BELAKANGAN ini pasar modal tampil menjadi primadona yang diuber para pemilik duit. Turunnya suku bunga deposito telah membuat pemilik dana melirik investasi di saham-saham baru. Bahkan investor asing berbondong-bondong datang membawa miliaran dolar kemari, untuk dibenamkan di bursa. Banjir dolar itu segera memperkuat kepercayaan orang terhadap rupiah, sehingga kurs valuta Indonesia menguat sejak Oktober lalu. Tapi riuh rendah investasi di Bursa Efek Jakarta, tak lepas dari kehadiran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Bacelius Ruru, yang kelihatan begitu berwibawa dalam upayanya membela kepentingan investor dan mengendalikan ambisi-ambisi emiten. Ruru juga berhasil menanamkan semangat kerja yang tinggi, pada seluruh stafnya di Bapepam. Kamis pekan lalu, Ruru menerima Max Wangkar dari TEMPO untuk sebuah wawancara khusus. Petikannya: Pasar modal tahun 1993 ini tampaknya berkembang pesat. Komentar Anda? Memang, kalau melihat tahun 1993, ada semakin banyak perusahaan go public, investor asing masuk, lalu ada investor lokal sampai membakar tenda, ini suatu tanda bahwa pasar modal kita akan semakin berkembang. Saya kira ini tak lepas dari faktor makroekonomi yang baik pertumbuhannya. Tahun lalu kalau tak salah 6,3%, sedangkan tahun ini prediksinya sekitar 7%. Orang bilang tahun depan business as usual, tapi mungkin ada sedikit perkembangan. Ini karena faktor turunnya suku bunga. Satu hal yang harus diperhatikan adalah harga minyak. Namun, Menteri Keuangan sudah menjelaskan dalam Komisi APBN di DPR, bahwa memang ada masalah minyak, tapi kita tak perlu terlalu khawatir. Jadi, ya, tahun depan, saya selalu bilang: Ceteris Paribus. Kalau tak ada perubahan lain, tampaknya dunia bisnis dan pasar modal kita mungkin sama seperti tahun ini atau mudah- mudahan akan lebih baik. Bukankah PER (price earning ratio, perbandingan harga saham dengan laba per saham) rata-rata sudah lebih dari 20 kali? Ini lebih tinggi dari PER rata-rata di bursa ASEAN. Ya, kalau itu kita bandingkan dengan negara lain, pada dasarnya memang sudah agak tinggi. Buktinya, banyak funds manager datang ke sini. Dan kalau melihat jumlah investor domestik di bursa, itu menunjukkan bahwa harga saham pada dasarnya masih dalam batas-batas yang terjangkau. Ada yang mengatakan bahwa investor lokal umumnya cuma spekulan jangka pendek, bukan investor murni. Apa betul? (Tertawa) Di mana sih, yang namanya investor tidak spekulan. Saya kira setiap investor di pasar modal mengejar capital gain. Cuma barangkali, waktu mereka memegang saham berbeda-beda. Ada yang bisa tahan lama dan ada yang begitu lihat harga naik sedikit, langsung jual. Karena itu, saya kira kita harus mengembangkan investor yang broad base. Maksud Anda? Maksudnya, investor yang lebih luas basisnya. Di situ ada institutional investor atau real investor, yakni investor yang lebih memperhatikan faktor-faktor fundamental. Saya kira trend ke arah itu sudah terasa. Karena itu juga kita sedang menggiatkan apa yang disebut investment fund. Mereka lebih aktif. Kalau mereka aktif di pasar, gaya tabrak lari tadi sedikit demi sedikit akan berkurang. Tapi jangan lupa, pasar-pasar yang sedang berkembang di mana pun selalu mulai dengan fase seperti itu. Investor mulai dengan short term, lama-lama berkembang ke arah long term. Jadi, suatu proses yang dengan sendirinya akan bergerak terus, sejalan dengan adanya perbaikan dan peningkatan. Dulu kan ada Danareksa yang menampung investor kecil dengan mengeluarkan sertifikat saham. Sekarang sepertinya terhenti? Nah, itu karena ada Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548 yang menentukan bahwa hanya reksa dana tertentu berbentuk PT yang boleh dipasarkan di Indonesia. Jadi, Danareksa sudah tidak boleh lagi mengeluarkan sertifikat? Dia masih boleh memelihara yang ada, tapi tidak boleh mengeluarkan yang baru. Kemarin saya bertemu Ibu Ratnawati