Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Rumah sakit hasil "kecelakaan"

Ida Bagus Agung pendiri dan pimpinan klinik rs panca darma, sukorejo, pasuruan, rumah sakit khusus menampung dan tempat melahirkan bayi-bayi gelap/akibat hubungan gelap. (tk)

18 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULUHAN bayi tanpa bapak berdesak-desakan di atas tempat tidur yang sempit. Sesekali terdengar mereka merengek, bagaikan koor. Tapi tak jarang juga jerit mereka melengking-lengking seperti memanggil. Manusia-manusia kecil itu bukanlah bayi tabung -- dan bukan pula korban perang. Mereka, yang mulus maupun cacat, adalah korban "kecelakaan" akibat hubungan gelap. Ibu mereka adalah perawan desa anak petani, anak sekolah, babu, karyawan satu instansi dan juga pelacur. "Wanita dari berbagai tingkat sosial," tambah pimpinan klinik tempat khusus melahirkan dan merawat bayi-bayi gelap di pinggir Kota Sukorejo, Pasuruan, Ja-Tim itu. Ida Bagus Agung, 54 tahun, pendiri dan pimpinan klinik itu dengan bangga memperlihatkan sekitar 50 bayi yang kini sedang dirawat di sana. Buyung-buyung itu tidur berjejer, hampir berdesakan. Satu tempat tidur bayi, diisi oleh 4 sampai 5 si kecil. Beberapa di antara mereka bertubuh montok dan tampak lucu. Tapi tak sedikit pula yang kurus kering -- bahkan yang cacat. Diadopsi Seorang di antaranya, berusia sekitar 1 tahun, tak memiliki kedua belah kaki. Sambil menggigit dot susu, matanya menerawang ke langit-langit, seperti ada yang hendak diingatnya. "Ibunya seorang pelacur, yang mungkin mengidap penyakit kotor ketika mengandungnya," tutur seorang perawat yang menungguinya. Ida Bagus Agung sendiri tampaknya sudah begitu terbiasa menyaksikan pemandangan di ruang bayi-bayi itu. Klinik ini sendiri didirikannya sejak 1964, tak lama setelah Ida mencatat dalam ingatannya bahwa di sekitar tahun itu di daerah Sukorejo sering kedapatan gadis bunuh diri. Setelah diautopsi, pada umumnya gadis-gadis itu diketahui dalam keadaan hamil muda. Bahkan Ida, bekas mantri perawat CBZ (RSU) Simpang, Surabaya pernah menjumpai seorang murid SMP Lawang menabrakkaan diri pada kereta api yang sedang berlari kencang. Gadis kecil yang malan ini ternyata sedang hamil 4 bulan. Laki-laki kelahiran Pulau Dewata itu memang sejak kecil bercita-cita terjun dalam bidang perawatan kesehatan -- meski tak disebutkannya, kira-kira menjadi dokter. Tapi pendidikan resminya yang hanya sampai kelas 5 Sekolah Rakyat zaman Belanda (SR angka loro) Denpasar, membawa nasibnya sebagai mantri di RSU Simpang (1939/1945). Selama perang kemerdekaan ia juga memilih bertugas di pos-pos kesehatan. Meskipun pernah mencapai pangkat letnan muda, ia akhirnya mengundurkan diri dari dinas ketentaraan. Setelah perang usai, ia menetap di Sukorejo dan mendirikan klinik khusus tadi, sampai sekarang. Klinik itu pada mulanya lebih banyak memberi obat berupa nasihat-nasihat agar si calon ibu tidak bunuh diri untuk menahan malu. Tapi ternyata itu tak cukup. Sebab bayi dalam kandungan makin membesar dan memerlukan pertolongan. Perawatan medis pun diberikan. Artinya kepada si calon ibu disanggupi untuk menggugurkan bayi itu. Tapi secara diam-diam selama dalam perawatan ia diberi suntikan vitamin, sekaligus menampungnya untuk tinggal di klinik. Dan sementara kandungan makin membengkak, si calon ibu diyakinkan agar tidak menggugurkan bayinya. Umumnya mereka setuju. Maka, setelah bayi lahir, si ibu diperkenankan menungguinya sekaligus menyusukannya. Selanjutnya, ibu muda tadi boleh pergi dengan meninggalkan anaknya -- tanpa biaya sedikit pun. "Sejak usaha klinik ini dikenal orang, saya hampir tak pernah mendengar lagi ada gadis hamil yang bunuh diri," ungkap Ida Bagus Agung. Karena itu, usaha Ida kemudian berkembang pula. Selain klinik, ia mendirikan juga panti asuhan, Panca Dharma namanya, khusus untuk mengasuh dan membesarkan bayi-bayi tanpa orang tua itu. Anak-anak itu sebagian kemudian diadopsi oleh keluarga-keluarga yang berminat melalui Pengadilan Negeri. Bahkan sampai sekarang, sudah 100 bayi lebih diadopsi orang-orang di Negeri Belanda," tambah Ida. Kalau pada waktu bayi-bayi itu lahir dan dirawat tak dipungut bayaran, biaya justru dikenakan kepada para pengangkat anak. Ida tak mau menyebutkan jumlah biaya itu. "Hanya sekedarnya, tidak sebanding dengan biaya yang telah kami keluarkan," itu saja pengakuan Ida. Dengan usahanya itu, mula-mula Ida dituduh membantu gadis-gadis yang ingin menggugurkan kandungan. Kemudian, karena makin banyak orang yang mengangkat anak dari klinik itu, ia dituduh pula memperjual-belikan bayi. "Setelah dicek pihak berwajib, ternyata memang tidak terbukti," kata Ida. Padahal, tambahnya, "semua usaha ini saya lakukan untuk menolong gadis-gadis, sekaligus menyelamatkan bayi-bayi yang tak berdosa itu." Gadis-gadis yang mengalami "kecelakaan" itu datang dari berbagai penjuru Jawa Timur, bahkan dari Jawa Tengah. Terbanyak di antaranya dari Tretes (daerah rekreasi tak jauh dari Kota Malang), Malang sendiri dan Surabaya. Usia mereka mulai 15 tahun sampai 30 tahun. Menurut Ida, sebelum mereka datang ke klinik ini, berbagai obat tradisional maupun modern telah dicoba calon-calon ibu itu untuk menggugurkan kandungannya. Januari-Maret, 59 Bayi Ida Bagus Agung yang mempunyai 4 anak dan 12 orang cucu itu, menduga, usaha-usaha untuk menggugurkan kandungan itulah penyebab banyak di antara bayi yang lahir di sana cacat. Bahkan beberapa di antaranya hanya dapat lahir dari perut ibunya setelah mendapat perawatan khusus di RSU Dr. Sutomo Surabaya. Sebagai contoh, kata Ida Bagus Agung, "dari 59 bayi yang lahir di klinik saya sejak Januari hingga Maret 1981, 14 di antaranya meninggal dunia karena keadaannya sangat lemah dan tak normal." Jumlah kelahiran bayi tanpa bapak yang sah di klinik itu tampaknya makin meningkat. Ida menyebut angka kelahiran pada 1976 hanya 13 bayi. Tapi tahun berikutnya menjadi 23, pada 1978 sebanyak 21, pada 1979 naik jadi 57 dan pada 1980 melonjak menjadi 85 bayi. Seorang gadis, 23 tahun, tanpa mau menyebut namanya, pekan lalu terlihat hilir mudik di beberapa ruangan klinik itu. Dengan perut yang membengkak karena menyandang janin berusia 9 bulan, sambil menunggu hari-hari kelahiran anaknya, ia membantu beberapa pekerjaan di klinik itu. Seperti menyodorkan dot susu di mulut seorang bayi, mengganti popok, bahkan tak segan-segan mencuci pakaian bayi. Gadis yang berasal dari Kota Malang itu mengakui, yang dikandungnya adalah calon manusia sebagai hasil hubungan gelap dengan seorang laki-laki kenalannya. "Dan karena melahirkan di sini tidak membayar, saya turut membantu pekerjaan," ungkapnya. Menurut dia, sebelumnya ia memang sudah mendengar adanya klinik bersalin ini dari pembicaraan beberapa orang temannya. Setelah pada 1978 memiliki bangunan sendiri yang cukup memadai, klinik itu diresmikan Mayjen Sugandhi menjadi Rumah Sakit MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong) pada 12 Maret lalu. "Malahan direncanakan menjadi RS Pusat MKGR se Indonesia," tambah Ida Bagus Agung. Memiliki 10 buah lokal, RS ini sekarang sedang bersiap-siap untuk memperbesar bangunannya. RS itu kini mempekerjakan 37 orang, yaitu pembantu perawat, bidan, analis dan seorang dokter. Ida sendiri bertindak sebagai pimpinannya. Tak sedikit di antara pembantu perawat di sana adalah anak-anak asuhan dari panti asuhan itu sendiri. Pembiayaan sehari-hari RS itu, selain bayaran pasien umum (bukan melahirkan karena "kecelakaan"), juga didapat dari sumbangan-sumbangan, antara lain dari Dinas Sosial. Menurut Ida, biaya paling besar adalah menyekolahkan anak-anak asuhan yang masih tinggal di sana karena belum ada yang memungutnya sebagai anak angkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus