Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Just-In Wash Coalition Indonesia atau Koalisi Masyarakat untuk Air dan Sanitasi Berkeadilan dan Inklusif lewat Perempuan Pesisir meminta Presiden Prabowo Subianto untuk berkomitmen terhadap perbaikan kehidupan keluarga nelayan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Just-In Wash Coalition Indonesia Rosinah mengatakan seharusnya pemerintah memprioritaskan perbaikan akses air bersih, sanitasi, dan penanganan persampahan di kawasan pesisir. Menurutnya, kondisi kehidupan keluarga nelayan Indonesia yang mendiami wilayah pesisir di sepanjang garis pantai saat ini sedang berhadapan dengan berbagai tantangan yang mengancam kehidupan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Semakin meningkatnya dampak perubahan iklim di wilayah pesisir, tingkat kesejahteraan keluarga nelayan yang masih rendah dan kondisi layanan dasar air bersih, sanitasi dan penanganan sampah lingkungan yang sangat tidak layak untuk keberlanjutan kehidupan keluarga nelayan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Kamis, 12 Desember 2024.
Rosinah, yang juga merupakan Ketua Umum Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI), menuturkan salah satu kebijakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut adalah dengan menyediakan gizi yang baik bagi keluarga nelayan. Menurutnya saat ini keluarga nelayan termasuk anak-anak rentan untuk terjangkiti berbagai penyakit karena kondisi air dan sanitasi yang buruk.
"Perempuan pesisir Indonesia betul-betul mengharapkan pemerintah memberikan jawaban terhadap situasi yang terus kami alami,” imbuh Rosinah.
Selanjutnya, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atau KNTI Dana Setiawan mengatakan, perempuan adalah pilar penting dalam sektor perikanan yang tidak hanya terlibat dalam penangkapan ikan, tetapi juga aktif dalam proses pengolahan dan penjualan hasil laut. Karena itu menurutnya, kebijakan kelautan dan perikanan harus menyasar secara khusus dampaknya bagi perempuan.
"Masalah sanitasi, akses air, dan kesehatan pemukiman pesisir merupakan hal paling mendasar. Sayangnya, infrastruktur sanitasi, air bersih, dan pengelolaan sampah di pemukiman Pesisir sangat buruk dan memprihatinkan," kata dia.
Wakil Sekretaris Jenderal FITRA Ervyn Young berpendapat upaya pemerintah dalam memperbaiki akses air dan sanitasi masih belum memadai. Jika dibandingkan dengan target global Sustainable Development Goals (SDGs) yang bertujuan mewujudkan akses air minum dan sanitasi layanan dasar aman 100 persen pada 2030 menunjukkan target Indonesia sangatlah rendah.
Pemerintah Indonesia saat ini hanya menargetkan kondisi air minum aman nasional sebesar 45 persen, dengan jaringan perpipaan mencapai 50 persen. Sementara itu, target nasional untuk sanitasi aman hanya mencapai 30 persen. Target yang rendah ini berimplikasi pada lambatnya pemenuhan kebutuhan air dan sanitasi masyarakat, terutama di wilayah pesisir.
Persoalan mendasar yang disoroti Ervyn adalah tidak adanya nomenklatur khusus pesisir dalam program dan anggaran pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebagai gantinya, pemerintah masih menggunakan kategori wilayah konvensional seperti perdesaan, perkotaan, dan terpencil.
Lebih lanjut, Ervyn menegaskan bahwa anggaran untuk penanganan air dan sanitasi dari pemerintah pusat masih sangat terbatas. Kondisi ini semakin memperburuk situasi akses air bersih dan sanitasi di wilayah pesisir yang sudah sejak lama menghadapi permasalahan infrastruktur.
“Umumnya anggaran untuk program WASH ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang sangat minim. Padahal, sumber pendanaan program ini di daerah sangat minim. Pada beberapa daerah, APBD hanya menganggarkan tak lebih dari 0,6 persen dari APBD untuk perbaikan akses air bersih dan sanitasi masyarakat. Pemerintah sejauh ini masih sangat mengandalkan program dan bantuan dari pihak lain," katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti mengatakan air minum yang layak di Indonesia masih belum mencapai 100 persen. Karena itu, ia menekankan kepada pemerintah pusat maupun daerah untuk meningkatkan kinerja agar air minum yang aman dan berkelanjutan dapat diakses oleh masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Diana berujar dalam catatannya bahwa saat ini capaian akses air minum layak baru sebesar 91,72 persen. “Saya sih berharap 2030 bisa 100 persen, tapi 2045 ya pak ya target kita ya, masih lama,” katanya di acara Closing Ceremony National Urban Water Supply Project (NUWSP) yang berlangsung di Auditorium Kementerian PU, Selasa, 19 November 2024.
Selain itu, Diana juga membeberkan capaian akses air minum perpipaan saat ini baru mencapai 19,79 persen, sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN periode 2020 hingga 2024 sebesar 30,45 persen.
"Perpipaan itu kan masih di bawah 20 persen. Nah, ini yang harus kita perbaiki tata kelolanya," ujar Diana. "Berarti masih jauh dari 100 persen untuk perpipaan."