Karsodjo dari Departemen Kehakiman. Saya kemukakan masalah PT yang akan melaksanakan reksa dana terbuka. Reksa dana terbuka, itu suatu kegiatan khusus. Dia itu menjual dan membeli saham milik dia sendiri. PT biasa tak boleh, karena kalau saham itu dibeli lagi oleh PT, maka dikhawatirkan kepentingan pihak ketiga tidak akan terjamin. Mudah-mudahan dengan Undang-Undang Pasar Modal nanti, reksa dana terbuka itu dimungkinkan. Kalau Undang-Undang Pasar Modal itu, siapa yang menyusun? Draft dari kami masih dalam pembahasan. Yang bekerja adalah suatu tim interdepartemen, dengan Bappepam sebagai pengarah. Pak Menteri (Keuangan) sudah bilang, tahun depan RUU itu sudah harus diajukan ke DPR. Tadi disebutkan bahwa investor di bursa mencari capital gain. Tapi sebenarnya investor jangka panjang seperti yayasan dana pensiun sebenarnya mencari dividen. Bulan lalu, ada keluhan dari salah satu pemimpin Astek bahwa mereka dibohongi emiten karena dalam prospektus dikatakan hasil penjualan saham akan dipakai untuk membayar utang. Ternyata uang itu dipakai untuk investasi baru sehingga tidak ada dividen. Saya kaget juga membaca berita itu. Sebab, dalam berita itu dikatakan Astek akan menghentikan kegiatan di bursa, kecuali kalau Bapepam berubah sikap. Tapi dalam konteks apa dan perusahaan mana? Seperti telah saya katakan, kenapa hal seperti itu terjadi. Sebagai masyarakat pemegang saham, dia kan bisa bertanya dalam rapat umum pemegang saham: mengapa terjadi penyimpangan janji dalam prospektus? Tanya, dong? Masyarakat pemegang saham umumnya kan kelompok minoritas, tak berkuasa .... Paling tidak dia bertanya. Itu akan masuk rekaman RUPS. Terus terang, saya tak mau menjawab ini panjang-panjang, nanti akan timbul kesan polemik soal penilaian bagi Bapepam. Masalahnya barangkali kalau emiten ingkar janji tak ada sanksi? Karena itu, dalam setiap final hearing, dalam setiap kesempatan, saya kemukakan bahwa yang namanya prospektus adalah janji Anda kepada masyarakat umum. Penuhi apa yang ada! Kalau bicara dana yang akan digunakan untuk ini, gunakan betul-betul untuk ini! Kalau Anda bicara dividen yang harus dibagi sekian, betul-betul laksanakan! Kalau ada kerugian, jelaskan lewat public expose! Kalau dia memang menyimpang? Begini. Setiap tiga bulan mereka memberikan laporan kepada Bapepam. Di situ dinilai, dana itu dipergunakan untuk apa. Kalau menyimpang, kami minta laporan dari dia mengapa demikian. Kalau perlu kita minta special audit oleh akuntan independen. Apakah pernah menghadapi kasus seperti itu? Sudah pernah kami lakukan. Ya, saya kira itu suatu hal penting yang harus kami awasi. Saya tak tahu dalam konteks apa, di mana, dan kapan keluar pernyataan bahwa Bapepam harus berubah sikap. Beberapa proses permohonan izin go public kelihatan terhambat prosesnya di Bapepam. Dulu satu bulan otomatis keluar izin Bapepam, tapi sekarang kok ada yang proses izinnya dari Bapepam sampai beberapa bulan? Misalnya PT Tancho dan Ciputra Land. Mengapa? Ah, Tancho itu karena ada masalah yang bukan urusan Bapepam. Kalau tak salah dari Departemen Tenaga Kerja. Masalah itu harus diselesaikan sendiri oleh emiten. Selama belum beres, Bapepam tak bisa memberikan pernyataan efektif. Kalau Ciputra Development? Soal itu belum perlu saya jawab. Kabarnya, karena PER (perbandingan harga saham dengan laba per saham) lebih dari 13? (Ruru tak mau menjawab). Betulkah ada ketentuan Bapepam bahwa harga saham baru di pasar perdana tak boleh lebih dari 13 x earning per share? Itu memang policy. Terus terang, pada dasarnya Bapepam tidak mengatur harga. Kami hanya bilang, kalau mau go public, jangan jual mahal-mahal. Sekian kali sajalah. Maksudnya supaya investor bisa mendapat laba di sekunder? Kurang lebih begitulah. Mengapa ketentuan ini tidak diberlakukan juga pada saham- saham tambahan dari perusahaan yang sudah go public? Kalau right issue, itu kan sama dengan menawarkan kepada diri sendiri. Lain dengan initial public offering atau penawaran umum perdana. Tapi, begitupun saya kemukakan, saham right issue dikasih diskon, dan jangan bikin 1 saham dapat 10. Mestinya terbalik: 5 atau 10 saham dapat 1. Jangan sampai yang tak mampu membeli, menderita rugi. Dan jangan lupa, right issue itu bertujuan meningkatkan aktivitas perdagangan saham. Bukankah dengan angka ganjil (odd lot) ini justru menyulitkan perdagangan saham? Nah, itu sudah saya bicarakan dengan Direksi BEJ agar diperhatikan. Barangkali dengan mengadakan papan sampingan (second board), atau dengan mengalihkan ke bursa paralel. Bukankah penjualan saham baru dalam bentuk right issue mengabaikan asas pemerataan? Sebab, pendiri yang memegang banyak saham akan menguasai semakin banyak. Tapi, jangan lupa bahwa right issue adalah berdasarkan ketentuan hak membeli efek terlebih dahulu. Sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, harus ditawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham. Kecuali ada yang tidak berminat. Memang benar. Tapi secara politis, pemerataan kan tidak jalan? Tapi begini. Kita harus mengikuti ketentuan anggaran dasar. Jangan sampai terjadi efek pencairan, terutama saham publik. Maksudnya, jangan sampai pemegang saham publik menjadi berkurang. Tadi dikatakan right issue untuk menggairahkan perdagangan. Tapi kalau contoh saham Astra yang sudah 100% terdaftar di bursa, 49% sudah dikuasai asing. Dengan mengeluarkan saham baru, tujuan untuk mengaktifkan perdagangan tak akan tercapai karena komposisi toh tetap? Untuk mengatasi itu, secara berangsur-angsur kita anjurkan pemegang saham mayoritas agar menjual saham. Tapi, itu kan tidak bisa dipaksakan? Di masa depan saham pendiri atau keluarga secara berangsur-angsur pindah ke masyarakat. Lihat saja perusahaan keluarga di AS, Ford misalnya. Sekarang permintaan investor lokal meningkat. Belakangan timbul ekses pembakaran tenda .... Sebenarnya itu tak perlu terjadi. Mereka sebenarnya tak perlu ramai-ramai ke perusahaan underwriter. Sebab, investor bisa membeli dari semua agen penjual yang disebutkan dalam prospektus. Sebelumnya memang ada sistem fixed allotment. Penjatahan dilakukan langsung oleh underwriter. Ini kami lihat tidak fair, sebab masyarakat umum yang ingin membeli tidak mendapatkan kesempatan sewajarnya. Karena itu, sejak 3 November 1993, kami ubah dengan sistem pooling: agen-agen yang tercatat dalam prospektus wajib menerima semua pesanan. Semua pesanan kemudian di-pool, dibagi dengan jatah minimum 1 lot, kalau perlu dengan undian. Mengapa tanggal 10 November terjadi kekacauan? PDFCI yang bertindak sebagai underwriter menyangka bahwa dengan sistem pooling, investor akan menyebar ke loket-loket agen penjualan. Tahu-tahunya semua investor menyerbu ke situ. Padahal, dengan sistem pooling, orang tak perlu pergi ke underwriter. Dengan sistem ini kita usahakan pemilikan saham dilakukan untuk sebanyak mungkin orang. Bagaimanapun, kita masih tetap berpegang pada trilogi pembangunan: pemerataan, stabilitas, dan pertumbuhan. Belakangan ini ada ide Menteri Negara Ristek/Ketua BPIS B.J. Habibie, agar BUMN menjual saham ke luar negeri. Apa komentar Anda? Soal ini sebaiknya ditanyakan ke pemegang saham BUMN, yakni unit yang menangani BUMN di Departemen Keuangan. Apa betul jatah asing maksimal 49% sudah mau ditinjau kembali? Seperti sudah ditegaskan Menteri Keuangan bulan Oktober lalu, 49% itu tetap dipertahankan. Kalau begitu, kan perusahaan-perusahaan keluarga masih akan tetap dipelihara? Kapan perusahaan di Indonesia bisa dikelola secara profesional seperti Amerika Serikat? Di sana kan yang beli adalah publik Amerika. Kalau di sini, perusahaan nanti dimiliki orang asing. Dan jangan lupa, selain pertimbangan ekonomi masih ada pertimbangan lain, sehingga policy jatah asing dipertahankan 49%.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini