Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutuskan pajak pertambahan nilai atau PPN tetap naik mulai 1 Januari 2025. Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan pajak dari 11 persen menjadi 12 persen hanya akan diterapkan untuk barang mewah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya pemerintah diprediksi bisa mengumpulkan penerimaan negara hingga Rp 70 triliun dari kenaikan PPN. Namun, dengan keputusan terbaru pemerintah itu, pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, tak yakin penerimaan negara dari pajak bakal mencapai angka yang diprediksi sebelumnya tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia bahkan memperkirakan penerimaan negara dari kenaikan PPN akan lebih kecil dari Rp 70 triliun. “Jika hanya dikenakan bagi objek yang dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) potensi penerimaannya kami perkirakan hanya Rp 1,7 triliun,” ujarnya kepada Tempo, dikutip Senin 9 Desember.
Berkurangnya objek barang dan jasa yang tergolong dalam PPN membuat proyeksi penerimaannya juga tak akan sebesar hitungan sebelumnya. Adapun kategorisasi barang yang dikecualikan telah diatur dalam pasal 4a Undang-Undang (UU) nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Undang-undang tersebut memuat daftar barang yang dikecualikan dari PPN dan barang yang tidak masuk dalam daftar, otomatis kena tarif PPN. Barang yang dikecualikan di antaranya hasil pertambangan yang diambil langsung dari sumbernya dan kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak seperti beras dan susu.
Selain itu ada makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya. Uang, emas batangan, dan surat berharga (misalnya saham, obligasi) juga tidak termasuk barang kena PPN, begitu pun minyak mentah, gas bumi.
Sedangkan jasa yang tak kena PPN di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, asuransi, keagamaan, pendidikan, kesenian dan hiburan, penyiaran yang tidak bersifat iklan, serta jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Mukhamad Misbakhun, mengatakan pemerintah bakal lebih selektif menentukan objek PPN tahun depan. Pajak konsumsi hanya akan dikenakan kepada beberapa komoditas dalam negeri dan impor yang berkaitan dengan barang mewah.
“Terhadap siapa yang dikenakan PPN 12 persen itu, ya barang-barang yang masuk kategori mewah, baik itu impor maupun dalam negari yang selama ini sudah dikenakan PPnBM,” ujarnya dalam keterangan pers, dikutip dari laman YouTube Sekretariat Presiden.
Daftar baru barang mewah yang akan kena PPN akan disusun oleh kementerian keuangan. Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan Presiden Prabowo telah menugaskan Sri Mulyani untuk itu. “Pak Presiden menyampaikan teknisnya nanti Menteri Keuangan yang akan mengatur,” kata Susi ketika ditanya tentang hal itu di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, pada Jumat, 6 Desember 2024.
Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.