Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Rayuan gombal iklan

Iklan bouraq di banjarmasin post menipu masyarakat. rayuan yang menyesatkan konsumen banyak dilakukan iklan.

6 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IKLAN selalu merayu. Tetapi kalau rayuannya gombal, iklan yang tadinya diharapkan bisa merangkul konsumen bisa berbalik mendatangkan tuntutan. Peristiwa itulah yang kini dialami Maskapai Penerbangan Bouraq. Ceritanya begini. Tanggal 11 dan 18 Mei silam Bouraq memasang iklan di harian Banjarmasin Post yang bunyinya: tukarlah sepuluh lembar tiket bekas penerbangan Bouraq dengan sebuah tiket gratis di kantor perwakilan Bouraq setempat. Iklan sebesar seperempat halaman itu dipasang mencolok. Tertarik oleh iklan itu, Iberamsyah, seorang pengusaha real estate terpandang di Banjarmasin, mendatangi kantor Bouraq. Di kantongnya ada 50 tiket bekas. Tikettiket ini dibeli sejak tahun 1981 sampai awal 1991 kala ia mengurus bisnis ke Surabaya dan menengok anaknya yang kuliah di Yogya. Ia sudah memperhitungkan akan mendapat lima tiket gratis. Tapi apa lacur, begitu ia mengutarakan maksudnya, petugas Bouraq mengatakan tiketnya tak berlaku untuk ditukarkan karena yang boleh ditukar dengan tiket gratis adalah tiket keluaran 5 Agustus 1991 ke atas. Iberamsyah kontan meradang. Ia merasa ditipu. Soalnya, tak ada penjelasan rinci dalam iklan itu. Misalnya, masa berlakunya tiket bekas itu dan tiket jalur penerbangan mana saja yang boleh ditukarkan. Iklan itu cuma menyebutkan: sepuluh tiket bekas akan beroleh bonus satu tiket gratis. Titik. Menurut Iberamsyah, Bouraq harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, yakni memberikan tiket gratis tadi. Jika keberatan, "Saya akan meneruskan pengaduan ke polisi sebab iklan itu telah menipu masyarakat. Ini sesuai dengan anjuran polisi," ujarnya serius. Kasus itu memang sudah dilaporkan ke polisi dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Dan menurut Ketua YLKI Banjarmasin Arpawi Ramon, tak ada cara lain bagi maskapai penerbangan itu kecuali menepati janjinya. "Saya kira itu tak berat. Berapa banyak sih orang yang mengumpulkan tiket sebanyak itu," kata Arpawi, yang juga Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Trisula Banjarmasin. Dan yang berhak menuntut ke Bouraq tak saja Iberamsyah tapi juga pemilik sepuluh tiket yang lain. "Jika iklan itu menyebutkan agar konsumen mencari informasi lebih lanjut di kantor perwakilan Bouraq, persoalannya lain. Posisi Bouraq kuat. Tapi ini kan tidak," ini kata Ketua YLKI Pusat Zoemrotin. Jadi jelas, tambahnya lagi, perusahaan itu sengaja menggunakan trick. Pihak Bouraq segera berkilah. "Iklan itu kan sifatnya rayuan. Kalau penjelasannya rinci, tak enak dibaca. Kami berharap, setelah membaca iklan, konsumen akan datang ke kantor kami untuk mendapatkan penjelasan yang lebih detail," jawab Iman, wakil pimpinan perwakilan Bouraq Banjarmasin. Enteng saja. Iman tampaknya tak terlalu peduli dengan gertakan Iberamsyah. Ia menjelaskan, iklan yang ternyata dipampang juga di koran Jawa Pos (Surabaya) dan Pikiran Rakyat (Bandung) itu dibikin oleh kantor pusat. "Jadi, silakan saja menggugat ke Jakarta," ujarnya datar. Yusca Ismail, Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), mengakui iklan Buraq itu adalah sebuah pelanggaran kode etik periklanan Indonesia. Dan pelanggaran ini banyak dilakukan. Terangterangan maupun tersamar. Kode etik itu, misalnya, menyebutkan profesi dokter, ahli farmasi, dan tenaga medis lain yang tidak boleh ditampilkan untuk mengiklankan produk yang berkaitan dengan kesehatan. Tapi kenyataannya, iklan pasta gigi Pepsodent di RCTI menggambarkan ruang dokter gigi. Iklan ini juga menyebutkan produk tersebut dapat menekan pendarahan hingga 70%. Padahal, tak ada data yang mendukung pernyataan itu. Pemirsa yang tak kritis akan percaya iklan itu begitu saja. Begitu pula iklan sikat gigi OralB yang menampilkan gambar dokter gigi menyikat gigi dan menunjukkan sikat gigi yang dipakainya. Iklan produk susu menunjukkan grafik pertumbuhan yang juga tanpa data spesifik. YLKI Pusat sampai pernah mengirim release ke berbagai media agar pemuatan iklan ortopedi dihentikan. Alat untuk meninggikan badan itu menyesatkan. Begitu juga iklan obat menguruskan badan dan penanaman rambut di kepala botak. "Semua itu lebih banyak menipunya," kata Zoemrotin, Ketua YLKI. Yusca mengaku pusing dengan ulah biro iklan anggota organisasinya. Menghadapi biro iklan yang nakal, P3I hanya bisa menegur. "Biasanya biro iklannya malu, karena ini menyangkut citra perusahaannya," kata Yusca. Persoalan menjadi rumit jika pembuat iklan yang melanggar bukan anggota P3I, seperti iklan Bouraq itu, yang dibuat sendiri oleh instansi yang bersangkutan. P3I di sini lepas tangan. "Tapi oleh siapa pun iklan dibuat, jika konsumen dirugikan, pembuat iklan harus ditindak. Jangan nrimo saja," kata Zoemrotin. Kalau perlu, masyarakat menuntut. Dan inilah yang dilakukan 167 penghuni kompleks perumahan Pondok Maritim Indah, Surabaya. Awal Mei silam mereka menggugat developer karena menawarkan perumahan tidak banjir lewat brosur. Ternyata, permukiman itu banjir. Para penghuni itu ternyata menang di pengadilan. Memang sudah saatnya peradilan memperhatikan penipuan yang dilakukan iklaniklan. Menurut pengacara kondang T. Mulya Lubis, "Iklan Bouraq itu jelas menyesatkan. Ia bisa dituntut karena melanggar Pasal 1365 KUH Perdata." Sri Pudyastuti R. (Jakarta) dan Almin Hatta (Banjarmasin)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus