Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Banyuwangi - Kepala kantor pabrik Perkebunan PT Glenmore, Supriadi, mengatakan manajemen kesulitan membayar gaji karyawan karena minimnya produksi karet. Menurut dia, karyawan semestinya sudah menerima gaji pada 20 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tunggakan gaji karyawan mulai 20 Desember itu enggak bisa bayar karena duit enggak ada (uang sudah tidak ada). Ngenteni dodol karet (menunggu jual karet), dan sebentar lagi tanggal 5 Januari. Kalau jual sekarang gudang sudah tutup,” kata Supriadi kepada Tempo, Sabtu 31 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perusahaan pun berencana menjual karet pada 3 Januari 2023 dengan harapan bisa membayar gaji karyawan pada 20 Januari 2023. “Semua itu dari produksi. Kalau kami kirim sedikit kan rugi ongkosnya, stok kami sampai akhir bulan ini sudah 20 ton,” tuturnya.
Supriadi merinci, biaya operasional kebun menghabiskan duit Rp 600 juta per 14 hari setiap bulan. Alhasil dalam sebulan, kata dia, butuh dana kurang-lebih Rp 1,2 miliar untuk perawatan kebun, gaji karyawan, dan operasional lain.
“Sedangkan penghasilannya dari karet. Karet hasilnya per hari 500 kilogram, dikali 30 hari kan 15 ton. Kami jual laku Rp 22 ribu per kilo, kurang lebih Rp 660 juta (per bulan), belum dipotong PPN 11 persen. Nah, sisanya itu apa cukup untuk gaji satu bulan?” ujar Supriadi.
Di tengah seretnya keuangan, Glenmore mengalih-fungsikan sebagian lahan untuk tanaman tebu agar menekan kerugian pabrik. Dari 250 hektare lahan yang semula ditanami kakao, manajemen telah menggantinya dengan tebu seluas 135 hektare dan sisanya pohon buah. Perusahaan mengelola lahan karet seluas 340 hektare dan kopi 74 hektare.
Hasil panen tebu dikirim ke PT Industri Gula Glenmore dan pabrik gula Semboro. “Karetnya kurang lebih 340 hektare, yang tanaman menghasilkan 200 hektare. Yang lainnya masih kecil ditanam di antara tebu. Mungkin satu-satunya di Jawa Timur dan Indonesia hanya di sini, double row istilahnya,” ucap Supriadi.
Adapun lahan kopi seluas 74 hektare menghasilkan 16 ton dalam satu tahun. “Enggak dirawat, enggak kuat ngerawat. Mending cari tanaman yang bisa menghidupi karyawan,” ujar Supriadi pasrah.
Perkebunan PT Glenmore dibangun pada 1920 oleh investor asal Skotlandia, Ros Taylor. Ia lebih dahulu membeli lahan seluas 163.800 hektare di sekitar lereng Gunung Raung pada 1909. Pabrik pengolahan karet ini masih mengandalkan mesin turbin buatan Door Carl Schlieper & Co Soerabaja pada 1928.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini