Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sengkarut Minyak untuk Timor Leste

Ekspor Premium dan solar Pertamina ke Timor Leste terhambat urusan izin. Spesifikasi bahan bakar untuk ekspor akan diubah.

27 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Sengkarut Minyak untuk Timor Leste
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sudah hampir dua bulan ini rakyat Timor Leste kesulitan mengisi kendaraan mereka dengan Premium dan solar. Stok bahan bakar itu sering kosong di pompa bensin. Kalaupun ada, harganya melonjak. Harga solar naik 3,5 persen menjadi US$ 1,17 dan harga Premium naik 9,3 persen menjadi US$ 1,29.

"Harga dipengaruhi suplai Pertamina," kata Ernesto Monteiro, pejabat di Kementerian Ekonomi Timor Leste. Saat ini Pertamina menguasai 60 persen pangsa pasar, sisanya diperebutkan Esperansa Timor Oan, Nagaruto, dan Tiger Fuel.

Pasokan Premium dan solar dari Pertamina ke Timor Leste memang tertahan sejak Juli lalu. Penyebabnya, Kementerian Perdagangan menunda penerbitan izin ekspor komoditas itu. "Kami perlu beberapa klarifikasi," kata Dedy Saleh, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, kepada Tempo bulan lalu.

Kelangkaan itu memicu maraknya penyelundupan. Tempo menemukan pedagang minyak eceran di Dili membeli minyak dengan harga lebih murah daripada harga Pertamina, yaitu US$ 0,80-0,90. bahan bakar minyak ini diyakini hasil penyelundupan karena harga BBM Pertamina yang paling murah. "Kami sangat dirugikan," kata Ida Bagus Ru Adhi Atma Wiguna, Sales Representative Pertamina Timor Leste.

Lambatnya izin ekspor menghambat rencana Pertamina yang ingin menjadi penyuplai BBM untuk pembangkit listrik di Timor Leste. Saat ini bekas provinsi ke-27 Indonesia itu baru mengoperasikan dua dari tujuh pembangkit listrik. "Ini peluang," kata Jeffry Affandi, Manajer Pertamina Timor Leste.

Sebelumnya, pasokan BBM ke Timor Leste juga sempat terhenti. Ribuan kiloliter solar, Premium, dan minyak tanah dilarang masuk petugas Bea dan Cukai Kupang, Nusa Tenggara Timur. Izin baru terbit setelah Kementerian Perdagangan mengeluarkan diskresi yang hanya berlaku hingga 31 Juni 2012.

Seorang pejabat di Bea-Cukai mengatakan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012, ekspor BBM jelas dilarang. Namun Evita Legowo, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi, berkukuh BBM yang diekspor berbeda dengan BBM yang diatur dalam Peraturan Presiden.

"Itu bukan subsidi, harganya saja berbeda," katanya. Pendapat Evita ditolak petugas pabean. Mereka berpedoman pada kode Harmony System atau uraian barang setiap komoditas ekspor yang berlaku secara internasional.

Kode uraian barang BBM yang diekspor Pertamina memang sama persis dengan jenis BBM bersubsidi. "Berarti barangnya sama," kata si pejabat. Pejabat itu menegaskan bukan kewenangan Bea-Cukai menafsirkan aturan seperti yang diuraikan Evita. "Kalau mau ekspor harus menerbitkan surat diskresi terlebih dulu," katanya.

Martediansyah, juru bicara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, bungkam atas kasus penahanan BBM Pertamina. "Prinsipnya, selama ada izin Kementerian Perdagangan, tidak akan kami tahan," katanya.

Polemik penafsiran BBM bersubsidi itu membuat Pertamina menyiapkan beberapa opsi. Pilihan tersebut antara lain mengubah warna BBM yang diekspor agar berbeda dengan spesifikasi BBM bersubsidi, dan mendatangkan BBM dari negara lain. Juru bicara Pertamina, Ali Mundakir, tak membantah tudingan bahwa pihaknya tengah menggodok opsi tersebut, tapi ia enggan menguraikan.

Sejak Juli lalu, Pertamina bergerilya melobi beberapa kementerian. Namun pendekatan tersebut belum membuahkan hasil, kecuali izin diskresi dari Kementerian Perdagangan. Atma Wiguna mengatakan, izin diskresi baru keluar pada 5 Agustus lalu. Saat ini pihaknya tengah menunggu kedatangan 1.200 kiloliter Premium dan 1.600 kiloliter solar dari kilang Balikpapan.

Direktur Jenderal Asia-Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Yuri Octavian Thamrin menilai seretnya ekspor BBM ke Timor Leste bakal mencederai komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada Mei lalu, Yudhoyono menghadiri pelantikan Presiden Taur Matan Ruak dan menandatangani kerja sama ekonomi.

Kerja sama selama ini, menurut Yuri, mendatangkan keuntungan berupa surplus perdagangan luar negeri. "Kita kubur masa lalu. Kita sebagai saudara tua harus menjalin hubungan karena banyak manfaatnya," katanya.

Akbar Tri Kurniawan (Jakarta), Jose Sarito Amaral (Dili)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus