BARU sekali ini dalam riwayat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, yang 32 tahun, para pimpinan cabang dari Banda Aceh sampai Ambon diundang ke Jakarta, dan menginap selama beberapa hari di hotel mewah. "Ini sungguh suatu surprise," kata seorang anggota ISEI. "Mereka semuanya dibayari, mulai dari tiket sampai akomodasi, all in." Boleh juga. Mereka diundang ke Jakarta untuk berdialog dan meresmikan "kabinet" ISEI Pusat periode 1987-1990, di bawah Ketua Umum Prof. Dr. J.B. Sumarlin. Banyak tangan mengacung ketika Sumarlin membuka kesempatan bertanya kepada para pengurus dari daerah. Itu terjadi Sabtu lalu, selesai makan siang bersama di auditorium Bank Duta, Jalan Kebon Sirih. "Cukup empat penanya saja, selebihnya tertulis," kata Sumarlin, sembari melihat ke arlojinya. Sumarlin, yang baru saja diangkat kembali menjadi anggota MPR, jelas semakin sibuk. Toh dalam acara yang antara lain dihadiri para menteri teknokrat dan Prof. Dr. Widjojo Nitisastro, Sumarlin menyempatkan diri untuk bicara dengan pers. "Good show," komentar seorang pengamat. "Kesan bahwa ISEI selama ini dikuasai suatu klik tampaknya ingin dihilangkan." Nama Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo tetap dipasang sebagai ketua kehormatan. Sumitro, 70 tahun, yang dijuluki ayatullah dan selalu tampil dengan setelan jas tanpa dasi, selama Kongres X ISEI di Bali awal September lalu memang populer di kalangan ekonom. Lalu Abdulgani, 44 tahun, sehari-hari Dirut Bank Duta, dari sekretaris umum, menurut Sumarlin telah "naik kelas" menjadi Ketua IV Bidang Pembinaan Organisasi. Termasuk muka lama tapi tergolong muda adalah Dr. Prijono Tjiptoherijanto, sekarang menjabat pos penting sekretaris umum. Demikian pula H.M. Jusuf Kalla, 45 tahun, yang tetap Ketua III Bidang Pengembangan Dunia Usaha. Alumnus Unhas tersebut dikenal sebagai pengusaha yang naik bintangnya, dan kini memimpin setengah lusin perusahaan, antara lain NV Haji Kalla Trading Coy. Dari jumlah 13 anggota pengurus, ada beberapa wajah baru. Antara lain Prof. Dr. Sukadji Ranuwihardjo, 56 tahun, sebagai Ketua I Bidang Pengembangan Ilmu Ekonomi. Suatu jabatan yang agaknya cocok buat bekas rektor UGM yang kini Dirjen Pendidikan Tinggi ini. Disusul oleh Dr. Adrianus Mooy sebagai Ketua II Bidang Ekonomi DN dan LN serta Kebijaksanaan Pembangunan. Alumnus UGM ini dikenal sebagai orang dekat Sumarlin. Dan kini menjabat Asmen Bidang Perencanaan Pembangunan merangkap Deputi Bidang Fiskal dan Moneter di Bappenas. Urusan luar negeri rupanya diserahkan kepada "penjaga gawang" Unand: Prof. Hendra Esmara, 52 tahun. Ia duduk sebagai Ketua V. Adalah menarik, tampilnya Faisal Abda'oe, kurang lebih seusia Hendra, sebagai bendahara umum. Abda'oe, Direktur Keuangan Pertamina, didampingi oleh Dr. Teddy Pawitra, bos PT Star Motors, dan Hermojo Praptosoegondo, sebelumnya Ketua Umum ISEI cabang Jakarta. Sebuah trio pencari dana yang ckup bisa diandalkan, agaknya. Ketua Sumarlin tampaknya juga pandai menghimpun para pembantu umum sebanyak 16 orang. Hampir dua kali lebih banyak dari periode sebelumnya. Hal baru yang perlu dicatat adalah ini: beberapa yang berasal dari kalangan bisnis, misalnya Tanri Abeng dari PT Multi Bintang dan Robby Djohan, Dirut Bank Niaga. Masuk pula ekonom terkenal Dr. Hadi Soesastro dari CSIS, dan Dr. Sjahrir, chief economist pada Centre for Polic Studies punya Sumitro Djojohadikusumo. Seakan ingin merangkul banyak pihak, "kabinet" Sumarlin juga memasukkan segenap eks ketua umum ISEI Pusat dan anggota senior lainnya sebagai penasihat, seluruhnya berjumlah 12 orang. Antara lain Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Radius Prawiro, Saleh Afiff, dan Sarbini Sumawinata. Apa yang sejak dulu diharapkan oleh para anggota kelihatannya akan terlaksana dalam periode Sumarlin: ISEI, baik di pusat maupun di daerah, akan punya kantor sendiri. Tak lagi menumpang di kantor sang ketua umum, seperti terjadi selama ini. Hubungan organisasi antara pusat dan daerah juga akan diatur, sehingga bersifat fungsional. Sumarlin sendiri melihat 3.000-an anggota ISEI masih "cukup managable". Pengurus ISEI Pusat yang baru bersama ketua umum yang lama, Dr. Arifin Siregar, menurut rencana baru akan diterima Presiden Soeharto pada 8 Oktober. Sewaktu tulisan ini diturunkan 6 Oktober dinihari, belum diketahui apa saja yang akan dilaporkan ISEI kepada Presiden. Besar dugaan, mereka akan bicara tentang perlunya penajaman prioritas penggunaan anggaran belanja, di saat minyak sudah kehilangan pamornya. Bisa jadi, itu akan berakibat dikekangnya dana bagi proyek-proyek baru, terlebih-lebih yang menelan biaya dan devisa besar. Mereka tentu akan melaporkan perlunya meneruskan kebijaksanaan deregulasi, dan melaksanakannya secara konsisten. Suatu hal yang sejalan dengan amanat tertulis Presiden pada Kongres ISEI yang lalu. Hal lain yang agaknya menarik adalah upaya pemulihan ekonomi jangka pendek. Untuk mencapai itu, perlu dibangkitkan perekonomian dalam negeri melalui kegiatan perekonomian rakyat. Dan kegiatan ini biasanya berskala kecil, berbiaya murah, padat karya, berkadar impor rendah, dan tersebar ke segenap penjuru tanah air. Tak pelak lagi, kegiatan seperti itulah yang perlu ditunjang oleh APBN dan perbankan. Fikri Jufri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini