Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ratusan Lahan Food Estate Humbang Hasundutan Terbengkalai, Petani Tak Mampu Menanam di Musim Berikutnya

Dari pengamatan Tempo, ratusan hektare lahan food estate di Humbang Hasundutan menjadi lahan terlantar berupa semak belukar.

30 Januari 2023 | 11.28 WIB

Food estate adalah program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar.
Perbesar
Food estate adalah program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dari 215 hektare lahan yang dibuka untuk megaproyek food estate di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim 146 hektare di antaranya sudah berhasil ditanam masyarakat. Namun berdasarkan pengamatan Tempo, ratusan hektare lahan di Desa Siria-ria, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan terlihat menjadi lahan terlantar berupa semak belukar. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Irma Suryani Lumban Gaol, petani food estate sejak penanaman tahap awal pada 2020. Ia menuturkan sebagian besar lahan tersebut ditinggalkan para petani lantaran tak sanggup lagi menanam usai gagal panen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ia bercerita pada mulanya para petani mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui Kementerian Pertanian berupa pembukaan lahan, pemberian pupuk, obat-obatan, dan benih. Namun, Irma menyayangkan benih komoditas yang diminta ditanam adalah bawang putih. Komoditas itu, tak cocok dengan tanah di sana, hingga akhirnya gagal panen. . 

"Dari hasil program bantuan ini itu enggak ada hasilnya, soalnya bawang putih. Enggak ada sama sekali kami bisa jual. Lahan kami dikasih bibitnya bawang putih, enggak cocok," ujar Irma saat ditemui Tempo di kawasan food estate Humbang Hasundutan, Kamis, 26 Januari 2023.

Irma menjelaskan kegagalan panen bawang putih membuat petani tak bisa menanam di lahan untuk produksi di tahap kedua. Pasalnya, mereka tak lagi mendapatkan bantuan apapun, termasuk pendampingan. Sementara Kementan berdalih petani harus mandiri setelah diberikan bantuan pada tahap pertama. 

Keterbatasan modal membuat banyaknya lahan yang menjadi terbengkalai atau lahan tidur di food estate ini membuat Irma tak sanggup menggarap separuh dari lahannya. Dari 2 hektare lahan yang diberikan pemerintah padanya, Irma mengaku hanya sanggup menanam di lahan 1 hektare saja. Komoditas yang ia tanam adalah cabai, kopi, dan jagung. Benih dan seluruh kebutuhannya pun ia beli sendiri. 

Komoditas yang kini Irma tanam tidak termasuk yang direkomendasikan oleh Kementan, yakni bawang putih, bawang merah, dan kentang. Menurut Irma, penanaman komoditas yang diminta oleh Kementan sulit ia terapkan. Pasalnya, kondisi tanah belum optimal untuk menanam bawang putih maupun bawang merah. Sedangkan untuk komoditas kentang, beberapa petani berhasil panen, namun modal yang dibutuhkan sangat besar. 

Selanjutnya: Kalau kami nanam kentang....

"Kalau kami nanam kentang, seperti yang dibilang pemerintah juga kan modalnya Rp 140 juta, ya mana sangguplah kita. Dari mana uang petani segitu banyak. Jadi lahan tidurlah," tuturnya. 

Adapun setiap panen, Irma menjual hasil produksinya sendiri melalui tauke atau tengkulak. Ia mengaku hingga saat ini belum ada kerja sama dengan perusahaan manapun untuk menyerap hasil panennya. Karena itu, ia pasrah apabila ada perusahaan yang mau mengolahnya meski dirinya hanya mendapatkan sedikit keuntungan. 

"Maunya ada orang yang mengelola ini. Biarlah mau seperempat hasilnya sama kami, enggak apa-apa, yang penting jadi lahan hidup," tuturnya.

Saat dimintai konfirmasi soal banyaknya lahan food estate yang terbengkalai, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan hal itu adalah tanggung jawab petaninya sendiri. Di sisi lain, Prihasto menilai hal itu adalah tanggung jawab Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan.

"Tanya petaninyalah. Masak tanya sama kami. Itu yang saya enggak suka. Jangan ditanyakan terus sama kami, tanya sama petani," ujar Prihasto saat ditemui di Coffee Hotel Ayola Dolok Sanggul, Kamis, 26 Januari 2023. 

Menurutnya, Kementerian Pertanian sudah memberikan pendampingan secara intensif. Adapun soal kegagalan panen bawang putih pada tahap pertana, ia mengatakan Kementan memang telah memberikan rekomendasi penanaman komoditas itu. Tetapi, perlu ada proses yang panjang agar hasilnya bisa optimal. 

Sementara itu, anak buah Luhut Binsar Pandjaitan yang ditunjuk sebagai Manajer Lapangan megaproyek lumbung pangan ini, Van Basten Pandjaitan, tak menampik bahwa pada tahap pertama, petani masih kesulitan untuk menanam komoditas holtikultura. Van Basten juga mengakui banyak petani yang memilih meninggalkan lahan food estate lantaran kekurangan dana.

Selanjutnya: Saya sudah tanya ke petani....

"Saya sudah tanya ke petani, kalian kenapa enggak nanam. Ternyata tidak ada modal. Oke, enggak ada alasan. Saya akan bicara dengan offtaker, saya akan minta mereka naikkan upgrade menjadi investor," kata dia saat ditemui Tempo di Dolok Sanggul, Sumatera Utara pada Kamis, 26 Januari 2023.

Artinya, perusahaan tak hanya menjadi offtaker atau penyerap hasil panen petani untuk kebutuhan industri, pemerintah akan mendorong perusahaan-perusahaan untuk berinvestasi ke dalam proyek ini. Tercatat hingga saat ini ada tujuh perusahaan swasta yang menjadi offtaker, yaitu PT Parna Raya, PT Indofood, PT Aden Farm, PT Ewindo, PT DSR, PT BISIS, dan PT Champ.

PT Parna Raya bermitra dengan petani untuk komoditas bawang merah dan bawang putih. Sedangkan PT Indofood, PT Eden Farm, PT Ewindo, dan PT Champ untuk komoditas kentang. Sementara PT DSR untuk komoditas kentang, bawang merah, dan buncis. Terakhir PT BISI untuk komoditas jagung.

Ia menjelaskan pemerintah tak mungkin menggelontorkan dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk membantu para petani menggarap lahannya. Karena itu, ia akan mendorong petani untuk bermitra dengan perusahaan swasta. 

"Untuk membina hamparan ini tentunya enggak mungkin pakai APBN, jadi harus cari mitra," ujarnya.

RIANI SANUSI PUTRI 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus