Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Bila komputer membajak film

Lewat proses pewarnaan dengan komputer, banyak film hitam putih berubah wujud. pembajakan ini terbatas untuk pemirsa tv. banyak sineas film mengecam keras banyak pro & kontra, komersialisasi berlanjut.

4 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WOODY Allen dan Sidney Pollack tampil di depan Kongres AS awal Juni silam, menyuarakan protes dan kekhawatiran mereka terhadap usaha mewarnai film-film hitam putih. Bisnis pewarnaan itu sudah mulai pertengahan tahun lalu, dan semakin gencar belakangan ini. Disebut bisnis karena memang sasaran utamanya adalah mencetak uang dari barang lama yang notabene sudah pernah menghasilkan uang. Untung yang diperoleh berlipat ganda, memang, satu hal yang siapa pun sulit menolaknya. Usaha mencari tambahan keuntungan dari film-film lama - sebagian dikategorikan karya klasik - yang gencar dilakukan Hollywood itu, mengandalkan teknologi mutakhir. Contohnya TEC, Turner Entertainment Company--tanpa menghlraukan keberatan selumlah Slneas - kini sudah terjun lebih jauh dalam bidang "mewarnai film-film hitam putih". Mewarnai seperti ini bukanlah penemuan baru, tapi komersialisasinya ternyata dalam satu tahun terakhir merunakan bisnis rancak. TBS sudah mewarnai lebih dari 100 film hitam putih, milik perusahaan MGM, Metro Goldwyn Mayer, dan Warner Bros. "Kami bukan memperbagus film-film buruk," kata Charles Powell, wakil presiden eksekutif dari Color Systems Technology, "melainkan berusaha agar film-film yang baik menjadi lebih baik lagi." Dan bisnis pewarnaan pun - berkat kecanggihan komputer - melaya kan kembali film-film hitam putih dari zaman keemasan Hollywood, yang disambut hangat oleh penonton TV di sana. Memang, sampai sejauh ini pewarnaan dilakukan untuk mengisi program TV. Melalui poll yang dilakukan TEC, 610 responden menyukai film-film tua yang dulu hitam putih tapi sekarang terlihat mencorong karena diwarnai. Maka, pohon Natal dalam It's a Wonderful Life terlihat hijau sekali, rompi dan kemeja Hugh O'Brian dalam Wyatt Earp tampak cemerlang, sementara wajah beberapa aktor dalam Night of the Living Dead kelihatan seperti orang-orang mati yang hidup kembali. Sekarang bisnis pewarnaan itu - tanpa menghiraukan protes yang mempertanyakan keutuhan visual sebuah karya - merambat ke serial TV yang lama, yang juga hitam putih. Baru-baru ini, beberapa karya Alfred Hitchcock dari tahun-tahun 50 dan 60-an dicelup ke dalam mesin warna, dan disiarkan lewat jaringan TV ke seluruh AS. Serial western Wanted: Dead or Alive, dibintangi Steve McQueen yang merupakan acara favorit jaringan TV CBS antara tahun t958 dan 1961, juga sudah diwarnai oleh Four Star International, dan siap dilayarkan di TV Desember depan. Sekitar 50 stasiun TV telah membeli serial warna itu yang mencakup 94 episode. Menurut rencana, TEC akan mewarnai seluruh episode hitam putih Giligan's Island yang sangat digemari selama bertahun-tahun. Perusahaan ini juga mengincar serial The Man from U.N.C.L.E. dan Dr. Kildare. untuk diwarnai. Coca-Cola Telecommunication Inc. tak ketinggalan. Induk perusahaan Columbia Pictures ini mewarnai Tightrope, serial polisi dari akhir tahun 50-an, dibintangi Mike Connors. Dan masih ada sederetan judul yang akan digarap Coca-Cola, misalnya Ivanhoe, yang dibintangi Roger Moore, The Life and Legend of Wyatt Earp, dan The Real McCoys. "Satu generasi baru yang sama sekah belum pernah melihat serial itu sekarang bisa ikut menikmatinya," kata Herman Rush, Dirut Coca-Cola Telecommunication . "Hasil pewarnaannya sudah jauh lebih baik," ujar Rush. "Nuansa warnanya bisa diatur lebih efektif." Mengapa mesti mewarnal dan dengan demikian membohongi penonton? "Sekarang penonton TV cuma mau warna," ujar Charles Powell. "Tapi bahwa pemasang iklan tidak mau menampilkan reklame warna di antara serial hitam putih juga faktor yang ikut diperhitungkan," katanya serius. Di samping itu, acara TV yang rakus, seperti diakui Powell, banyak tertolong oleh serial warna. "Daripada mengulang program lama, sementara acara-acara TV untuk keluarga terbatas jumlahnya, mengapa tidak mcmutar serial Wyatt Earp?" demikian Powell berkata. Namun, yang lain tidak melihatnya sesederhana itu. Jimmy Stewart, yang membintang A Wonderful Life, berpendapat, filmnya yang diwarnai itu "terlalu mengerikan untuk ditonton." Menurut Stewart, pewarnaan berakibat terlalu merugikan ceritanya, bahkan terhadap seluruh suasana filmtersebut. Woody Allen, sutradara dan komedian pemenang Oscar itu, bicara lebih ketus. "Pewarnaan mengebiri karya seni, dan membuat penonton jijik. Saya harap mereka bangkit dan menyetopnya." Pendapat agak lunak datang dari Dan Einstein, petugas arsip televisi di Universitas California. "Semua serial TV itu memang pencahayaannya ditata untuk film hitam putih, dan saya tidak melihat alasan untuk mengubahnya dalam tata warna. Saya kira ada manfaatnya untuk mengingatkan orang bahwa berbagai hal tidak seperti apa adanya sekarang. Dengan demikian, bisa dirasakan dimensi sejarah dalam hidup manusia." Ada kecaman ekstrem yang menilai pewarnaan sebagai "pembantaian karya seni dan penghancuran sejarah." Namun, mereka yang terlibat dalam bisnis pewarnaan lebih suka diam. Mereka tidak peduli, seraya terus mencari film atau serial TV yang kira-kira dianggap akan sangat laku jika diwarnai. Memang, ada juga yang bersikap agak hati-hati, misalnya sebelum mewarnai, melihat dulu dengan mata kepala sendiri lokasi film yang bersangkutan, seperti yang terjadi dengan film Angel and the Badman, yang dibintangi John Wayne. SEKALIPUN begitu, tidak semua hitam putih bisa dijadikan pas dalam tata warna, atau seperti kata Roger Mayer, Presiden TEC, "Tidak semua serial tua yang diwarnai serta merta jadi komoditi yang laris." Menurut Mayer, ada beberapa serial yang tidak cukup "klasik" untuk diwarnai, padahal biayanya US$ 2.000 per satu menit pemutaran. Rush menyatakan biaya pewarnaan untuk sebuah serial tua dengan masa putar satu jam hanya US$ 100.000 saja. Bandingkan dengan biaya pembuatan serial baru, yang tiap episode bisa menghabiskan US$ 1 juta. Jelas, bisnis pewarnaan itu terpokok 10 kali lebih murah. Wajar, kalau banyak orang menutup telinga terhadap protes yang disuarakan dari mimbar Kongres sekalipun. Bagi Hollywood pro dan kontra boleh-boleh saja, tapi komersialisasi tetap jalan terus. Mungkin karena itu Mike Connors yang membintangi Tightrope terdorong untuk mengkajinya secara filosofis. "Saya bisa mengerti alasan kedua belah pihak," ucap Connors. "Yang saya khawatirkan ialah jika orang sudah mulai lancang mewarnai, maka kelak mereka juga akan berani mengedit kembali dan memporak-porandakan seluruh adegan." Connors benar. Mewarnai film hitam putih barulah satu permulaan, kelak bisa saja menyusul hal-hal yang lebih rawan. Seperti kata Connors, "Begitu orang mulai mengobrak-abrik karya asli - demi laba yang lebih besar - proses itu tidak mungkin berhenti. Tak jelas apakah UU Hak Cipta di AS belum menetapkan sanksi untuk "pembajakan" model baru itu. I.S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus