Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Light rail transit Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi atau LRT Jabodebek telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada, Senin, 28 Agustus 2023. Dengan beroperasinya transportasi tersebut, masyarakat dapat mulai menggunakan kereta ringan ini untuk kegiatan sehari-hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LRT Jabodebek sendiri memiliki kisah panjang sebelum akhirnya diresmikan operasionalnya oleh Jokowi. Sejumlah polemik pun muncul di tengah proses pembangunannya. Mulai dari pembengkakan biaya, uji coba yang dihentikan, hingga jembatan lengkung yang disebut salah desain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas, bagaimana sejarah LRT Jabodebek yang kini telah resmi beroperasi?
Sejarah LRT Jabodebek
Melansir laman lrtjabodebek.adhi.co.id, kemacetan parah di Jakarta adalah salah satu hal yang menjadi latar belakang mengapa pemerintah akhirnya ingin membangun Light Rail Transit (LRT) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi atau Jabodebek. Tujuannya adalah untuk mengurangi kepadatan dan kemacetan di Jalan Tol Jakarta Cikampek, serta Jalan Tol Jagorawi.
Salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Adhi karya (Persero) Tbk. mengusulkan untuk membangun jalur LRT dengan trase Cibubur–Cawang, Bekasi Timur–Cawang & Cawang – Dukuh Atas. Adapun konsep pemerintah dalam mewujudkan transportasi umum adalah menawarkan moda transportasi yang aman, nyaman, dan terjangkau sehingga dapat memicu pengendara kendaraan pribadi beralih ke moda transportasi umum.
Setelah proyek LRT yang masuk dalam proyek strategis nasional disetujui, pemerintah pun menunjuk empat perusahaan BUMN untuk membangun sarana dan prasarananya. Mereka adalah PT Adhi Karya selaku pembangunan prasarana dan fasilitas, PT Len Industri untuk menggarap persinyalan dan PSD (Platform Screen Door), PT INKA sebagai pembuat rangkaian armada LRT, dan PT Kereta Api Indonesia atau PT KAI selaku operatornya.
Peletakan batu pertama atau groundbreaking LRT Jabodebek sendiri dilakukan oleh Jokowi pada 9 September 2015. Groundbreaking ini dilakukan di wilayah dekat rencana Stasiun LRT TMII. Pembangunan fase I itu pun ditargetkan selesai pada 2018, sebelum Asian Games 2018 diadakan.
Namun, target tersebut tidak tercapai karena adanya sejumlah masalah dalam tahap pengerjaannya, salah satunya adalah pembebasan lahan yang belum selesai. Pada November 2020, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau langsung kegiatan uji coba persinyalan LRT Jabodebek dengan melakukan perjalanan dari rute Stasiun TMII ke Stasiun Harjamukti. Keseluruhan pelayanan pun direncanakan beroperasi pada Juli 2022. Namun, lagi-lagi rencana tersebut harus diundur hingga seluruh proses konstruksinya selesai.
Memasuki Maret 2023, proses pembangunan kereta ringan tersebut telah mencapai 90 persen. Pada 28 Agustus 2023, LRT Jabodebek pun diresmikan dan mulai beroperasi untuk masyarakat umum.
Di sisi lain, pembangunan LRT Jabodebek merupakan amanat Perpres Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Penunjukan itu menugaskan Adhi Karya untuk membangun sarana LRT Jabodebek, termasuk konstruksi jalur layang, stasiun, dan fasilitas operasi.
Untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan LRT Jabodebek, pada 2016 Perpres tersebut pun diubah melalui Perpres Nomor 65 Tahun 2016. Pada perubahan ini Adhi Karya ditugaskan juga untuk membangun prasarana depo. Selain itu, PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga ditunjuk sebagai operator LRT Jabodebek.
Selain itu, PT Len Industri juga dilibatkan dalam penggarapan persinyalan dan PSD (Platform Screen Door) sebagai mekanisme pengamanan penumpang. Sedangkan, PT INKA bertanggung jawab untuk membangun armada LRT Jabodebek.
Pada 2017, Perpres tersebut kembali diubah melalui Perpres Nomor 49 tahun 2017. Perubahan ini mengarah pada perubahan skema pendanaan LRT Jabodebek. Pendanaan tidak lagi menggunakan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara atau APBN.
Dengan begitu, PT KAI selaku operator LRT harus menjadi investor utama dan mencari pendanaan untuk LRT Jabodebek. Negara tetap memberikan Penyertaan Modal negara (PMN) kepada KAI dan Adhi Karya sebagai bantuan pendanaan.
Selanjutnya: Polemik Longspan LRT Jabodebek...
Biaya Membengkak dan Longspan Disebut Salah Desain
Jika merujuk target awal pemerintah, proyek dengan lintasan kereta sepanjang 44,43 kilometer itu ditargetkan beroperasi komersial pada 2019. Namun target kemudian diundur menjadi 2021 di antaranya karena kendala utama pembebasan lahan, lalu molor menjadi 2022, hingga sempat digadang-gadang menjadi kado HUT RI ke-78 sebelum akhirnya resmi beroperasi pada 28 Agustus 2023.
Berlarut-larutnya pengerjaan proyek LRT Jabodebek ini akhirnya merembet ke pembengkakan biaya (cost overrun). Biaya proyek membengkak sekitar Rp 2,6 triliun, dari Rp 29,9 triliun menjadi Rp 32,5 triliun.Untuk proyek ini, PT KAI mendapat pinjaman dari sindikasi 15 bank sebesar Rp 20 triliun lebih dan suntikan negara lewat Penyertaan Modal Negara atau PMN sebesar Rp 10,2 triliun.
Selain itu, penundaan peluncuran LRT ini juga membuat PT KAI (Persero) kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp 587,7 miliar. PT KAI merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membiayai pembangunan LRT Jabodebek.
Sebelum resmi beroperasi pada 28 Agustus 2023, LRT Jabodebek melakukan dua tahap uji coba terlebih dahulu. Namun, uji coba tahap pertama yang berlangsung pada 17-24 Juli 2023 harus dihentikan sementara karena adanya update sistem Automatic Train Supervisory (ATS). Sistem ini berfungsi untuk pengaturan rute saat LRT beroperasi.
Namun, pada awal Agustus, LRT Jabodebek sempat menjadi perbincangan usai jembatan lengkung bentang panjang (longspan) untuk kereta ringan itu disebut salah desain. Adapun jembatan rel lengkung ini menghubungkan jalan Jalan Gatot Subroto dan Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan bahwa salah desain longspan LRT Jabodebek mengakibatkan pada tikungan tajam, laju kereta harus diperlambat. Padahal, jika tikungan jembatan itu digarap melebar, maka kereta LRT Jabodebek bisa tetap melaju dengan kencang.
Jembatan lengkung LRT itu dibangun di atas flyover Tol Dalam Kota dan membentang sepanjang 148 meter. Longspan LRT ini memiliki radius lengkung 115 meter dan bisa mengangkut beton seberat 9.688,8 ton.
Menanggapi hal itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pernah menyebut kondisi lekukan longspan yang memang tidak mudah.
"Lekukan itu kan memang tidak mudah," kata Erick pada awak media di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat pada Jumat, 4 Agustus 2023. "Perlu ada perbaikan dan itu sudah dilakukan sebenarnya. Jadi, bukannya sekarang belum baik," ujar Erick.
Dia menjelaskan, perbaikan itu telah dilakukan sebelum uji coba lekukan tersebut. Menurut Erick, longspan tersebut susah dan tanpa sambungan.
"Buktinya begini, kalau takut, Pak Presiden (Joko Widodo) saja sudah naik tiga kali," tutur Erick.
Senada dengan Erick, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono juga menyebut jika jembatan tersebut sudah sesuai rencana. Bahkan, longspan itu sudah lulus uji Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) yang berada di bawah Kementerian PUPR.
Selanjutnya: LRT Jabodebek Bikin Harga Rumah di Bekasi Naik....
Bikin Harga Rumah Naik
Keberadaan LRT Jabodebek ternyata tak hanya menjadi alternatif transportasi, tetapi juga menambah nilai jual properti. Senior VP Listing Business 99 Group Indonesia, Faizal Abdullah, mengatakan ada kenaikan harga rumah di Bekasi efek dari peresmian LRT Jabodebek. “Keberadaan LRT Jabodebek secara perlahan semakin mengangkat daya tarik kawasan Bekasi sebagai tempat tinggal atau investasi,” ujar Faizal melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa, 17 Oktober 2023.
Hasil riset dari 99 Group pada Oktober 2023, menunjukkan tren harga rumah tahunan mengalami kenaikan sebesar 2,5 persen pada September 2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Harga rumah di Kota Medan, Sumatera Utara menjadi yang tertinggi dengan jumlah kenaikan sebesar 8,8 persen, disusul dengan Denpasar 5,7 persen, dan Bekasi 5,3 persen.
Dari aspek selisih pertumbuhan indeks harga dan inflasi tahunan, Bekasi memiliki selisih yang tinggi di Jabodetabek, yakni sebesar 2,9 persen. Kemudian, disusul wilayah Tangerang (1 persen) dan Jakarta (0,1 persen).
“Pertumbuhan selisih secara positif di Bekasi menunjukkan bahwa nilai properti di wilayah ini mengalami kenaikan yang kuat dan tentunya ini menguntungkan pemilik properti sebagai aset investasi yang bertumbuh secara signifikan,” kata dia.
RADEN PUTRI | TIM TEMPO
Pilihan Editor: Cara Dapat Gigi Palsu Menggunakan BPJS Kesehatan dan Biayanya