Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Rezeki dari Eropa Timur

Akibat kuota mee pakaian jadi menumpuk di semarang dan tanjungpriok. api menyerukan agar para eksportir melakukan penganekaragaman pasar dan produksi. hungaria muncul sebagai pasaran baru. (eb)

18 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU perundingan 4 hari mengenai tataniaga tekstil internasional, baru saja rampung diselenggarakan Departemen Perdagangan di Bali Room Hotel Indonesia Sheraton (10 April). Sehari setelah dibuka Menperdag Radius Prawiro, dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) keluar pernyataan. Mereka meminta agar 26 negara sedang berkembang yang duduk dalam perundingan, mengeluarkan sikap tegas untuk menghadapi negara industri yang sering berlaku tidak adil karena melakukan pembatasan terhadap tekstil negara-negara sedang berkembang. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menuding beberapa anggota negara Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) sebagai contoh negara industri yang melakukan tindakan tidak adil itu. "Tahun 1980 ekspor kami ke MEE belum lagi mencapai 0,5% dari seluruh total impor MEE, tapi kuota sudah diberlakukan," kata Atam Surakusumah, Ketua Umum API. Dengan sengit, ia mengatakan, tindakan itu tidak saja memukul kepentingan konsumen di negara-negara maju -- yang ingin tekstil murah -- tapi juga merugikan pertumbuhan industri tekstil di negara yang baru tumbuh. Atam tidak secara khusus menyebut korban itu Indonesia. Tapi kepada TEMPO, Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Dr. Suhadi Mangkusuwondo membenarkan ia telah menerima laporan, ada beberapa perusahaan tekstil dalam negeri yang menghentikan usaha mereka akibat kuota itu. "Jadi, kalau asosiasi bersuara keras, itu wajar," katanya kepada Marah Sakti dari TEMPO. "Konsentrasi ekspor tekstil kita hingga kini memang masih lebih berat ke MEE dan AS," kata Suhadi. Dengan MEE, jumlah ekspor Indonesia tahun 1979 sekitar US$ 35 juta atau sepertiga dari keseluruhan ekspor tekstil. "Tahun 1980, belum dihitung, tapi saya kira lebih besar," tambahnya. Setelah beberapa negara anggota MEE melaksanakan kuota, ia kemudian menyerukan para eksportir agar melakukan penganekaragaman pasar dan produk. "Agar tidak bergantung pada satu dua pasar saja," sambungnya. Ini dibenarkan Rusman A. Muthallib, Dir-Ut PT Cotexi Inas -- sebuah perusahaan pakaian jadi di Jakarta yang kini aktif menerima pesanan kemeja dari luar negeri. "Kami memang terus mengusahakan tempat pelemparan baru. Selain Eropa juga ke Asia, seperti Irak," ujarnya. "Dengan Hungaria, masih dalam penjajakan. Belum ada kontak secara resmi," ucap Rusman. Tapi dia mengakui pernah mengirim tawaran ke negeri itu. Ia tampak sungkan membicarakan bisnis dengan negara Eropa Timur tersebut. Tetapi, seorang staf di bagian perdagangan kedutaan Hungaria di Jl. Rasuna Said, Jakarta, membenarkan bahwa mereka memang bermaksud membeli tekstil Indonesia. Robert Paar, staf Kedubes Hungaria malah mengatakan, pihak Hungaria telah mengadakan pembicaraan dengan PT Cotexi Inas dan PT Samputra. Perusahaan garment yang berkantor di Jakarta. Cari Pasar "Saya kira Hungaria bisa jadi tempat pelemparan baru buat kami. Ini memang rezeki baru setelah pukulan kuota dari Prancis bulan Januari lalu," ujar Rusman. Dengan beberapa perusahaan pakaian jadi yang lain, PT Cotexi Inas mendapat pesanan dari Prancis berupa 11.000 lusin kemeja untuk kontrak 1981. Tapi, akhir Januari 1981, pemerintah Prancis memberlakukan larangan impor. "Untunglah belum sempat dibuat. Tapi saya tahu ada satu perusahaan di Semarang dan dua di Tanjungpriok (BWI) yang sudah sempat membuat dan barang mereka itu hingga kini menumpuk, tak terjual," kata Rusman. Ia tampak optimistis meskipun ada kuota MEE perusahaannya akan dapat berkembang: "Tunggu saja, dua tiga tahun ini," Akan ada pasar baru, yang mengimbangi MEE? "Kami memang harus terus cari pasar. Jangan diam saja menunggu. Eksportir harus bisa kirim misi dagang. Atau minimal menghubungi pembeli yang ada perwakilannya di sini," Suhadi Mangkusuwondo menimpali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus