Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, menyebut pembahasan rancangan undang-undang energi baru energi terbarukan atau RUU EBET tidak bisa diselesaikan dalam masa sidang DPR periode saat ini. Bahkan, ia pesimistis beleid ini bisa rampung dibahas pada tahun ini.
"Pembahasan RUU EBET berjalan lambat dan alot. Jangankan disahkan di tingkat paripurna DPR, tahap pengambilan keputusan di tingkat I pleno Komisi VII saja belum," kata Mulyanto melalui keterangan tertulisnya, Jumat, 2 Agustus 2024.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan, salah satu yang menghambat penyelesaian RUU EBET adalah skema power wheeling. Adapun skema power wheeling merupakan skema yang membolehkan perusahaan swasta Independent Power Producers (IPP) membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pelanggan rumah tangga dan industri.
Hingga kini, skema power wheeling belum disepakati. Mulyanto sendiri menyatakan Fraksi PKS menolak. Alasannya, skema power wheeling akan mereduksi peran PT PLN.
Skema power wheeling, menurut dia, bertabrakan dengan norma yang ada, yaitu swasta tidak dapat dapat menjual listrik yang diproduksinya secara langsung kepada masyarakat. Sebab, listrik dikuasai negara dan pengusahaannya dilakukan oleh badan usaha milik negara/daerah.
Ia menuturkan, PLN adalah single buyer listrik dari pembangkit yang ada, sekaligus menjadi single seller listrik kepada para pengguna. "Ini adalah prinsip monopoli negara atas sektor kelistrikan sebagai amanat konstitusi agar listrik tidak dikuasai orang-perorang, yang akhirnya harganya ditentukan oleh mekanisme pasar," ujar Mulyanto.
Sebelumnya,Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Iswahyudi mengklaim kementeriannya terus mendorong RUU EBET agar segera rampung. "Ini (RUU EBET) lagi di-push terus dan masih ada hal yang harus di-clear-kan untuk mencapai titik temu, hal-hal yang artinya masih perlu di-clear-kan lagi," ujarnya pada Kamis, 3 Juli 2024, dikutip dari Antara.
Adapun dari tiga isu tertunda, baru ada dua isu yang disepakati, yaitu penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan pemenuhan kebutuhan energi listrik dari EBET. Hendra berharap, RUU EBET segera diundangkan pada tahun ini, karena tidak hanya penting untuk mencapai tujuan keberlanjutan energi nasional, tetapi juga untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.
Pilihan Editor: Bagaimana Dampak Pilpres AS terhadap Kinerja Saham Sektor Energi di RI?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini