Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Danantara membutuhkan pengawasan berlapis lantaran dana yang dikelolanya sangat besar.
Untuk mencegah konflik kepentingan, politisi dilarang memimpin Danantara.
Danantara bakal diluncurkan pada 24 Februari 2025.
JIKA tak ada aral melintang, pemerintah bakal meluncurkan lembaga investasi Daya Anagata Indonesia atau Danantara pada 24 Februari 2025. Instansi ini bakal mengelola aset negara, termasuk di dalamnya aset milik badan usaha milik negara (BUMN).
Kekhawatiran muncul soal pengawasan lembaga investasi tersebut. Berbicara dalam acara perayaan hari ulang tahun ke-17 Partai Gerindra di Bogor, 15 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto bakal mengajak Presiden Indonesia kelima, Megawati Soekarnoputri; presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono; dan presiden ketujuh, Joko Widodo atau Jokowi ikut mengawasi Danantara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo juga mempertimbangkan melibatkan pemimpin organisasi masyarakat keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Konferensi Waligereja Indonesia, untuk ikut mengawasi lembaga tersebut.
Danantara sebagai sovereign wealth fund atau dana investasi pemerintah akan mengelola lebih dari US$ 900 miliar aset dalam pengelolaan atau asset under management. Initial funding atau pendanaan awal Danantara diproyeksikan sebesar US$ 20 miliar.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan Danantara membutuhkan pengawasan ketat. Kementerian BUMN mencatat total aset konsolidasi perusahaan pelat merah mencapai Rp 10.950 triliun hingga akhir 2024. “Jangan sampai jadi bancakan politik,” katanya kepada Tempo, Kamis, 20 Februari 2025.
Menurut Bhima, kepengurusan Danantara perlu dijauhkan dari politis jika pemerintah ingin membangun lembaga tersebut seperti dan sebesar Temasek, perusahaan holding milik pemerintah Singapura yang berfokus pada investasi global.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Temasek, yang menjadi inspirasi Prabowo membentuk Danantara, saat ini dioperasikan dan diawasi oleh orang-orang profesional. Akibatnya, Temasek imun dari konflik kepentingan politik. "Saya pernah bertemu dengan Menteri Perindustrian Singapura dan bertanya, 'Apakah Anda bisa ikut campur di Temasek?' Dia bilang, 'Tidak bisa,'" kata Bhima.
Menurut Bhima, apa yang terjadi di Temasek seharusnya diterapkan di Danantara.
Idealnya, menurut Bhima, Danantara diawasi oleh kalangan profesional yang memiliki kapabilitas di bidang ekonomi dan investasi. Pengawasannya juga harus berlapis untuk menghindari kerugian atau kesalahan dalam tata kelola.
Dia juga berharap ke depan akan ada publikasi laporan keuangan Danantara secara rutin sehingga pengelolaan aset negara bisa transparan. "Ini akan menambah kepercayaan para calon investor untuk masuk ke Danantara," tuturnya.
Kapabilitas dan integritas pengawas Danantara penting untuk mengantisipasi risiko pengelolaan investasi ke depan. Lembaga ini dirancang untuk mengelola portofolio dengan jaminan aset BUMN atau negara. Artinya, selain menggunakan aset tersebut untuk investasi, mereka bisa menerbitkan utang.
Bhima menyebutkan ada risiko Danantara terjebak utang jika terlalu agresif. "Jika terjadi gagal bayar, negara harus ikut campur untuk melakukan penyertaan modal negara," tuturnya. Kondisi ini berisiko meningkatkan utang pemerintah yang saat ini sudah bengkak.
Aset BUMN yang terkonsolidasi dan jadi jaminan utang bisa jadi hilang karena dijual paksa atau berujung mempengaruhi keuangan perusahaan tersebut hingga bangkrut. Risiko lainnya adalah kepercayaan terhadap Danantara yang bakal menurun. Peringkat kredit yang berisiko turun juga bisa membuat lembaga ini kesulitan membuat pinjaman di masa depan.
Selain mengelola aset negara dan BUMN, Danantara bakal mengurus dividen perusahaan pelat merah yang selama ini disetor ke pemerintah. Berdasarkan catatan Kementerian BUMN, total dividen yang disetor ke pemerintah tahun lalu sebesar Rp 85 triliun.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan pengalihan dividen pemerintah ke Danantara berarti hilangnya potensi pendapatan negara bukan pajak. "Dengan opportunity lost sebesar ini, sudah sepatutnya Danantara diawasi dengan ketat," tuturnya.
Menurut Josua, peran pengawas Danantara sangat krusial. Itu sebabnya harus orang yang berpengalaman di bidang ekonomi dan perencanaan investasi. Pengawas tersebut sepatutnya dapat menilai kinerja investasi maupun dampak bagi ekonomi, sosial, dan kesejahteraan rakyat Indonesia dari pelaksanaan investasi yang dilakukan oleh Danantara.
Associate partner di BUMN Research Group Lembaga Manajemen Universitas Indonesia, Toto Pranoto, juga menyoroti pentingnya pengawas, termasuk pemimpin Danantara, berasal dari kalangan profesional yang paham urusan pengelolaan investasi.
Hal yang tak kalah penting adalah kemampuan manajerial para tokoh ini. "Bagaimana mereka bisa membawa proses transformasi dari pengelolaan BUMN berbasis birokrasi kementerian menjadi badan baru bernama Danantara," tuturnya. Mereka juga harus memikirkan strategi membangun kultur lembaga yang bisa mendorong persaingan dengan lembaga investasi lain seperti Temasek.
Toto menyatakan tugas Danantara tak akan mudah. Lembaga ini harus bisa menghasilkan keuntungan dari investasi yang nanti mereka jalankan. "Proyeknya harus betul-betul feasible dan kemudian bisa dikelola dengan baik sehingga ada kepercayaan dari investor, termasuk yang asing, untuk masuk ke Indonesia," ucapnya.
Indonesia Corruption Watch juga angkat bicara melihat rencana pengawasan Danantara yang dirancang pemerintah. Peneliti ICW Yassar Aulia menilai keputusan menunjuk Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jokowi akan menjadi bencana di tubuh superholding BUMN tersebut. "Jika rencana tersebut direalisasi, good governance ataupun good corporate governance akan menjadi angan-angan semata bagi superholding tersebut,” ujarnya.
Yassar menyatakan pola penempatan jabatan di lingkungan BUMN selama ini sudah kerap bermasalah dengan kecenderungan mengakomodasi kepentingan politik. Skema pengisian jabatan, khususnya komisaris, sering kali dijadikan ajang barter politik atau pembayaran utang budi kepada pihak-pihak yang berjasa dalam proses politik dan pemenangan pemilu.
Kondisinya makin parah karena Badan Pemeriksa Keuangan hanya bisa mengaudit lembaga tersebut lewat Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu, itu pun atas persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Dia menyebutkan kondisi ini akan menghambat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan investasi di Danantara.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan Susilo Bambang Yudhoyono akan menerima tawaran Presiden Prabowo Subianto menjadi pengawas Badan Pengelola Danantara. “Ini menjadi komitmen sekaligus bentuk dukungan totalitas Partai Demokrat kepada pemerintahan Presiden Prabowo,” kata Kamhar saat dimintai konfirmasi oleh Tempo, Senin, 17 Februari 2025.
Adapun Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menyampaikan pentingnya pengawasan Danantara yang melibatkan ormas keagamaan. "Dilibatkannya ormas keagamaan dalam pengawasan Danantara patut disambut gembira," kata Anwar.
Anwar menyampaikan kehadiran ormas keagamaan dalam pengawasan Danantara diharapkan dapat menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 serta menghindarkan pengelolaan ekonomi negara dari pengaruh kapitalisme yang bisa memperburuk kesenjangan sosial-ekonomi. "Kita ingin negara ini maju, tapi bukan dengan meniru model Eropa, Amerika, atau Cina. Kita ingin maju dengan jati diri kita sebagai bangsa yang beragama dan berbudaya," tutur Anwar.
Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja Indonesia Gomar Gultom mengatakan, dengan besarnya nilai aset yang akan dikelola, pengawasan terhadap Danantara harus dilakukan dengan sangat ketat. "Aset sebesar ini tentu membutuhkan pengawasan yang transparan dan independen. Orang-orang yang diberi tugas mengawasi haruslah mereka yang tidak memiliki kepentingan pribadi, golongan, atau kepentingan sesaat," kata dia.
Pengawasan yang independen dan bebas dari kepentingan politik atau golongan, Gomar melanjutkan, menjadi syarat utama tujuan pembentukan Danantara. Hal itu untuk mengoptimalkan potensi negara tanpa mengabaikan prinsip keadilan sosial, sehingga tujuannya dapat tercapai dengan maksimal.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pengelolaan dana investasi di Danantara akan dilakukan secara profesional. “Ini tidak akan dikelola oleh, mungkin seseorang titip-titip bahasanya, yang direkomendasikan oleh ini dan itu,” ujar Luhut di acara Economic Outlook 2025 yang dihelat di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Februari 2025. ●
Dinda Shabrina dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam tulisan ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo