Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bahaya Tanggul Raksasa di Utara Jawa

Pemerintah akan percepat proyek tanggul raksasa di pantai utara Jawa. Prabowo tiba-tiba peduli pada proyek itu, empat hari lalu.

12 Januari 2024 | 00.00 WIB

Tanggul laut atau giant sea wall di kawasan Kali Baru, Jakarta, 7 Februari 2023. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Tanggul laut atau giant sea wall di kawasan Kali Baru, Jakarta, 7 Februari 2023. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Tanggul laut raksasa akan merusak ekosistem pesisir pantai.

  • Tanggul laut raksasa dianggap sebagai solusi palsu untuk mengatasi kenaikan air laut.

  • Diduga ada kepentingan politik di balik tanggul laut raksasa.

JAKARTA – Pegiat lingkungan menolak proyek pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Megaproyek tersebut dinilai bukan solusi yang tepat untuk menghadapi ancaman tenggelamnya pesisir utara Jawa. Proyek itu justru bakal merusak lingkungan dan berdampak buruk terhadap kehidupan sosial-ekonomi nelayan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Juru kampanye laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, mengatakan giant sea wall merupakan solusi sesaat dan tidak menyentuh akar masalah dari ancaman tenggelamnya pesisir pantai utara Jawa akibat penurunan permukaan tanah secara terus-menerus. "Itu solusi palsu. Seharusnya berfokus pada hal substantif, yakni memulihkan kondisi ekologi di sepanjang pesisir pantai utara Jawa," katanya, Kamis, 11 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Afdillah mengatakan pesisir pantai utara Jawa punya masalah kompleks, bukan hanya kenaikan permukaan laut dan penurunan tanah, tapi juga urusan alih fungsi lahan dan krisis iklim. "Di pantura Jakarta, misalnya, meski sudah ada tanggul laut raksasa, tetap gagal menghadapi ancaman tenggelam," ucapnya.

Menurut Afdillah, salah satu faktor pendorong ancaman itu adalah terjadinya alih fungsi kawasan mangrove di pesisir utara Jawa menjadi tambak, pelabuhan, dan permukiman. Alih fungsi kawasan mangrove itu marak terjadi di sepanjang pesisir utara Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Padahal mangrove merupakan benteng pertahanan alami dari kenaikan permukaan laut. "Alih fungsi itu yang signifikan mengakibatkan tenggelamnya pantai utara," ujarnya.

Di pesisir pantai utara Jakarta, misalnya, kata Afdillah, penurunan permukaan air laut terjadi akibat penggunaan air tanah yang berlebihan. Selain itu, terjadi alih fungsi hutan menjadi permukiman dan perkebunan di daerah hulu. Dengan demikian, tak ada penghalang alami untuk menahan air hujan agar meresap ke dalam tanah. "Penyebab lainnya adalah krisis iklim," katanya.

Afdillah melanjutkan, proyek giant sea wall dipastikan akan merusak lingkungan di sekitar pesisir. "Dampak ekonomi juga besar karena menghambat nelayan untuk pergi ke laut," ujarnya.

Ia berpendapat, solusi untuk mengatasi ancaman tenggelamnya pantai utara Jawa adalah pemulihan ekologis, misalnya dengan merestorasi mangrove di wilayah pesisir. 

Upaya lainnya, kata Afdillah, pemerintah mesti melarang pembangunan di pesisir pantai serta menghentikan deforestasi di hulu.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mendorong pembangunan giant sea wall di sepanjang pesisir pantai utara Jawa masuk dalam proyek strategis nasional. Ia mengatakan tujuan proyek itu adalah menyelamatkan pesisir utara Jawa dari ancaman kenaikan permukaan laut. Prabowo memprediksi proyek ini akan berlangsung selama 40 tahun.

Rencana itu juga ditindaklanjuti dengan pembentukan Gugus Tugas Percepatan Giant Sea Wall. Gugus tugas ini akan bertugas mengkaji dan mendorong pembangunan giant sea wall di pesisir pantai utara Jawa. 

“Menteri Koordinator Perekonomian dan beberapa menteri lain sepakat membentuk task force untuk mengkaji dan mempercepat persiapan-persiapan," kata Prabowo setelah menghadiri seminar nasional giant sea wall di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta Pusat, Rabu, 10 Januari lalu.

Tanggul laut atau giant sea wall di kawasan Kali Baru, Jakarta, 7 Februari 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Prabowo-lah yang menggagas seminar tersebut, tiga hari sebelum acara digelar. Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan proyek tanggul laut raksasa membutuhkan anggaran Rp 164,1 triliun.

Airlangga mengatakan proyek ini sangat dibutuhkan karena permukaan laut di pesisir utara Jawa terus naik sehingga mengakibatkan abrasi dan rob. Ia menyebutkan permukaan laut naik hingga 15 sentimeter per tahun. Kondisi itu semakin diperparah oleh penurunan permukaan tanah hingga 25 cm per tahun di pesisir utara.

Menurut Airlangga, ancaman itu mesti segera diatasi. Jika tidak, kenaikan permukaan laut akan mengancam keberadaan 70 kawasan industri, 5 kawasan ekonomi khusus, 28 kawasan peruntukan industri, 5 wilayah pusat pertumbuhan industri, serta berbagai infrastruktur logistik nasional, seperti bandara, jalur kereta api, dan pelabuhan.

Climate Central—lembaga nirlaba internasional yang berfokus pada ilmu iklim—memprediksi pesisir utara Pulau Jawa terancam tenggelam pada 2030. Prediksi Climate Central itu sejalan dengan riset Greenpeace Indonesia. Greenpeace memprediksi mayoritas wilayah Jakarta akan terendam hingga kedalaman 4 meter pada 2050. Ancaman itu disebabkan oleh kenaikan permukaan laut ekstrem yang diperkirakan semakin parah mulai 2030.

Juru bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak; serta Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto, belum menjawab pertanyaan Tempo mengenai dampak buruk dari proyek tersebut ataupun agenda pembentukan Gugus Tugas Percepatan Giant Sea Wall.

Waswas Kerusakan Lingkungan

Selain Greenpeace Indonesia, Koalisi Maleh Dadi Segoro (MDS)—gabungan 13 organisasi masyarakat sipil—menolak proyek tanggul laut raksasa. Koordinator MDS Martha Kumala Dewi mempertanyakan alasan Prabowo tiba-tiba memiliki perhatian pada pantai utara Jawa. Padahal, selama 4,5 tahun menjabat Menteri Pertahanan, Prabowo tidak punya rekam jejak kepedulian terhadap pantai utara Jawa.

"Ini jadi pertanyaan kami. Ada kepentingan apa?" kata Martha, Rabu lalu.

Ia menduga ada kepentingan politik di balik rencana tersebut. Terlepas dari kepentingan politik itu, Martha menilai proyek tanggul laut raksasa akan berdampak negatif terhadap aktivitas ekonomi dan lingkungan di pantai utara Jawa. Megaproyek ini dinilai akan kontraproduktif dengan kondisi ekologi pantai utara Jawa yang mengalami amblesan tanah.

Martha melanjutkan, pembangunan infrastruktur dan aktivitas ekonomi di pesisir utara Jawa akan menambah beban kawasan tersebut. Sebab, proyek itu pasti diiringi aktivitas ekonomi yang padat, yang pasti membutuhkan air. Pemenuhan kebutuhan air ini diyakini akan menggunakan air tanah, yang justru bakal mempercepat penurunan permukaan tanah. "Karena itu, kehadiran tanggul laut akan membuat krisis semakin parah," ujarnya.

Tanggul laut atau giant sea wall di kawasan Kali Baru, Jakarta, 7 Februari 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Menurut Martha, kehadiran tanggul laut juga akan merugikan nelayan. Ia mencontohkan Tol Tanggul Laut Semarang-Demak (TTLSD). Proyek ini hanya menguntungkan kawasan industri, tapi merugikan perkampungan nelayan. 

"Daerah nelayan semakin terpapar perubahan arus air laut yang menyebabkan abrasi pantai," katanya.

Dampak lainnya, kata Martha, kehadiran tanggul laut bakal mematikan mangrove dan ekosistem pesisir. Dengan demikian, keberadaan tanggul laut raksasa justru akan memperparah terjadinya banjir karena air darat terkepung di belakang tanggul. "Ini terjadi di Kampung Tambak Lorok, Semarang."

Koordinator Nasional Ekologi Maritim Indonesia Marthin Hadiwinata mengatakan proyek tanggul laut raksasa merupakan upaya menopang reklamasi, baik dalam fase konstruksi maupun operasional. Karena itu, proyek tersebut dianggap hanya menguntungkan kalangan tertentu, tapi merugikan masyarakat secara luas.

Marthin menilai proyek tersebut akan berdampak buruk terhadap pulau-pulau kecil di Jakarta dan sekitar pesisir utara. Keberadaan tanggul akan mengakibatkan perubahan garis pantai dan hidrologi sehingga mendorong terjadinya perubahan pola sedimentasi.

Proyek itu, kata Marthin, pasti akan disertai pemindahan material, termasuk bahan pencemar dan sedimen. Adanya bahan pencemar dan sedimen itu dapat meningkatkan tekanan terhadap ekosistem, termasuk pertumbuhan karang, di Kepulauan Seribu. 

Menurut Marthin, penurunan muka tanah di sejumlah wilayah Jakarta Utara tidak sama. Maka solusi untuk mengatasi penurunan muka tanah seharusnya bervariasi di setiap wilayah, bukan dengan membangun tanggul laut raksasa.

Ia mencontohkan pengalaman Tokyo dan Bangkok mengatasi penurunan muka tanah di wilayahnya. Mereka mengatasi penurunan muka tanah dengan menghentikan penggunaan air tanah. 

HENDRIK YAPUTRA | HAN REVANDA PUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hendrik Yaputra

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus