Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Rupiah Ditutup Melemah Hari Ini, Bagaimana Prediksi Besok?

Nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah 75 poin di level Rp 16.358 pada perdagangan Senin, 10 Februari 2025.

10 Februari 2025 | 16.26 WIB

Nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah 75 poin di level Rp 16.358 pada perdagangan Senin, 10 Februari 2025.. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah 75 poin di level Rp 16.358 pada perdagangan Senin, 10 Februari 2025.. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah 75 poin di level Rp 16.358 pada perdagangan Senin, 10 Februari 2025. Pada penutupan akhir pekan kemarin, rupiah tercatat berada di angka Rp 16.283 per dolar AS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi memproyeksikan nilai tukar rupiah akan bergerak fluktuatif esok hari. “Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup melemah di rentang Rp 16.340 hingga Rp 16.410 (per dolar AS),” ujar Ibrahim dalam analisis rutinnya pada Kamis sore.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ibrahim menjelaskan, sejumlah sentimen internal atau dalam negeri memicu pelemahan nilai tukar rupiah. Menurut dia, pemerintah perlu mendorong geliat industri manufaktur untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen pada 2025. “Hal tersebut sudah terlihat ada indikasi terjadi tren deindustrialisasi dalam beberapa tahun terakhir,” kata dia.

Ia menilai tren deindustrialisasi ini perlu disikapi, karena sektor manufaktur merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Jika industri manufaktur terus melemah, maka masyarakat akan kesulitan mencari pekerjaan. Akibatnya, lanjut Ibrahim, semakin banyak masyarakat yang bekerja di sektor informal. Menurut Ibrahim, sektor informal sulit diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang.

“Tidak heran apabila daya beli masyarakat menurun, upah pekerja informal tidak sebanding dengan pekerja formal,” ujarnya. Ia berpendapat pertumbuhan ekonomi akan semakin melambat karena konsumsi rumah tangga masih menjadi pembentuk utama produk domestik bruto (PDB). Sementara konsumsi rumah tangga sendiri dipengaruhi oleh daya beli masyarakat.

“Harus diingat, Indonesia saat ini mengalami tantangan struktural yang serius di mana dapat dilihat dari sisi daya beli masyarakat yang terus tergerus dan pelemahan industri yang cukup serius, sehingga dibutuhkan paket kebijakan stimulus,” kata Ibrahim. 

Ibrahim juga merujuk pada data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan konsumsi rumah tangga mendistribusikan hingga 54,04 persen pertumbuhan ekonomi pada 2024. Ibrahim menekankan pemerintah perlu memperhatikan konsumsi rumah tangga, terutama dalam menyusun kebijakan ekonomi di tahun ini. 

Adapun selain faktor internal, sejumlah sentimen eksternal turut menekan nilai tukar rupiah. Presiden AS Donald Trump, kata Ibrahim, telah mengumumkan tarif impor baru untuk baja dan aluminium sebesar 25 persen. “Langkah ini telah meningkatkan kekhawatiran atas meningkatnya ketegangan perdagangan dan dampak potensialnya terhadap ekonomi global,” ujar Ibrahim. Kemudian tarif balasan China atas barang-barang AS, lanjut dia, juga akan mulai berlaku hari ini. 

Analis ini juga menyoroti perkataan Trump pada Minggu, 9 Februari 2025. Trump menyebut AS telah membuat kemajuan dengan Rusia untuk mengakhiri perang Ukraina. Namun, Trump menolak memberikan rincian tentang komunikasi apapun yang ia lakukan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Sementara, kata Ibrahim, sanksi yang dijatuhkan pada perdagangan minyak Rusia pada tanggal 10 Januari mengganggu pasokan Moskow ke klien utamanya, China dan India.

Tak hanya itu, Washington juga meningkatkan tekanan terhadap Iran minggu lalu. Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi baru terhadap beberapa individu dan kapal tanker yang membantu mengirimkan jutaan barel minyak mentah Iran per tahun ke China.

Sementara itu, investor menilai laporan inflasi Januari dari China. Indeks harga konsumen (IHK) naik moderat pada Januari, sementara indeks harga produsen (PPI) mengalami penurunan yang konsisten. Data ini, Ibrahim menerangkan, menyoroti pelemahan berkelanjutan dalam belanja rumah tangga dan aktivitas industri, pendorong utama pertumbuhan ekonomi. 

“Pasar mencermati respons kebijakan China,” kata Ibrahim. Ia berpendapat inflasi yang lemah dapat mendorong Beijing untuk meluncurkan lebih banyak langkah stimulus, seperti pemotongan suku bunga atau belanja infrastruktur. Hal tersebut, dia berujar, untuk meningkatkan ekonomi China yang lesu.

Ervana Trikarinaputri

Ervana Trikarinaputri

Lulusan program studi Sastra Inggris Universitas Padjadjaran pada 2022. Mengawali karier jurnalistik di Tempo sejak pertengahan 2024.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus