan opsi menunda KTT G20.

7 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah Indonesia melobi petinggi negara anggota G20 untuk memastikan kehadiran mereka.

  • Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menemui petinggi negara Eropa yang menjadi anggota G20.

  • Pemerintah memantau respons publik soal undangan untuk Vladimir Putin dan Presiden Ukraina.

DUA kali bertemu dengan Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian, Retno Marsudi selalu membahas topik yang sama. Menteri Luar Negeri itu membicarakan sikap Indonesia dalam perang antara Rusia dan Ukraina serta persiapan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali, November mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Termasuk soal kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin dalam acara puncak G20,” ujar Duta Besar Indonesia untuk Prancis, Andorra, dan Monako, Mohamad Oemar, ketika dihubungi pada Ahad, 1 Mei lalu. Indonesia merupakan negara yang memegang presidensi G20 sejak November tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Persamuhan antara Retno dan Le Drian terjadi dalam acara Ministerial Forum for Cooperation in the Indo-Pacific yang digelar di kantor Le Drian di kawasan Quai d’Orsay, Paris, pada 10 Februari lalu. Sekitar dua bulan kemudian, atau pada 20 April, Retno kembali menyambangi kantor Le Drian.

Oemar yang ikut dalam dua pertemuan itu bercerita, Retno menjelaskan kepada Le Drian soal alasan Indonesia mengundang Vladimir Putin di tengah derasnya kritik terhadap serbuan Rusia ke Ukraina. Rusia sebagai anggota Group of Twenty (G20) pun mendapat perlakuan sama dengan anggota lain, seperti Arab Saudi, Amerika Serikat, Cina, dan Kanada. (Baca: Macetnya Perundingan untuk Tuntaskan Perang Rusia-Ukraina dan Desakan Peran G20)

Presiden Jokowi bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin disela-sela pelaksanaan KTT ASEAN , di Singapura, 14 November 2018. Setpres

Menurut Oemar, pemerintah Indonesia melancarkan diplomasi terhadap Prancis karena posisi negara itu sangat penting. Sejak awal tahun ini, Prancis memegang presidensi Uni Eropa, satu-satunya organisasi non-negara yang menjadi anggota G20. Selain itu, Prancis menjadi anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Itu sangat strategis,” tutur Oemar.

Prancis merupakan salah satu dari sepuluh negara yang menolak hadir dalam KTT G20 jika Putin datang ke Bali. Negara lain yang menolak hadir di antaranya Amerika Serikat, Australia, Inggris, dan Kanada. Le Drian, kata Oemar, menyatakan bisa memahami sikap Indonesia soal perang Rusia-Ukraina dan alasan mengundang Putin.

Menteri Retno Marsudi juga mengunjungi negara lain pada 19-22 April lalu, yaitu Inggris, Belanda, dan Turki. Kepada Tempo, Jumat, 6 Mei lalu, Retno mengatakan pertemuan dengan Menteri Jean-Yves Le Drian dan pejabat dari anggota G20 merupakan langkah diplomasi menjelang pertemuan para kepala negara di Bali sekaligus menunjukkan keterbukaan Indonesia dalam memegang presidensi G20.

Menurut Retno, Presiden Joko Widodo juga menugasi sejumlah pejabat untuk melobi petinggi negara lain. “Menteri Keuangan Sri Mulyani dan tim lain juga melakukan komunikasi. Saya tandem dengan Menteri Keuangan,” ujar Retno. Sri Mulyani disebut-sebut ditugasi melobi pejabat di Amerika. Ia tak menjawab pertanyaan yang diajukan Tempo ke nomor selulernya.

Retno mengklaim pejabat negara lain memberikan dukungan kuat terhadap Presiden Indonesia di G20. Mereka pun tak ingin G20 dibubarkan akibat invasi Rusia ke Ukraina. Retno melaporkan hasil pertemuan tersebut kepada Presiden Jokowi. “Beliau memberikan arahan dan langkah ke depannya seperti apa,” kata Retno, yang tak merinci pesan Jokowi tersebut.

Selain Retno, para duta besar Indonesia diberi tugas menjelaskan posisi Indonesia dalam G20 ataupun perang Rusia-Ukraina. Mohamad Oemar, misalnya, menemui sejumlah duta besar negara lain di Prancis, juga Organisasi untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). “Indonesia sebagai pemegang presidensi G20 menarik perhatian dan menjadi berita dunia,” ujar mantan Kepala Sekretariat Wakil Presiden ini.

Komisi Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat juga bermanuver melobi negara lain yang ogah mengikuti acara puncak G20 di Bali. Ketua Komisi Luar Negeri DPR Meutya Viada Hafid, misalnya, menjelaskan posisi Indonesia saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly pada Ahad, 10 April lalu, di Hotel Shangri-La, Jakarta. Perdana Menteri Kanada Justrin Trudeau ikut menolak kehadiran Vladimir Putin dalam KTT G20.

Meutya bercerita, dalam pertemuan itu Joly menyatakan negaranya sangat mengecam serbuan Rusia ke Ukraina. Meutya, yang didampingi mantan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, dan mantan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies, Philips Jusario Vermonte, menyatakan juga mengutuk invasi Rusia itu. Namun ia meminta kepada Joly agar Kanada tetap hadir dalam pertemuan di Bali.

Menurut Meutya, Joly menyimak dan mencatat berbagai penjelasan yang disampaikannya dalam pertemuan itu. Tapi Joly tidak memberi kepastian soal kedatangan Perdana Menteri Trudeau di Bali pada November mendatang. “Kami paham, dia bukanlah pejabat yang mengambil keputusan,” kata Meutya.

•••

LOBI-LOBI pemerintah Indonesia ke negara lain dilancarkan setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden menolak kehadiran Rusia dalam KTT G20 di Bali. Pada akhir Maret lalu, ia mendesak agar Rusia dicopot dari keanggotaan G20 karena menginvasi Ukraina. Jika Rusia tidak dicopot, Biden meminta KTT G20 juga dihadiri oleh Ukraina.

Saat itu pemerintah Indonesia belum bersikap untuk mengundang Ukraina. Sedangkan undangan ke negara anggota G20 telah dikirim pada 22 Februari lalu, atau dua hari setelah pasukan Rusia menjejak tanah Ukraina. (Baca Opini Tempo: Mengapa Indonesia Bungkam terhadap Invasi Rusia)

Belakangan, sikap Amerika makin keras. Menteri Keuangan Amerika Janet Yellen mengatakan pejabat negaranya tak mau datang ke Indonesia jika perwakilan Rusia tetap hadir. “Kami tidak akan berpartisipasi dalam sejumlah pertemuan jika ada Rusia di sana,” ujar Yellen seperti dikutip dari Reuters, Rabu, 6 April lalu.

Dua pejabat bercerita, setelah Amerika mengeluarkan ancaman, pemerintah langsung membahas berbagai langkah selanjutnya. Sempat ada ide untuk menunda pelaksanaan KTT G20. Tapi wacana itu keburu padam karena presidensi Indonesia di G20 akan habis tahun ini. Sedangkan pelaksanaan KTT G20 tahun depan akan dipegang oleh India.

Pemerintah pun mencermati sikap anggota G20 lain mengenai rencana kehadiran Vladimir Putin di Bali. Dalam pertemuan keuangan di Washington, DC, pada 20 April lalu, pejabat Amerika, Inggris, dan Kanada melakukan walkout saat perwakilan Rusia berbicara. Mereka tetap di ruangan saat giliran pejabat Ukraina berdiri di podium.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan walkout merupakan hal biasa dalam pertemuan multilateral. “Bukan hal yang luar biasa dan this is nothing against presidency,” tuturnya, Jumat, 6 Mei lalu.

Dua pejabat pemerintah mengatakan pemerintah juga memantau respons publik soal undangan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin ataupun Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Sumber yang sama menyatakan respons masyarakat terhadap rencana tersebut cukup positif. Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedi Permadi, tak menanggapi pertanyaan yang diajukan Tempo soal pemantauan yang dilakukan lembaganya.

Menghadapi tekanan Amerika Serikat, Presiden Joko Widodo disebut-sebut sempat menggantung rencana kehadirannya dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Amerika pada 12-13 Mei di Washington. Seorang pejabat mengatakan Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken memanggil Duta Besar Indonesia untuk Amerika, Rosan Roeslani, dan menanyakan rencana kehadiran Jokowi.

Pejabat yang sama bercerita, Rosan sempat kembali ke Indonesia dan bertemu dengan Jokowi. Dalam pertemuan itu, Jokowi tak menjawab pasti ihwal kedatangannya. Rosan hanya membaca pesan yang dilayangkan Tempo. Adapun Menteri Retno membantah kabar bahwa Amerika meminta Jokowi tetap menghadiri pertemuan di Washington. “Tidak ada,” ucapnya. Namun ia memastikan Jokowi hadir dalam KTT ASEAN-Amerika.

Menurut Retno, Indonesia merupakan negara koordinator yang menentukan jadwal pertemuan setelah berdialog dengan negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Setelah tanggal pertemuan dipastikan , Indonesia menyampaikannya kepada Amerika. Retno pun membantah jika pertemuan di Washington disebut ada hubungannya dengan KTT G20 di Bali.

Pada Jumat, 29 April lalu, Presiden Jokowi menyatakan Indonesia secara resmi telah mengundang Ukraina ke KTT G20. Jokowi mengaku telah berbicara dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy untuk datang ke Bali. Pun Jokowi telah berbicara dengan Vladimir Putin. Dalam percakapan itu, Putin menjelaskan kondisi di Ukraina dan rencana kehadirannya di Bali.

Presiden menyatakan G20 akan menjadi katalisator pemulihan ekonomi dunia yang terkena dampak pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina. “Dalam konteks inilah maka saya mengundang Zelenskyy untuk hadir dalam KTT G20,” ujarnya dalam video yang diunggah di akun Twitter, Jumat, 29 April lalu.

Guru besar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan undangan untuk Ukraina merupakan bentuk kompromi agar sejumlah negara tidak memboikot KTT G20. “Ini lebih baik dibanding mengeluarkan Rusia dari forum G20,” katanya.

BUDIARTI UTAMI PUTRI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus