Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perginya Sang Raja

Henry Ford II meninggal dunia. Ia berhasil menjadikan Ford Motor Company sebagai perusahaan yang terbuka & modern. Ambisi pribadinya untuk menaklukkan perusahaan mobil terbesar, general motor, tercapai.

10 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TOKOH legendaris permobilan Amerika kini tingal nama. Henry Ford II, yang berhasil menggiring mobil Amerika ke seluruh dunia, bahkan sampai ke Blok Timur, mengembuskan napasnya yang terakhir, Selasa pekan lalu, pada usia 70 tahun. Ia meninggal di rumah sakit setelah lama dirawat karena penyakit jantung dan pneumonia. Sampai pekan ini takhta kerajaan yang didirikan Henry Ford Senior itu masih kosong. Menunggu siapa di antara adik, anak, dan keponakannya yang sedang keras berebut makota: William Clay Ford dan William Clay Ford Jr., Edsel B. Ford, dan Benson Ford Jr. William Clay Ford, Wakil Presiden Ford berpendapat bahwa takhta kakaknya harus jatuh ke tangan orang yang lebih muda. Putranya, William Clay Ford Jr., 30 tahun, yang kini menjabat pimpinan perwakilan Ford di Swiss, konon sangat berambisi merebut makota. Tapi William muda harus bersaing dengan putra Henry II, Edsel B. Ford, 38 tahun, yang kini menduduki posisi lebih tinggi: general manager penjualan dari Lincoln-Mercury Division. Sedangkan Benson Jr., keponakan Mendiang yang sebaya dengan Edsel, adalah putra Benson Ford, adik Henry II, yang dulu dikenal paling berandal. Baru tahun silam ia mulai bekerja di perusahaan. Mula-mula hanya sebagai pelatih di bagian purnajual. Belum sampai setahun di situ, Maret lalu, ia sudah menjadi manajer untuk distrik Detroit -- tak jauh dari pusat Ford Motor Company. Sementara keluarga belum memutuskan pengganti Henry Ford II, perusahaan itu dikelola oleh tim yang diketuai Donald E. Petersen, yang sudah berusia 60 tahun. Tampaknya, mencari raja baru Ford tidak semudah sebelumnya. Dulu, tahun 1945 proses suksesi dilakukan sementara sang raja masih hdup. Ford Motor Company didirikan Henry Ford Sr., 1903, di Detroit. Perusahaan yang berangkat dengan modal hanya seratus ribu dolar itu ternyata berhasil menciptakan kebudayaan bermobil bagi masyarakat luas Amerika. Model T adalah mobil murah diluncurkan pada 1908, baru mulai dijual dengan harga 500 dolar per unit pada 1913. Laku pesat: angka penjualan yang ke-15 juta tercatat pada tahun 1927. Dari situ diperoleh laba 700 juta dolar. Henry kurang suka membagi laba sampai pernah ribut di pengadilan dengan para pemegang saham. Tapi perusahaan jadi berkembang. Sehingga, pada akhir 1930-an, perusahaan itu sudah menjadi sebuah industri raksasa yang memproduksi peralatan perang. Tapi, usai Perang Dunia II, keadaan Ford memburuk: setiap bulan rugi sekitar 9 juta dolar. Hal itu membuat Henry Ford merasa sudah terlalu tua. Ia melihat salah seorang pembantunya, Harry Bennet, sebagai orang yang pantas menerima tongkat kepemimpinan. Tentu saja, ia ditentang keluarga Ford. Bekas istri Henry Ford I, Clara Bryant, menunjuk cucunya, Henry Ford II, karena putra Henry I dengan Clara, Edsel Bryant, sudah meninggal lebih dulu. Tentu saja usul sang nenek didukung mati-matian oleh Janda Edsel. Ia mengancam hendak menjual saham keluarga suaminya kepada umum. Henry tua akhirnya menyerah. Dua tahun sebelum meninggal, 1945, Henry Ford Sr. menyerahkan makota kepada Henry Ford Jr. Langkah Henry II yang naik takhta pada usia 28 tahun itu sangat bertentangan dengan kebijaksanaan kakeknya. Pertama, memecat Harry Bennet, yang dianggap sebagai duri dalam keluarga. Kedua, membuka perusahaan keluarga itu kepada umum, di saat citra Ford di masyarakat sedang payah: dianggap sebagai raksasa keropos. Henry II ternyata berhasil menjadikan Ford sebagai perusahaan yang terbuka dan modern. Para manajer Ford dipilihnya sendiri secara teliti. Bawahannya dipacu untuk bersaing. Pertikaian kadang-kadang sengaja diciptakan. Dan jika sudah sampai pada puncaknya, sebagai raja ia akan mengatakan, "Nama saya masih terpampang di gedung ini ...." Gaya kepemimpinan Henry Ford II cukup banyak tergambar dalam buku terlaris di AS tahun silam: Otobiografi Lee Iacoca. Di situ gamblang dilukiskan bahwa Henry Ford sangat menghargai prestasi bawahannya. Tapi juga pendengki dan kejam. Iacoca, yang sekarang memimpin Chrysler, termasuk orang yang diorbitkan dan sekaligus korban kekejaman bisnis Mendiang. Setelah berjasa dengan Ford Mustang-nya, Iacoca diangkat sebagai presiden, kemudian dipermalukan: dicampakkan ke garasi. Segala tingkah laku Henry Ford II hampir bisa diikuti masyarakat. Pers AS getol mengupas berbagai segi kehidupannya. Mulai dari berita tentang kepemimpinannya di Ford sampai ke soal berpihaknya kepada Negro ketika terjadi kerusuhan ras pada 1967. Rahasia kehidupan pribadinya juga dikupas. Terutama sejak ia menikah dengan Anne McDonnel, ibu anak-anaknya, sampai berantakan pada 1963, ketika ia bertemu dengan Christina Austin. Bekas istri perwira angkatan laut Inggris ini resmi diperistri pada 1965. Citra orang kuat ini mulai memburuk pada 1970-an. Penghargaan terhadap mobil-mobilnya merosot: sistem transmisi otomatis mudah lepas, bodi mobil mudah berkarat, sampai dengan mobil Pinto yang mudah terbakar. Orang mulai mencari-cari kesalahannya. Apalagi ketika ia mulai ribut dengan Christina. Pengacara yang disewa istrinya, Roy M. Cohn, belakangan dipakai oleh para pemegang saham yang menuduhnya menerima suap dan mempergunakan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi. Sudah sedemikian buruk citranya sehingga ketika Ford Mustang-nya laris, yang menonjol bukan sang Raja Mobil sendiri tapi Lee Iacoca sebagai perancangnya. Setelah memecat Iacoca, 1978, Henry mengundurkan diri sebagai eksekutif. Kendali perusahaan dipegangnya dari belakang layar, sebagai ketua Dewan Komisaris, sambil berfoya-foya di kalangan jetset dari Acapulco sampai ke Riviera. Tapi ambisi pribadinya untuk menaklukkan perusahaan mobil terbesar, General Motor, ternyata tercapai juga. Tahun silam laba Ford Motor Company diumumkan 3,3 milyar dolar. Saingan bebuyutannya hanya mendapat keuntungan 2,95 milyar dolar. Itu bersejarah buat Ford. Tapi Mendiang pernah mengatakan, "Saya tidak pernah mengatakan bahwa sejarah itu omong kosong. Tapi saya tidak memerlukannya...." Max Wangkar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus