Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berebut Pulau Kaya Gas

Kalimantan Selatan dan Sulawesi Barat memperebutkan pulau seluas 3,5 hektare di tengah Selat Makassar. Menyimpan cadangan gas raksasa.

27 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Berebut Pulau Kaya Gas
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

BABAK baru sengketa Pulau Larilarian atau kerap pula disebut Pulau Lereklerekan segera dimulai. Bulan lalu, Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh dan Bupati Majene Kalma Katta sudah meneken surat kuasa kepada ahli hukum Yusril Ihza Mahendra agar mewakili mereka dalam upaya merebut kembali pulau itu dari Kalimantan Selatan.

"Sepak terjang Pak Yusril akan sangat membantu kami," kata Rusbi Hamid, Rabu pekan lalu. Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Majene ini juga mengetuai tim advokasi politik untuk Pulau Lereklerekan bentukan Pemerintah Kabupaten Majene.

Luas Pulau Larilarian, begitu warga Kalimantan Selatan menyebutnya, hanya 3,5 hektare. Letaknya di tengah Selat Makassar, tepatnya 60 mil laut ke arah timur dari Kalimantan Timur dan 80 mil laut ke arah barat dari Sulawesi Barat. Dalam setahun terakhir, kedua provinsi itu memperebutkannya. Hingga berapa kali, secara bergantian, mereka menancapkan papan selamat datang tanda kepemilikan.

Kalimantan Selatan mengklaim telah lama mengelola pulau tersebut. Salah satunya dibuktikan dengan penamaan pulau dalam peta berupa Pulau Larilarian, bukan Pulau Lereklerekan sebagaimana versi Sulawesi Barat. Kini mereka di atas angin karena pada Mei lalu Mahkamah Agung mengabulkan permohonan judicial review mereka terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri, yang menetapkan Pulau Lereklerekan berada di wilayah administrasi Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.

Sumber Tempo mengatakan, meski nyaris tak tampak di peta, Pulau Larilarian menjadi primadona lantaran laut di sekitarnya diyakini menyimpan cadangan gas raksasa. Di sana terdapat Blok Sebuku seluas 2.300 kilometer persegi yang dioperasikan Pearl Oil (Sebuku) Limited, anak perusahaan Mubadala Petroleum, kontraktor migas asal Abu Dhabi.

Merujuk pada rencana pengembangan empat tahun lalu, salah satu ladang gas di dalam Blok Sebuku, Lapangan Rubi, diyakini memiliki cadangan 370 miliar kaki kubik dan akan berproduksi 100 juta kaki kubik mulai tahun depan.

"Yang diincar tentu saja dana bagi hasil dan sepuluh persen participating interest yang harus ditawarkan oleh kontraktor kepada perusahaan nasional," ujarnya. Dari beberapa pengalaman, participating interest alias saham partisipasi yang diwajibkan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi itu diambil alih oleh perusahaan daerah.

Tak mengherankan bila sejak 2010 kedua daerah itu bergerak cepat mendirikan perusahaan daerah. Kotabaru, kabupaten di Kalimantan Selatan yang terdekat dengan Blok Sebuku, mendirikan badan usaha milik daerah Sa-ijaan Mitra Lestari. Sedangkan Provinsi Sulawesi Barat mendirikan BUMD Sulawesi Barat dengan menggandeng Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Harry Warganegara.

Harry, yang kini Presiden Direktur BUMD Sulawesi Barat, tak menampik berminat terhadap Blok Sebuku. Namun perusahaan yang dikelolanya tak didirikan hanya untuk meminta participating interest. Hingga kini, sedikitnya ada enam proyek bernilai triliunan rupiah di provinsi hasil pemisahan dari Sulawesi Selatan itu, misalnya pelabuhan umum, shore base, pembangkit listrik, dan depo minyak. "Pekerjaan saya mencarikan pendanaannya," kata Harry, yang pernah bekerja di banyak perusahaan pembiayaan internasional.

Dihubungi pada Kamis tiga pekan lalu, Yusril membenarkan telah ditunjuk sebagai kuasa hukum Provinsi Sulawesi Barat. Menurut dia, putusan Mahkamah Agung pada Mei lalu merupakan uji materi perundang-undangan, bukan menetapkan Kalimantan Selatan sebagai pihak yang berwenang mengelola Pulau Lereklerekan.

Dia akan mengajukan gugatan sengketa kewenangan pulau tersebut kepada Mahkamah Agung dalam waktu dekat. "Kami akan membuktikan pulau itu sudah lama sekali menjadi bagian dari Sulawesi Selatan sebelum dimekarkan menjadi Sulawesi Barat," katanya.

Menurut Kepala Dinas Hubungan Masyarakat Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Rinto Pudyantoro, sengketa pulau ini tak banyak mempengaruhi rencana produksi Pearl Oil. "Hanya menyebabkan urusan yang seharusnya tak ada menjadi ada," katanya tanpa memerinci urusan tersebut. BP Migas dan Pearl Oil tak akan ikut campur dalam sengketa ini. "Kami hanya ingin masalah ini segera selesai."

Agoeng Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus