Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sejarah BPOM, Semacam Badan Pengawas Obat dan Makanan Sudah Ada Sejak Zaman Kolonial Belanda

Sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, bagaimana sejarah Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM?

14 Agustus 2024 | 12.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DKI Jakarta menguji sampel takjil di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 3 April 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM yang kita kenal saat ini memiliki sejarah panjang yang bermula dari zaman kolonial Belanda. Sejak dahulu, keberadaan lembaga ini telah menjadi bagian integral dari upaya pengawasan obat dan makanan di Indonesia, dengan peran yang terus berkembang seiring waktu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari Repository UIN Sunan Kalijaga, pembentukan BPOM dapat ditelusuri kembali ke masa kolonial Belanda, di mana lembaga ini pertama kali dikenal dengan nama De Dient De Valks Gezonheid (DVG). 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada masa itu, DVG berada di bawah naungan perusahaan farmasi milik Belanda dan memiliki dua fungsi utama, yakni sebagai produsen obat-obatan kimia dan sebagai pusat penelitian farmasi. DVG memainkan peran penting dalam memastikan ketersediaan obat-obatan yang aman dan efektif bagi masyarakat kolonial.

Setelah Indonesia merdeka, DVG resmi menjadi milik pemerintah Indonesia dan berubah nama menjadi Inspektorat Farmasi. Perubahan ini menandai awal dari pengawasan farmasi yang dikelola sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. Tiga tahun kemudian, Inspektorat Farmasi kembali mengalami perubahan nama menjadi Inspektorat Urusan Farmasi.

Pada 1976, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur organisasi ini, yang kemudian melahirkan Direktorat Jenderal Farmasi. Direktorat Jenderal Farmasi menjadi lembaga khusus yang bertanggung jawab atas pengawasan dan penelitian peredaran obat dan makanan di Indonesia. Lembaga ini bekerja sama dengan beberapa institusi terkait, seperti Departemen Kesehatan, Lembaga Farmasi Nasional, dan Industri Farmasi Negara.

Pada 1975, pemerintah Indonesia kembali melakukan perubahan dengan mengubah Direktorat Jenderal Farmasi menjadi Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Dengan perubahan ini, cakupan tugas lembaga ini diperluas untuk mencakup pengawasan tidak hanya pada obat dan makanan, tetapi juga kosmetika, alat kesehatan, obat tradisional, narkotika, dan bahan berbahaya lainnya. 

Untuk mendukung tugas-tugas ini, dibentuklah unit pelaksana teknis, seperti Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan di pusat dan Balai Pengawas Obat dan Makanan di seluruh provinsi.

Sejarah BPOM mencapai titik penting pada 2000, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 yang kemudian diubah dengan Keppres Nomor 103 Tahun 2002, BPOM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). 

Status ini menjadikan BPOM sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan. Langkah ini diikuti oleh Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM pada tanggal 26 Februari 2001 yang mengatur organisasi dan tata kerja BPOM.

Dilansir dari laman resmi BPOM, seiring dengan kemajuan teknologi, perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional, dan gaya hidup konsumen tersebut yang meningkatkan risiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. 

Maka, BPOM membentuk Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang ditujukan untuk mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk, termasuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. 

Adapun, BPOM sendiri memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM menyelenggarakan fungsi:

  1. penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
  2. pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
  3. penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;
  4. pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;
  5. koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi pemerintah pusat dan daerah;
  6. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
  7. pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
  8. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;
  9. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggug jawab BPOM;
  10. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM; dan 
  11. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM. 

2. Pengawasan Sebelum Beredar adalah pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan pencegahan untuk menjamin Obat dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.

3. Pengawasan Selama Beredar adalah pengawasan Obat dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan serta tindakan penegakan hukum.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus