Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bukan Forum Juru Damai

Pertemuan G20 kerap diwarnai dinamika geopolitik global. Indonesia bisa membahas isu perang Rusia-Ukraina dalam pertemuan di Bali.

7 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • G20 merupakan forum ekonomi yang kerap bersinggungan dengan kondisi politik dan keamanan.

  • Serbuan Rusia ke Ukraina pernah dibahas dalam KTT G20 pada 2014.

  • Forum G20 bisa digunakan untuk membahas pemulihan pasca-perang Rusia-Ukraina.

MAKLUMAT yang menandai terbentuknya Group of Twenty (G20) disampaikan pada 25 September 1999. Kala itu, menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari negara-negara maju yang tergabung dalam Group of Seven (G7) mengumumkan rencana memperluas kerja sama dengan negara berkembang demi pertumbuhan ekonomi global yang stabil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Merujuk pada dokumen berjudul “The Group of Twenty: A History”, krisis ekonomi yang melanda Asia menjadi motivasi utama G7 untuk menginisiasi terbentuknya kelompok anyar itu. Pada 1997, krisis moneter bermula di Thailand dan merembet ke negara Asia lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tugas utama G20 adalah untuk pemulihan ekonomi, terutama dalam bidang keuangan dan moneter, ketika terjadi krisis ekonomi di Asia,” ujar Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, Kamis, 5 Mei lalu. (Baca: Dugaan Kejahatan dalam Perang Rusia-Ukraina)

Mewadahi 19 negara dan satu Uni Eropa, keanggotaan G20 meliputi negara-negara maju dan berkembang. Indonesia pun bergabung dengan G20 sejak 1999. Menurut Yose Rizal, komposisi ini mempertimbangkan representasi kelompok ekonomi dunia serta keseimbangan dari setiap kontinen.

Pada 2008, pertemuan G20 yang sebelumnya dihadiri para menteri keuangan dan gubernur bank sentral naik level menjadi forum para kepala negara dan pemerintahan. Presiden Amerika Serikat saat itu, George W. Bush, mengundang para pemimpin G20 ke Washington, DC, untuk membahas krisis ekonomi global pada waktu itu.

Kendati menjadi forum ekonomi, perhelatan G20 kerap diwarnai dinamika geopolitik global. Pada 2014, muncul seruan agar Australia, yang memegang presidensi G20, tak mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin. Saat itu Rusia baru saja menduduki Semenanjung Krimea, yang merupakan wilayah Ukraina. Namun Perdana Menteri Tony Abbot tetap mengundang Putin.

Kali ini pun muncul seruan untuk menolak kehadiran Putin dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali yang digelar November mendatang akibat perang Rusia-Ukraina. Amerika meminta Indonesia, sebagai pemegang presidensi G20, tak mengundang Rusia. Presiden Joko Widodo menyatakan siap mendukung upaya damai antara Rusia dan Ukraina dengan mengundang kedua negara itu ke pertemuan di Bali.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan G20 perlu mendengar langsung situasi Ukraina. Sebab, selain pandemi, kata dia, invasi Rusia terhadap Ukraina amat mempengaruhi pemulihan ekonomi global. “Akan sangat aneh kalau faktor besar kita abaikan,” tutur Retno dalam wawancara dengan Tempo pada Jumat malam, 6 Mei lalu.

Menurut Yose Rizal, Indonesia perlu membicarakan isu perang Rusia dan Ukraina karena isu geopolitik tak bisa dipisahkan dari G20. Dia mencontohkan pergelaran G20 di bawah presidensi Rusia pada 2013. Ketika itu, Rusia mendesak Presiden Amerika Barack Obama menghentikan serangan militer ke Suriah. Isu tersebut diapungkan kendati berakhir tanpa kesepakatan.

Namun Yose Rizal menyatakan KTT G20 bukanlah forum untuk mendamaikan Rusia dan Ukraina. “Karena memang tempatnya bukan G20,” ucap Co-Chair Think 20 (T20)—forum think tank global yang menjadi bagian dari G20—ini. Agenda G20 bisa digunakan, misalnya, untuk membicarakan pemulihan ekonomi setelah perang di dua negara Eropa Timur itu.

Yose Rizal menilai Indonesia tak perlu menghindar untuk membicarakan isu itu dalam pertemuan G20 di Bali. “Tentu dengan pembobotan pada isu ekonomi,” ujarnya. (Baca: Bagaimana Milisi di Ukraina Terbentuk untuk Melawan Rusia)

Efek ekonomi dari perang Rusia-Ukraina dibahas dalam pertemuan G20 tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di Washington pada 20 April lalu. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, negara anggota G20 menekankan peran krusial kelompok sebagai forum kerja sama internasional untuk mengatasi tantangan ekonomi dunia yang kompleks.

Anggota G20, kata dia, mendukung jika Indonesia hendak menyesuaikan agenda untuk membahas imbas konflik Rusia dan Ukraina. “Sambil tetap menjaga komitmen untuk mencari solusi bagi tantangan global yang telah berlangsung lama,” ucap Sri Mulyani.

BUDIARTI UTAMI PUTRI, HUSSEIN ABRI DONGORAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Stefanus Pramono

Stefanus Pramono

Bekerja di Tempo sejak November 2005, alumni IISIP Jakarta ini menjadi Redaktur Pelaksana Politik dan Hukum. Pernah meliput perang di Suriah dan terlibat dalam sejumlah investigasi lintas negara seperti perdagangan manusia dan Panama Papers. Meraih Kate Webb Prize 2013, penghargaan untuk jurnalis di daerah konflik, serta Adinegoro 2016 dan 2019.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus