Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Odo R.M. Manuhutu mengatakan rencana pegawai negeri sipil (PNS) untuk bekerja dari Bali atau work from Bali tak terlepas dari salah satu upaya pemerintah membangkitkan perekonomian Pulau Dewata. Upaya serupa, kata dia, pernah dilakukan saat Bali menghadapi penurunan kunjungan wisatawan akibat peristiwa terorisme pada 2002 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kita belajar 15-20 tahun lalu ketika ada terorism bom di bali, ada penurunan jumlah wisatawan sangat dalam, yang dilakukan pemerintah saat itu adalah mengadakan berbagai konferensi internasional,” ujar Odo dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Sabtu, 22 Mei 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tujuan konferensi internasional di Pulau Dewata kala itu, tutur Odo, ialah untuk menumbuhkan kepercayaan wisatawan asing maupun lokal bahwa Bali aman untuk dikunjungi. Cara ini pun diyakini bisa meningkatkan kembali permintaan untuk mengisi okupansi hotel-hotel yang sepi.
Dengan rencana work from Bali yang dicanangkan lebih dulu oleh pemerintah, Odo berharap perekonomian di destinasi yang bertumpu pada sektor pariwisata tersebut mulai merangkak naik. Sebab, perusahaan-perusahaan swasta bakal mengikuti kebijakan tersebut seumpama program ini berjalan.
“Kemarin sudah ada satu-dua industri yang menyatakan tertarik untuk work from Bali, Jadi intinya kita akan membangun kepercayaan itu,” tutur Odo.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan lebih dari 50 persen perekonomian Bali sangat tergantung pada sektor pariwisata. Saat Bali mengalami peristiwa bom Bali pada 12 Oktober 2002, wisatawan asing alias wisman Bali langsung terkontraksi sebesar -5,23 persen pada tahun tersebut dan -22,76 persen pada 2003.
Praktis, kondisi ini mempengaruhi pendapatan asal daerah atau PAD dan pertumbuhan ekonomi. “Kemudian saat bom Bali II 1 Oktober 2005, wisman terkontraksi -5,65 persen secara year on year,” kata Trisno.
Begitu juga ketika terjadi letusan Gunung Agung pada 2017. Saat itu pariwisata Bali mengalami penurunan jumlah wisman sampai 11,35 persen.
Sedangkan pada saat masa pandemi Covid-19, penurunan jumlah wisman jauh melampaui tiga peristiwa yang pernah terjadi. Pada 2020 atau saat wabah pertama kali berlangsung, jumlah turis asing di Bali menyusut sampai 83 persen.
Trisno menyebut salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membantu perekonomian dari lemahnya kunjungan wisman adalah dengan program nomadic tourism atau bekerja dari Bali. Lewat program ini, kata dia, paling tidak hotel di Bali dapat bertahan untuk membayar biaya operasionalnya.
“Kalau ini tidak dijaga, Bali akan ketinggalan dengan kompetitor seperti Singapura, Bangkok, Kuala Lumpur. Legian menjadi sepi, Kuta sepi, Ubud juga,” kata dia.
Tujuh kementerian serta lembaga di bawah naungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sebelumnya diberitakan akan ikut melaksanakan program kerja dari Bali. Program ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman dukungan penyediaan akomodasi untuk peningkatan pariwisata The Nusa Dua Bali yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
“Nota kesepahaman ini dibuat sebagai upaya dalam mendukung peningkatan pariwisata The Nusa Dua Bali dengan prinsip-prinsip good corporate governance dan akan belaku untuk tujuh kementerian dan lembaga di bawah koordinasi Kemenko Marves,” ujar Luhut dalam keterangan tertulis, Selasa petang, 18 Mei 2021.