Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perjalanan nasib preanger

Grand hotel preanger di bandung akan dipugar menja di hotel modern bertaraf internasional dengan biaya rp 18 milyar. hotel bersejarah di bandung itu memang sudah tidak laku & kalah saingan.

4 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOLEH dibilang, tak ada orang Bandung yang tak kenal Grand Hotel Preanger di Jalan Asia-Afrika. Di sana scbuah peristiwa sejarah pernah terukir. Setidaknya hotel itu pcrnah jadi penginapan para peserta konperensi Asia-Afrika, sekalius melakukan rembukan, dan menghasilkan keputusan politik yang sempat menggetarkan dunia: Persekutuan negara-negara Dunia Ketiga. Tapi, sejak awal bulan silam, hotel itu tiba-tiba sunyi dan gelap gulita. Apa yang terjadi? "Hotel kami akan dipugar menjadi bintang empat," ujar H.M.A. Zaenuddin, Direktur Perusahaan Daerah Kerta Wisata, pengelola hotel itu. Diharapkan proyek itu bisa dimulai bulan Agustus mendatang, dan tuntas bulan April 1989. Direncanakan, hotel bersejarah yang memiliki 60 kamar itu akan disulap menjadi hotel modern bertaraf internasional. "Tapi tak akan mengubah gava art deco-nya," ujar Dedi S. Panigoro, Direktur PT Bandung Inti Dinamika, yang akan melaksanakan proyek itu. Karena itu, dua bangunan utamanya yang berlantai dua dan tiga hanya akan dipoles kembali. Sedangkan gedung baru yang berlantai 12 akan dibangun di tengahnya. Dan bangunan berarsitektur modern ituakan menampung 150 kamar biasa dan penthouse, yang terdiri dari dua deluxe sutte room, empat suite room, dan dua standar. Sedangkan untuk kenyamanan di luar kamar, lobby akan dipertinggi dan diperluas, kolam renang dipajang di lantai satu, dan sebuah pusat kesegaran jasmani dibuka. Di tengah bermunculannya hotel-hotel internasional di Kota Kembang, yang jorjoran memberi kemewahan, hotel berusia 80 tahun itu selama ini memang tampak tak berdaya. Bayangkan, di masa jayanya sebelum 1980 -- tingkat huniannya bisa mencapai 80%, kini sudah rontok jadi di hawah 20%, dengan tarif antara Rp 24 dan 40 ribu. "Maklum, tamu banyak yang kecewa," ujar seorang karyawan di sana. Betapa tidak, katanya, sering kali tamu minta kopi manis, disuguh tanpa gula. Belum lagi gangguan WC macet, atau serakan kotoran di koridor. "Wah, pokoknya manajemennya acak-acakan," katanya. Dengan alasan itulah, agaknya, seusai pemugaran, pengelolaan hotel itu akan ditangani bersama PT Aero Wisata, anak perusahaan penerbangan Garuda, yang menangani bidang keuangan, personel, dan pemasaran. Sebuah kontrak juga telah disepakati: Aero Wisata dan Bandung Inti Dinamika akan mendapat imbalan berupa pembagian keuntungan dari Kerta Wisata, selama 30 tahun. Setelah itu, seluruhnya akan dikembalikan kepada pemerintah. Soal persentasenya, "Masih dirundingkan," ujar Zaenuddin. Yang pasti, selama ini, hotel yang tiap kamarnya bcrhias pintu kayu jati itu memang sudah biasa berganti tuan. Hotel itu semula milik perusahaan Belanda, NV Preanger, ketika diambil alih oleh Pemerintah Daerah Jawa Barat, tahun 1958. Lalu, antara 1970 dan 1972, pengelolaan hotel itu diserahkan kepada NV Saut. Dan sebelum diambil alih lagi oleh Kerta Wisata, tahun 1980, hotel itu dikelola oleh CV Haruman selama delapan tahun. Preanger memang mempunyai sejarah yang panjang. Hotel itu ketika didirikan oleh NV Preanger, tahun 1907, termasuk hotel bertaraf internasional pertama di Jawa Barat. Berdiri di atas tanah seluas 1,2 hektar, dengan sebuah kolam renang dan sebuah ruang konperensi berkapasitas 700 orang. Sehingga menjadi sasaran para menajer pemilik perkebunan untuk berakhir pekan. Karena itu, setiap malam Minggu, hotel itu disemarakkan dengan pesta dansa-dansi dan arak. Keesokan paginya, kolam renang dan taman di sekitarnya dipenuhi oleh sinyo-sinyo yang berhura-hura, sementara mami dan papi mereka asyik berpesta kebun. "Setelah merdeka, banyak orang Belanda yang bernostalgia," ujar seorang karyawan yang hampir setengah abad menggantungkan nasibnya di Preanger. Dan di awal 70-an, turis-turis Jepang termasuk pelanggan utama hotel berwajah eksotik itu. Kini, suasana muram menyelimuti 120 karyawan hotel itu. Mereka yang di atas 60 tahun diminta mengundurkan diri, sementara yang lebih muda juga diharapkan untuk ikut hengkang, atau disalurkan ke lembaga-lembaga lain di bawah Kerta Wisata. "Yang lulus seleksi bisa terus di Preanger", ujar Panigoro. Tapi kalau keluar akan mendapat pcsangon 11 kali gaji, dari gaji mereka yang hanya berkisar Rp 25--60 ribu per bulan. "Kami sebenarnya menuntut Rp 1,5 juta agar bisa dijadikan modal," ujar beberapa karyawan. Yang pasti, dari dana Rp 18 milyar yang diperoleh dari BDN, 300 juta sudah torsedia bagi mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus