Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengakui Indonesia lambat memperbaiki sumber daya manusia maupun infrastruktur sektor pariwisata. "Kami harus koreksi diri. Kami agak lebih lambat melakukan perbaikan-perbaikan," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, sejatinya jumlah pergerakan wisatawan domestik dan kunjungan wisatawan asing ke Tanah Air tinggi. Namun, pelaku pariwisata dan pemerintah kurang siap. Luhut mencontohkan, Indonesia tak siap dari sisi infrastruktur penghubung menuju lokasi destinasi. Selain itu, dari segi amenitas, belum semua tempat wisata menyediakan buah tangan untuk dibawa ke luar negeri. "Tidak siap handycraft, budaya tidak dipoles," kata Luhut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persoalan menyangkut pariwisata ini, tutur dia, sudah dibahas dalam rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Istana Bogor beberapa waktu lalu. Presiden menginginkan ada percepatan pengembangan pariwisata, khususnya di empat destinasi superprioritas. Keempatnya adalah Danau Toba, Borobudur, Labuan Bajo, dan Mandalika.
Luhut mengatakan, dalam tiga tahun mendatang, empat destinasi tersebut akan tumbuh seperti Bali saat ini. Pemerintah memproyeksikan kunjungan wisatawan asing sampai akhir tahun mencapai 19-20 juta orang atau melampaui target 18 juta wisman.
Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, sampai semester pertama 2018, diperkirakan jumlah pelancong yang datang ke Indonesia mencapai delapan juta orang. "Akhir tahun ini kami targetkan 18 juta. Lebih tinggi dari proyeksi Bank Indonesia yang menyebut 17,6 juta wisman," ucapnya.
Sebelumnya, dalam laporan kuartal I 2019, Bank Dunia menyebutkan rendahnya pendapatan pariwisata turis di Indonesia, baik turis lokal maupun mancanegara. Kepala Ekonom Bank Dunia di Indonesia, Frederico Gil Sander, mengatakan, dari sisi kontribusi spending atau belanja, Indonesia menempati posisi terendah dibanding enam negara lainnya yang mengandalkan sektor wisata.  "Spending (belanja) turis selama liburan di Indonesia hanya US$ 165," ujarnya.
Menurut Bank Dunia, Indonesia tercatat kalah oleh Malaysia, Kosta Rika, Fiji, Vietnam, Thailand, dan Maladewa. Maladewa menempati posisi tertinggi dengan pengeluaran turis sebesar US$ 2.523. Pendapatan itu tercatat sebagai kontribusi devisa bagi negara. 
Thailand menempati posisi kedua dengan jumlah belanja mencapai US$ 2.516. Kemudian, turis yang berlibur di Vietnam umumnya membelanjakan uangnya sebesar US$ 2.258, Fiji US$ 1.645, Kosta Rika US$ 1.596, dan Malaysia US$ 526. 
Sander memandang bahwa Indonesia selama ini terlampau agresif untuk meningkatkan jumlah kunjungan turis. Padahal, menurut dia, penerimaan dari sektor wisata malah berpotensi berkurang bila terjadi over-tourism. 
Menurut Arief Yahya, data yang dipaparkan Bank Dunia tak seperti yang tercatat di kementeriannya. "(Data Bank Dunia) enggak mungkin itu. Rata-rata spending (belanja) per arrival (kedatangan per turis) itu US$ 1.100," ujarnya.
Adapun dalam Forum Investasi Infrastruktur Indonesia (Indonesia Infrastructure Investment Forum/IIIF) 2019 di London, Inggris, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan empat sektor potensial untuk berinvestasi di Indonesia, yaitu sektor manufaktur, pariwisata, perikanan, dan infrastruktur. Dia menyatakan peluang investasi dari empat sektor potensial, yaitu di sektor manufaktur, peluang investasi difokuskan pada tiga komoditas ekspor Indonesia, yaitu otomotif, tekstil, dan alas kaki.
Peluang investasi untuk sektor pariwisata difokuskan pada pengembangan prioritas tujuan pengembangan dan branding pariwisata Indonesia, yakni Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, Borobudur, Joglo Semar, Bali, Jakarta, Banyuwangi, Bromo, dan Kepulauan Riau. Sedangkan untuk sektor perikanan, kata Perry seperti dikutip Antara, peluang investasi terbuka pada sisi produksi, mengingat besarnya potensi sumber daya alam Indonesia.     FRANCISCA CHRISTY ROSANA | ALI NUR YASIN
Jumlah Pelancong Meningkat
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo