Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Rachmat saleh berkata "lumayan"

Sidang IGGI ke-25 di amsterdam, delegasi indonesia dipimpin oleh Widjojo Nitisastro. bagi Indonesia didapat komitmen pinjaman lunak yang lebih besar. Ada kritik soal ekspor yang dikaitkan. (eb)

19 Juni 1982 | 00.00 WIB

Rachmat saleh berkata "lumayan"
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SUASANA riuh tertawa mengiringi para delegasi yang keluar dari ruang sidang di Hotel Amstel, tempat berlangsungnya konperensi IGGI (kelompok negara donor yang membantu Indonesia) ke-25, pada 9 Juni siang. Widjojo Nitisastro, ketua delegasi Indonesia, bersama Rachmat Saleh, Gubernur Bank Indonesia, termasuk yang tertawa paling keras. Sidang di tepi Sungai Amstel yang sedianya berlangsung tiga hari, dan baru akan ditutup pada 10 Juni itu, berakhir lebih cepat sehari. Dan bantuan berupa pinjaman yang umumnya berjangka panjang dan bersifat lunak, berhasil diperoleh sebanyak US$ 1,9 milyar lebih sedikit untuk tahun 1982/1983 -- US$ 75 juta lebih banyak dari komitmen tahun lalu. "Lumayan," ucap Rachmat Saleh. Menurut Gubernur BI itu, jumlah seluruhnya di bulan September nanti akan mencapai di atas US$ 2 milyar. Jerman Barat, Inggris, dan Swiss, misalnya, belum menyatakan jumlah yang mereka sediakan, karena masih ada yang harus dihitung. Sekalipun demikian, Gubernur BI itu memperkirakan pinjaman yang akan masuk dari Jerman tak akan berkurang dari komitmen mereka tahun lalu yang telah direalisasikan: sekitar US$ 65 juta. Swiss yang bukan anggota juga bisa diandalkan. Tahun lalu bantuan yang mengalir dari negeri netral di tropa itu mencapai Swiss Franc 6,5 juta atau sekitar US$ 3,2 juta kurs pekan lalu. Tapi dari Inggris, seperti halnya Selandia Baru, masih sulit diduga. Pinjaman dari kedua negeri itu untuk periode tahun lalu pun sampai sekarang masih belum terwujud. Adalah Italia yang kali ini meningkatkan jumlah pinjaman mereka sampai lima kali, dari US$ 5 juta menjadi US$ 25 juta. Juga Australia, yang bantuannya selalu berupa grant ("hadiah"), meningkat dari sekitar US$ 36 juta menjadi US$ 39 juta. Namun yang paling menarik adalah kasus pinjaman dari Belanda. Sekalipun cuma naik 2 juta Gulden (sekitar US$ 600 ribu), Belanda setiap kali memenuhi anjuran dari lembaga urusan bantuan LN di PBB. "Ukuran bantuan Belanda kepada negara-negara berkembang tidak tergantung dari anggaran belanja negaranya, tapi diambil satu setengah persen dari GNP (pendapatan nasional) mereka," kata Widjojo Nitisastro. Sembari menengok kepada Ketua IGGI C.P. van Dijk yang duduk di sampingnya dalam konperensi pers di Hotel Amstel, ketua delegasi Indonesia itu menambahkan bahwa "sikap Belanda itu sesuai dengan perjuangan negara-negara Dunia Ketiga yang tergabung dalam Kelompok '77 (UNCTAD). Van Dijk, sehari-hari Menteri Kerjasama Pembangunan dalam Kabinet Van Agt sekarang, menilai konperensi IGG yang baru kali ini dipimpinnya itu sebagai "sangat berhasil". Ia menyokong thema konperensi yang kini menekankan pada bidang pendidikan, pengembangan sumber daya manusia dan perdagangan, khususnya ekspor barang-barang setengah jadi, dan barang-barang jadi dari Indonesia. "Perdagangan kini merupakan faktor penting untuk menjaga momentum pembangunan di Indonesia," katanya. "Perlu ada kemauan dari negara-negara Barat untuk membuka pintunya. " Menjawab pertanyaan, Ketua IGGI yang ke-6 itu toh mengemukakan keraguannya tentang akan berhasilnya ekspor yang dikaitkan itu, yang tercakup dalam beleid paket ekspor Januari. "Negara-negara Barat tak terbiasa melakukan perdagangan dengan sistem itu," katanya. "Saya pribadi beranggapan sistem pembelian yang dikaitkan tersebut akan menimbulkan kekakuan (rigidities) dan ketidakbiasaan (irregularities), dalam lalu lintas perdagangan." Cara ekspor-impor yang satu ini kabarnya dipersoalkan oleh banyak anggota. "Ada yang melihat hal itu perlu diperlunak, ada pula yang meminta agar dihapuskan saja, khususnya tentang sanksinya," kata seorang anggota delegasi kepada TEMPO. Alhasil, atas permintaan Menko Ekuin Widjojo Nitisastro, dalam konperensi pers yang banyak dihadiri para wartawan Belanda, Dirjen Perdagangan LN Suhadi Mangkusuwondo mencoba menjelaskan duduk soalnya. Menurut Suhadi suplemen dari beleid ekspor Januari itu terpaksa diberlakukan justru untuk menjaga momentum pembangunan di lndonesia. Menurut Suhadi, sudah tujuh perusahaan asing yang menandatangani sura untuk mematuhi ketentuan yang berlaku dalam ekspor yang dikaitkan itu. "Termasuk bersedia membayar denda sebanyak 50% dari nilai kontrak yang tak mereka penuhi," bila hal itu sampai terjadi. Dari tujuh perusahaan itu, menurut Suhadi, terdapat kasus pembelian pupuk Bimas oleh Rumania, Jerman Barat dan Singapura sebanyak 970 ribu ton. Sedang sebuah perusahaan di Singapura yang lain, juga sudah menandatangani surat perjanjian untuk membeli 12.000 ton pupuk TSP. "Dua perusahaan di Los Angeles dan satu di New York yang sudah setuju," katanya. Dia mengakui semua itu baru terbatas pada bidang yang melulu bersifat jual-beli, dan belum sampai pada taraf pengaitan dengan barang-barang untuk proyek-proyek investasi. Para pengusaha di Belanda tampaknya ingin lebih banyak tahu tentang paket ekspor baru Indonesia. Tak kurang dari 200 pengusaha yang tergabung dalam asosiasi pengusaha Belanda (VNO) memenuhi ruang sidang Hotel Europa di Scheveningen siang 10 Juni. Tak banyak keluar pertanyaan dari mereka. Tapi beberapa kembali mempersoalkan tentang kebijaksanaan ekspor yang dikaitkan itu. Di antara para pembicara adalah Dubes Belanda di Indonesia L.H.J.B. van Gorkom, yang kelihatan berambisi agar hubungan kedua negeri itu lebih banyak ditingkatkan. "Masih banyak persamaan yang nampak antara kedua negeri ini," katanya berapi-api. "Itu akan memungkinkan kedudukan yang agak khusus dalam berdagang dengan Indonesia." Dia mengakui sudah banyak usaha swasta Belanda berpromosi untuk makin melebarkan sayap usahanya ke Indonesia. "Tapi umumnya tak terjadi tindak lanjut, sehingga kehilangan momentum," kata Dubes Van Gorkom. Mungkin dari Scheveningen ia ingin menyiapkan momentum baru -- melihat prospek ekonomi di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus