Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengungkap negara hanya akan mendapat paling banyak Rp 3,5 triliun dari kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN). Khususnya setelah pemerintah memutuskan PPN 12 persen hanya dikenakan bagi barang mewah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angka tersebut didapat setelah Suryo melakukan penghitungan kembali dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. “Tambahan PPN dari barang-barang yang mewah 1 persen kami hitung sebesar Rp 1,5 triliun sampai dengan Rp 3,5 triliun,” ujar Suryo dalam konferensi pers kinerja APBN di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin 6 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semula pemerintah berencana menaikkan tarif PPN untuk barang dan jasa umum. Seluruh barang yang menjadi objek PPN tarif 11 persen naik menjadi 12 persen. Hanya tiga barang yang tarif pajaknya tetap 11 persen, yakni minyak goreng MinyaKita, tepung terigu, dan gula industri.
Potensi pendapatan negara dari kenaikan tersebut mulanya diperkirakan Rp 75 triliun. Namun pada 31 Januari 2024, Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya untuk barang mewah yang masuk kategori Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
Karena kehilangan potensi pendapatan tersebut, DJP menyusun strategi penerimaan lain. “Saya pasti mencari potensi dengan cara memperluas basis pemajakan,” ujarnya.
Caranya adalah dengan intensifikasi atau meningkatkan penerimaan dari wajib pajak yang sudah terdata. Suryo bakal memastikan wajib pajak terutang agar membayar. Langkah lain adalah eksensifikasi atau mencari sumber penerimaan baru. DJP akan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian keuangan untuk perluasan penerimaan yang belum tercakup.