Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Penyanderaan Sudah Berakhir

Presiden direktur PT Hotel Prapatan nurman diah akhirnya meregistrasi saham yang dijual b.m.diah kepada pt tegar perkasa.

3 Oktober 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TINGKAT hunian dan keceriaan suasana di Hotel Aryaduta, Jakarta, tetap utuh seperti biasanya. Tidak ada yang kurang. Manajemen hotel itu berhasil membangun dunia tersendiri, hingga kebal terhadap kemelut yang mencengkeram PT Hotel Prapatan (PT HP), pengelola Aryaduta. Kemelut itu sudah terangkat ke permukaan sejak satu bulan silam. Penyebabnya adalah konflik keluarga, yang melibatkan anak-ibu (Nurman dan Herawati Diah) di satu pihak, berhadapan dengan ayah-suami (B.M. Diah) di pihak lain. Dalam proses penjualan saham PT Hotel Prapatan -- yang dikuasai B.M. Diah -- konflik kemudian melebar ke pihak-pihak lain, seperti pembeli saham yaitu Grup Salim -- diwakili oleh Nikko Securities -- dan Bursa Efek Jakarta (BEJ). Seperti sudah diberitakan, saham B.M. Diah -- senilai Rp 15 milyar -- tertunda-tunda pengalihannya gara-gara sang anak, Nurman Diah, menolak untuk meregistrasi saham tersebut. Penyanderaan saham, itulah istilah populer untuk perbuatan Nurman. Sebagai pengelola bursa, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) lalu melayangkan surat peringatan ke alamat Nurman. Pada gilirannya, Nurman balik menuduh ayahnya -- B.M.Diah -- belum melunasi utang pada PT HP sebesar Rp 7,5 milyar. Itulah alasan mengapa saham B.M. Diah ditahan olehnya. Tapi sang ayah membantah. "Saya akan membayar utang itu kalau ada bukti saya punya utang kepada perusahaan. Cerita itu merupakan rekaan Nurman saja," katanya dalam konperensi pers di Jakarta Jumat pekan silam. Ternyata ada juga kemajuan. Presiden Direktur PT HP, Nurman Diah, Kamis pekan silam akhirnya meregistrasi 5,6 juta lembar saham yang sudah dijual B.M. Diah itu kepada PT Tegar Perkasa, anak perusahaan Salim Group. Dengan demikian PT HP terhindar dari ancaman delisting alias pembekuan saham, yang sebelumnya ditujukan oleh BEJ kepada PT HP. Kepada Bina Bektiati dari TEMPO Nurman mengatakan bahwa registrasi tanggal 24 September itu sesuai dengan janji yang diberikan penasihat hukumnya, O.C. Kaligis, kepada Nikko Securities. Mengenai berita di korankoran yang menyebutkan masih ada 700 ribu unit saham yang ditahannya, Nurman membantah. Katanya, jumlah yang benar adalah 180 ribu lembar dan itu tidak termasuk dalam saham yang dijual oleh B.M Diah. "Persoalannya sekarang, ada unsur penipuan dan penyalahgunaan wewenang. Kenapa BEJ mesti melakukan ancaman-ancaman untuk delisting dan sebagainya. Itu kan pemerasan supaya saya melakukan tindakan sesuai dengan kehendak BEJ," Nurman menyesalkan. Katanya, tindakan BEJ itu perlu dipertanyakan karena menyangkut sanksi dalam rentang waktu 30 hari antara peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Dijelaskannya, surat peringatan pertama diberikan 27 Agustus 1992 dan surat kedua 22 September 1992. "Dan bila masalah registrasi belum selesai pada 27 September 1992," Nurman berucap, "BEJ akan menjatuhkan sanksi peringatan ketiga, sekaligus suspensi perdagangan saham PT Hotel Prapatan." Atas nama direksi, Nurman kabarnya akan melaporkan tindakan BEJ itu kepada Bapepam. Apa kata BEJ? Salah seorang direksi BEJ, Achmad Daniri, mengungkapkan bahwa registrasi itu mestinya sudah dilakukan tanggal 27 Agustus. Karena ternyata belum, diberi peringatan pertama dan pihak HP berjanji meregistrasikan pada Senin 21 September. "Ini berarti sebelum 21 September registrasi sudah harus dilakukan. Tapi tanggal 16 September ada surat yang menunda rencana semula. Karena ditunda melulu, peringatan kedua kami turunkan. Menunda-nunda janji itu seperti mempermainkan peraturan," tandas Achmad. BEJ memang menghendaki kepastian hukum dalam transaksi, untuk memberi rasa aman bagi investor. Lebih tegas lagi penjelasan Direktur BEJ Hasan Zein Mahmud, yang berbicara kepada TEMPO Sabtu pekan lalu. Hasan menegaskan, "Kalau dia (maksudnya Nurman, Red) melakukan kesalahan terus-menerus, tiga hari berturut-turut pun bisa kami beri peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Kami hanya minta agar direksi bisa dipegang omongannya." MC dan Biro Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus