Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Perang Dagang Memanas, IBC: Kerja Sama Bisnis Asia dan Afrika jadi Solusi

Pengawas IBC Arsjad Rasjid mengatakan perekonomian pada kedua kawasan itu memiliki potensi yang sangat besar terhadap PDB.

23 April 2025 | 14.00 WIB

Tumpukan peti kemas di Pelabuhan New Priok Container Terminal One (NPCT1) Jakarta, Kamis, 22 Februari 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi penurunan ekspor dan impor pada Januari 2024. Nilai ekspor Januari 2024 turun jika dibandingkan bulan sebelumnya pada Desember 2023 yang sebesar 22,39 USD miliar. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Tumpukan peti kemas di Pelabuhan New Priok Container Terminal One (NPCT1) Jakarta, Kamis, 22 Februari 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi penurunan ekspor dan impor pada Januari 2024. Nilai ekspor Januari 2024 turun jika dibandingkan bulan sebelumnya pada Desember 2023 yang sebesar 22,39 USD miliar. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesian Business Council (IBC) optimistis kerja sama bisnis antarnegara Asia dan Afrika menjadi langkah strategis menghadapi dampak ketegangan perdagangan internasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pengawas IBC Arsjad Rasjid mengatakan perekonomian pada kedua kawasan itu memiliki potensi yang sangat besar terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan begitu, kerja sama yang solid antara Asia dan Afrika bisa mengimbangi ketidakpastian ekonomi global.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Indonesia harus aktif merespons tantangan perdagangan internasional melalui diversifikasi kemitraan ekonomi, Asia dan Afrika bukan hanya pasar baru, melainkan mitra strategis,” kata Arsjad.

Menurut Arsjad, Afrika memiliki prospek yang besar seperti bonus demografi dan potensi energi terbarukan yang besar. Sementara itu, Asia telah lebih dulu mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat melalui perdagangan dan industrialisasi.

Arsjad meminta agar pemerintah negara-negara di Asia dan Afrika bekerja sama untuk membuat perekonomian dunia dapat tumbuh dan berkembang dalam iklim kompetisi yang sehat.

Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina kian memanas setelah Presiden Donald Trump memberlakukan tarif balasan atas barang dan komoditas impor dari sekitar 60 negara. Trump menaikkan tarif barang impor asal Cina hingga 145 persen. Cina kemudian membalas kebijakan itu dengan mengenakan tarif impor hingga 125 persen.

Trump menjelaskan, keputusan menaikkan tarif didorong oleh sikap Cina yang dinilai kurang menghargai pasar global. Menurut Trump, model perdagangan yang dijalankan Cina selama ini tidak adil dan tak bisa dibiarkan terus berlanjut. Dengan memberlakukan kebijakan tarif itu, Trump yakin pemerintah Cina akan sadar bahwa era 'merampok' Amerika dan negara lain sudah berakhir.

Selain Cina, Trump menerapkan tarif sebesar 32 persen terhadap produk-produk asal Indonesia. Tarif itu diterapkan untuk membalikkan defisit perdagangan yang dialami negara tersebut. Menurut pemerintahan Donald Trump, Indonesia telah menerapkan kebijakan tarif dan non tarif yang dianggap menghambat kepentingan Amerika Serikat.

Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto masih merundingkan tarif impor dengan pemerintah Amerika Serikat. Kedua negara telah menyepakati pembahasan isu kebijakan tarif resiprokal akan diselesaikan dalam waktu 60 hari.

Ilona Estherina dan Riani Sanusi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus