Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perkasa dari kaliwungu

Dari kaliwungu dihasilkan mesin tenun lebih murah dari yang impor. komponen lokal banyak dipakai.

8 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELOMPOK Texmaco dari Pekalongan, yang selama 20 tahun dikenal sebagai penghasil kain tenun, maju selangkah lagi. Bengkel kelompok perusahaan itu, yang semula hanya menyediakan suku cadang mesin tenun untuk kepentingan sendiri, kini sudah bisa membuat mesin tenun. Sudah dimulai awal tahun lalu, PT Texmaco Perkasa Engineering yang pabriknya di Kaliwungu, 15 km dari Semarang, diresmikan Menteri Perindustrian Hartarto pada akhir September, membuat mesin tenun jenis shutle loom. M. Sinivasan, direktur utama Texmaco, kelihatan bangga kelompoknya bisa menghasilkan mesin tenun yang hanya memakai 10% komponen impor - seperti motor listrik. Bagian komponen lain, misalnya tubuh dibuat sendiri dengan besi cor dari Krakatau Steel, sisir dibuat di Bandung, dan sekrup dibuat di Tegal. Disain mesin tenunnya meniru alat serupa bikinan luar negeri. Tapi, "kami sendiri punya ahli untuk mendisain mesin itu," katanya pekan lalu. Harga jual mesin jenis shuttle loom lokal, yang diberi nama Perkasa, itu antara Rp 2 dan Rp 2,5 juta, sedangkan mesin serupa, baik eks Taiwan maupun Korea Selatan, harganya Rp 3-Rp 3,5 juta. Mesin jenis ini, yang maksimum menghasilkan 95 yard kain tenun per hari, mudah disetel untuk menghasilkan, misalnya, kain georgette, voil, dan polyester. Kerangka bagian atas mesin dilengkapi alat (pendulan) untuk membuat kain kembang beraturan. Karena teknologi dan bentuknya sederhana, "mesin tenun ini gampang dijalankan oleh lulusan SD sekalipun, yang sudah dikursus kilat tiga bulan," ujar Hadi Prayitno, direktur Saritex Jaya Swasthi, anggota kelompok Texmaco, pemakai mesin itu. Mesin made in Kaliwungu itu memang baru dipakai oleh tiga perusahaan kelompok Texmaco: Texmaco Jaya di Pemalang (300 unit), Texmaco Jaya di Batu (250 unit), dan Saritex Jaya Swasthi di Batang (50 unit). Dari Malaysia, Sri Lanka, India, dan Bangladesh, menurut Sinivasan, sudah datang pesanan untuk mesin itu yang akan dipenuhinya tahun depan. Produksi Texmaco Perkasa kini 50 mesin tiap bulan, dan untuk mencapai titik impas (break even point) perusahaan harus memproduksikan sedikitnya 2.000 mesin per tahun. Tahun depan, jika segalanya lancar, pabrik ini akan memproduksikan mesin jenis shuttleless loom, mesin tenun tanpa teropong yang lebih otomatis dalam mengatur tenunan, meniru merk Tsudakoma dari Jepang. Pasar untuk mesin jenis ini, menurut G. Munusamy, direktur Texmaco Perkasa, paling banter 8-9 perusahaan, yang memerlukan 100-150 mesin. Harga jual mesin jenis nonpadat karya ini Rp 3,5-Rp 7 juta, sedangkan mesin serupa, seperti Tsudakoma, harganya Rp 5-Rp 10 juta per unit. Kendati pasar lokal untuk mesin ini belum besar, Sinivasan memberi ancang-ancang, pada 1985 perusahaannya merencanakan produksi 2.000 unit. Kelompok ini, yang melakukan produksi dari pemintalan, pertenunan, sampai pakaian jadi, tahun lalu mengekspor tekstil dan pakaian jadinya ke pelbagai negara dengan nilai US$ 1,5 juta. Jika di tahun 1950-an kalangan tekstil dan batik di Pekalongan hanya mengenal Sinivasan sebagai pengusaha alat tenun bukan mesin (ATBM), gambaran itu kini tentu sudah berubah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus