Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kerajaan Saudi memperketat pengawasan pelaksanaan ibadah haji mulai tahun ini. Jamaah yang masuk Mekah tanpa visa haji, langsung ditangkap dan dideportasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi hukuman tidak sampai di situ. Saudi juga menjatuhkan hukuman denda senilai puluhan juta rupiah dan yang berat: dilarang masuk Mekah selama 10 tahun. Bahkan untuk otak di belakang pelanggaran in i masih ditambah hukuman penjara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasib apes ini dialami sejumlah WNI yang mencoba melakukan ibadah haji dengan visa ziarah dan umrah. Hasilnya, setidaknya dua rombongan ditangkap. Yang pertama, 22 orang ditangkap polisi Saudi ketika akan mengambil miqat di Bir Ali, beberapa kilo meter sebelum Mekah.
Rombongan kedua berjumlah 37 orang, yang kedapatan hanya memiliki visa ziarah tetapi diduga kuat berniat untuk berhaji.
Konjen RI Jeddah Yusron B. Ambarie mengatakan penahanan 27 WNI tersebut dilakukan di Madinah pada Sabtu siang, 1 Juni 2024.
"Tiga puluh tujuh orang ditangkap di Madinah oleh aparat keamanan di Madinah, 16 perempuan, laki-laki 21 orang. Dari Makassar," ujar Yusron di Mekah, seperti dikutip Antara.
Menurut Yusron, mereka terbang dari Indonesia ke Doha, lalu ke Riyadh. Saat perjalanan ke Madinah, polisi Arab Saudi melakukan pengecekan dan mendapati mereka yang diduga akan berhaji.
Dari hasil pemeriksaan aparat keamanan, diketahui puluhan WNI tersebut menggunakan atribut haji palsu yang selama ini dipakai oleh jamaah calon haji Indonesia resmi.
"Gelang haji palsu, kartu id palsu, dan ada juga yang memalsukan visa haji," kata Yusron.
Dari 37 orang itu, ada seorang koordinator berinisial SJ. Dia menggunakan visa multiple yang berlaku untuk satu tahun. Selain SJ, kata dia, ada satu orang koordinator lainnya yang sedang diburu berinisial TL.
"Mereka yang sudah ditangkap saat ini sedang diperiksa kepolisian. Di sini proses pemeriksaan cepat," ucap dia.
Menurut dia, sebelum penangkapan 37 orang ini, ada juga 19 orang yang diamankan, namun dibebaskan kembali karena tidak terbukti mereka akan berhaji.
"Mereka mengaku akan pergi ke keluarganya di Jeddah, tim KJRI berhasil membantu mereka untuk dibebaskan. Kami minta mereka segera pulang dan tidak coba-coba untuk berhaji," ujarnya.
Sementara untuk 22 orang yang ditangkap di Bir Ali saat akan mengambil miqat, kata dia, Sabtu malam sudah diterbangkan ke tanah air.
Yusron kembali mengimbau agar masyarakat Indonesia mentaati ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi. Apalagi sanksi yang diterapkan berat yakni denda 10 ribu riyal (Rp43 juta), deportasi, dan dilarang masuk Mekah selama 10 tahun.
Sementara untuk koordinator hukumannya lebih berat lagi, yakni denda 50 ribu riyal, ditahan enam bulan, dan diblokir masuk ke Saudi selama 10 tahun.
"Marilah kita taati ketentuan pemerintah Arab Saudi, jangan sampai uang hilang haji melayang," katanya.
Visa haji mutlak diperlukan
Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Nasrullah Jasam menegaskan untuk melakukan wukuf di Arafah jamaah calon haji harus memiliki visa haji.
"Dokumen utama jamaah haji ada dua yaitu paspor dan visa haji. Ini harus diingat oleh jamaah yang akan melaksanakan haji," ujar Nasrullah Jasam di Mekah.
Selain itu, lanjutnya, Arab Saudi membagikan smart card (kartu pintar) mulai tahun ini. Kartu pintar ini berfungsi saat jamaah akan masuk Arafah.
Kartu tersebut layaknya seperti ID Card yang bisa mengidentifikasi jamaah. Bahkan Pemerintah Arab Saudi bisa mengetahui apakah jamaah tersebut telah memenuhi syarat berhaji atau tidak.
"Jamaah yang akan masuk Arafah harus punya smart card. Dan untuk punya ini, jamaah harus punya visa haji," katanya.
Saat ini smart card mulai diaktivasi oleh petugas Maktab secara bertahap untuk kemudian dibagikan kepada jamaah. Smart card itu nantinya akan diperiksa ketika jamaah masuk wilayah masyair (Arafah, Muzdalifah, dan Mina).
Ada tiga landasan ketentuan yang menegaskan bahwa berhaji harus menggunakan visa haji, bukan visa ziarah atau visa lainnya.
"Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji mujamalah (undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi)," kata Petugas Media Center Haji (MCH), Kemenag Widi Dwinanda dalam konferensi pers, 28 Mei 2024.
Penggunaan visa mujamalah untuk berhaji, ujar dia, populer di kalangan masyarakat Indonesia dengan sebutan haji furoda, yang menggunakan visa undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Biaya untuk haji furoda sangat mahal, mulai 20 ribu dolar AS atau sekitar Rp300 juta.
Ia juga menekankan jamaah calon haji yang menggunakan visa tersebut wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
"Kedua, fatwa Haiah Kibaril Ulama (Perkumpulan Ulama Besar) Arab Saudi yang mewajibkan adanya izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan haji," ujarnya.
Menurut dia, ada empat alasan yang disampaikan pada fatwa tersebut, yakni pertama, kewajiban memperoleh izin haji didasarkan pada apa yang diatur dalam syariat Islam dan kedua, kewajiban untuk mendapatkan izin haji sesuai ketentuan yang akan menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada jamaah haji.
Ketiga, katanya, kewajiban memperoleh izin haji bagian dari ketaatan kepada pemerintah serta keempat, haji tanpa izin tidak diperbolehkan sebab kerugian yang diakibatkan hal itu tidak terbatas pada jamaah, tetapi meluas pada jamaah lain.
Menurut fatwa tersebut, ujarnya, tidak boleh berangkat haji tanpa mendapat izin dan berdosa bagi yang melakukannya karena melanggar perintah pemerintah.
"Pemerintah (Arab) Saudi telah menetapkan sanksi berhaji tanpa visa dan tasreh resmi," ucapnya.
ANTARA