Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah berencana mengembangkan B35 menjadi B60.
Ada potensi kerusakan lingkungan akibat pengembangan B60.
Biodiesel bukan opsi utama menekan impor bahan bakar minyak.
BIODIESEL bakal menjadi salah satu cara Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai swasembada energi dan mengurangi impor bahan bakar minyak. Dari sisi ketahanan energi, pengembangan biodiesel memang bisa menjadi alternatif. Namun Managing Director Energy Shift Institute Putra Adhiguna mengatakan biaya yang harus dibayar terlalu tinggi. "Selama ini biodiesel masih disubsidi pemerintah," katanya kepada Tempo pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencatat insentif yang digelontorkan untuk produksi biodiesel mencapai Rp 18,32 triliun sepanjang 2023. Tahun ini nilainya diperkirakan naik menjadi Rp 28,5 triliun. Jumlah tersebut bakal makin bengkak jika pemerintah menerapkan B60 atau campuran bahan bakar nabati dari minyak sawit hingga 60 persen dalam biodiesel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengembangan biodiesel juga belum berdampak signifikan pada pengurangan impor BBM. Badan Pusat Statistik mencatat impor minyak dan gas sepanjang Januari-September 2024 mencapai US$ 26,7 miliar, naik 3,8 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu.
Pekerja menggunakan alat berat untuk menumbangkan pohon kelapa sawit di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. ANTARA/Budi Candra Setya
Selain subsidi, Putra menyebutkan ada biaya lain yang lebih tinggi: ongkos lingkungan. Menurut dia, pengembangan biodiesel bakal membutuhkan perluasan lahan kebun kelapa sawit. Pada 2023, saat pemerintah baru menerapkan B35 saja, konsumsi minyak sawit untuk biodiesel sudah melebihi kebutuhan pangan.
Di sinilah muncul persoalan. Forest Campaigner Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik menyatakan pembukaan lahan baru berpotensi terjadi di kawasan hutan di dalam konsesi kebun sawit. Menurut dia, Indonesia bakal membutuhkan tambahan kebun sawit baru seluas 2,2 juta hektare dan potensi deforestasi mencapai 1,5 juta hektare pada 2028. Ongkos untuk mengembalikan hutan dan menyelesaikan dampak kerusakan lingkungannya tak murah.
Angka deforestasi tersebut muncul dari penghitungan Greenpeace Indonesia bersama Serikat Petani Kelapa Sawit, Satya Bumi, serta Koalisi Transisi Bersih dalam penelitian mereka yang bertajuk "Sawit dan Biodiesel: Tren, Potensi Deforestasi, dan Upaya Perlindungan Hutan Alam". Para peneliti lembaga itu memperkirakan penerapan biodiesel B50 mulai 2025 dengan mempertimbangkan estimasi luas kebun sawit pada 2022 seluas 17,77 juta hektare dan tingkat produktivitasnya sebesar 3,693 ton minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) per hektare.
Deforestasi punya beragam dampak negatif, seperti kerusakan lingkungan, ancaman bencana alam, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Iqbal mengatakan pengalihan lahan hutan menjadi kebun sawit ini juga bertolak belakang dengan target Indonesia mengurangi emisi karbon karena kemampuan penyerapan karbon di dalam negeri berkurang saat hutan menyusut.
Menurut Iqbal, Indonesia juga bakal terpapar konflik agraria saat terjadi peralihan lahan hutan menjadi kebun sawit. "Ada juga risiko polusi dan limbah di sekitar lokasi perkebunan," ujarnya. Alasannya, pengembangan biodiesel bakal mendorong pertumbuhan pabrik CPO. Iqbal mengaku banyak menerima laporan soal kebocoran penampungan limbah dari pabrik CPO ke sungai.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance, Abra Talattov, mengingatkan pemerintah agar tak gegabah membuka lahan demi mewujudkan program B60 sehingga meningkatkan deforestasi. Isu ini mengancam peluang ekspor Indonesia ke Eropa. "Saat ini saja sawit kita dianggap punya kontribusi besar terhadap deforestasi," katanya. Uni Eropa akan menerapkan The European Union on Deforestation-free Regulation atau EUDR. Kebijakan ini, menurut Abra, berpotensi ditiru negara lain.
Abra menyebutkan risiko lain perluasan kebun sawit berupa berkurangnya lahan untuk tanaman pangan. Padahal Prabowo juga mendorong program swasembada pangan dalam lima tahun ke depan. Jika kebutuhan pangan tak bisa dipenuhi dari dalam negeri, Indonesia menghadapi risiko kelangkaan pasokan yang mendorong inflasi. Di satu sisi, rentetan kejadian ini bisa menjadi sumber biaya juga untuk pemerintah, misalnya lewat program bantuan sosial untuk menekan efek inflasi.
Menurut Abra, pengurangan impor bahan bakar minyak bisa diwujudkan dengan memperluas pemanfaatan kendaraan berbasis listrik sekaligus memperbanyak transportasi umum dengan harga murah. Hal yang juga tak kalah penting adalah pengawasan penyaluran BBM bersubsidi. Solar bersubsidi, misalnya, bocor ke perkebunan besar dan sektor pertambangan. "Penegakan hukum penting untuk mencegah kebocoran."
Kementerian Pertanian belum memberikan keterangan mengenai rencana mereka meningkatkan produktivitas sawit guna memenuhi kebutuhan B60 sekaligus pembukaan lahan hutan untuk menanam sawit baru. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, serta Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Arief Cahyono belum merespons Tempo hingga berita ini ditulis.
Menteri Energi Bahlil Lahadalia menyatakan campuran minyak sawit dalam solar bakal digenjot lebih tinggi dari 35 persen saat ini menjadi 60 persen. "Bahkan kalau ada tekanan, dalam pandangan Pak Prabowo, akan ditingkatkan lagi (bauran minyak nabatinya)," ucapnya pada Senin, 14 Oktober 2024.
Bahlil mengatakan pemerintah masih menguji coba implementasi biodiesel B50 dan B60. "Agar ketika diimplementasikan sudah melewati uji coba yang baik," tuturnya. Sementara itu, untuk B35 dan B40, dia mengklaim pasokan CPO yang diperlukan, yaitu sebanyak 14 juta kiloliter minyak mentah sawit, sudah tersedia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo