Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta -Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) kembali merebak di Indonesia. Hal itu membuat para peternak hanya bisa pasrah mengalami kerugian. Di Yogyakarta, sebagian peternak kecil memilih buru-buru menjual ternaknya dengan harga sangat murah karena khawatir mengalami kerugian lebih besar jika sapinya mati mendadak akibat terkena penyakit tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya terpaksa jual semua sapi daripada nanti ikut mati kena penyakit (PMK) itu, termasuk yang sedang hamil," kata peternak asal Dukuh Kutu, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul Yogyakarta Tri Wahyuni, Senin 13 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tri menuturkan, mulanya ada salah satu sapinya yang terjangkit penyakit itu. Upaya pengobatan dan vaksinasi tak membuahkan hasil. Sejak itu ia jadi semakin khawatir. "Sapi saya yang kena (PMK), paginya disuntik petugas, sorenya tetap mati, jadi langsung saya jual yang induk dua sisanya," kata Tri.
ITri membeberkan, sapinya yang terpapar penyakit mulutnya terus mengeluarkan busa dan kakinya pincang. "Saya sudah tidak punya sapi lagi sekarang," ujarnya. Khawatir sapi lainnya terkena penyakit serupa, ia pun melego dua sapinya yang masih hidup hanya dengan harga Rp 23 jutaan saja ke tukang jagal. Padahal normalnya,harga tersebut hanya untuk seekor sapi.
Serangan wabah PMK di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membuat pemerintah melakukan sejumlah langkah. Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bantul, DIY misalnya menyatakan akan menutup sementara pasar Hewan Imogiri Bantul mulai Selasa 14 Januari 2025 hingga dua pekan ke depan.
Penutupan ini untuk menekan penyebaran kasus penyakit itu di kabupaten tersebut. "Kami putuskan untuk menutup sementara pasar hewan Imogiri selama dua pekan untuk menekan penularan," kata Kepala DKPP Kabupaten Bantul Joko Waluyo, Senin, 13 Januari 2025.
Joko membeberkan, data terakhir yang ia peroleh menunjukkan sebanyak 322 ekor ternak sapi terserang PMK. "Dari 322 ekor itu, 32 ekor sapi mati dan 2 ekor disembelih paksa," kata dia.
Meski banyak pihak melaporkan kasus PMK bermunculan di kabupaten-kabupaten, menurut Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Beny Suharsono, sejauh ini belum ada yang menetapkan status tanggap darurat atas penyakit itu. "Hasil evaluasi Kementerian Pertanian, untuk wilayah DIY belum sampai dalam kondisi pandemi PMK karena penyebarannya belum menyeluruh," kata dia.
Pemerintah DIY sendiri mengimbau agar kabupaten-kabupaten yang kasusnya tinggi segera menetapkan status darurat PMK. Sebab, kata Beny, penyebaran kasus itu awal tahun ini lebih cepat dan lebih besar dibanding tahun lalu. "Beberapa daerah seharusnya mulai mempertimbangkan status darurat,” ungkap Beny.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY mencatat, hingga pekan kedua Januari 2025 sudah 1.915 hewan ternak di DIY terpapar PMK. Kasus itu menerjang antara lain ternak di Kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunungkidul, dan Sleman.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) penanggulangan PMK ini sejak kasus terdeteksi makin merebak di Yogyakarta awal tahun ini.
Dekan Fakultas Peternakan UGM, Budi Guntoro mengatakan, Satgas ini dibentuk melihat situasi dan kondisi kasus PMK di DIY dan Nasional yang terus meningkat. "Satgas Penanggulangan PMK ini bergerak melakukan pencegahan dan penanganan PMK bisa dilakukan lebih cepat dan sistematis," kata dia.