Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hary Tanoesoedibjo belum mau bicara banyak tentang Global TV. Presiden Direktur PT Media Nusantara Citra (MNC) Tbk ini cuma memberi jawaban singkat ihwal rencana mengubah salah satu stasiun televisi miliknya itu menjadi stasiun khusus berita. "Sekarang saya tak pada posisi menjelaskan itu," katanya kepada Tempo, Selasa siang tiga pekan lalu.
Sekretaris perusahaan MNC sekaligus Direktur Pemberitaan Global TV, Arya Mahendra Sinulingga, tak memperjelas maksud bosnya. Dia justru menyatakan tak ada persiapan Global TV berubah dari saluran hiburan ke saluran berita. Tapi buru-buru ia menambahkan, "Nanti kalau sudah ada kepastian, saya kabari."
Sikap Hary Tanoe terlihat agak mundur dibanding ucapannya sewaktu mengungkapkan rencana menjadikan Global TV sebagai televisi berita pada 28 Juni lalu di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta. Tanpa ditanya, kepada pers ia menyatakan, "Satu hal yang perlu diketahui, kami ingin memposisikan Global sebagai televisi berita dalam waktu dekat."
Kala itu Hary, sebagai Presiden Direktur PT Bhakti Investama Tbk, baru saja diperiksa penyidik KPK. Dia memberikan keterangan tentang kasus suap pegawai pajak Tommy Hindratno yang diduga terkait dengan Bhakti Investama.
Sebelumnya, secara berapi-api Hary mengaku telah diserang lewat pemberitaan tak berimbang di sejumlah media seputar kasus itu. Lantas pria kelahiran Surabaya pada 1965 ini mengaitkan dengan kiprahnya di Partai NasDem, yang akan berlaga di Pemilihan Umum 2014. Hary menjadi Ketua Dewan Pakar di partai baru yang diĀsponsori oleh bos Media Group, Surya Paloh, tersebut. Dia mengaku kesal terhadap semua serangan itu, mengingat dirinya pemimpin sejumlah media, termasuk RCTI, MNC TV, Global TV, dan koran Sindo. "(Tekad) saya sudah bulat terjun ke dunia politik."
Bhakti Investama mengakuisisi PT Bimantara Citra Tbk, pemilik RCTI, pada 2002. Lalu sekitar tiga tahun kemudian, melalui PT MNC, Bimantara mencaplok PT Global Informasi Bermutu, pengelola Global, dengan membeli sisa saham dari PT Titian Paraputra Sejahtera seharga US$ 5 juta. Global, yang didirikan sejumlah tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, memperoleh izin siar sebagai televisi pendidikan pada Oktober 1999.
Sejumlah sumber Tempo di Grup MNC menuturkan perubahan format dilakukan sejak sekitar dua bulan lalu. Sejumlah program berita politik diciptakan, tapi petinggi Global TV dinilai terlalu lamban. "Maunya enggak jelas. Bagian bisnis jadi bingung," ucap seorang sumber.
Menurut sumber lain, tiga program feature diganti untuk mewadahi program berita politik dan nasional. Muncullah program Indonesia Bicara yang tayang pukul 12.00-13.00 serta parodi politik Apa Maunya Indonesia pukul 18.00-19.00.
Sebelumnya, Global TV memiliki program berita Buletin Indonesia Malam dan Buletin Indonesia Siang, yang masing-masing berdurasi 30 menit. Belakangan, acara parodi politik dicopot setelah dua pekan tayang lantaran rating dan share-nya jeblok. "Diganti film kartun." Walhasil, tambahĀan program berita baru berdurasi satu jam.
Namun menjadi televisi berita mengandung risiko. Anggaran puluhan miliar rupiah mesti disiapkan untuk menggeber berita 24 jam tanpa henti, padahal perolehan iklan program berita tak menggembirakan. Saat ini rating Global TV bertengger pada 6-7, sedikit lebih tinggi dari peringkat stasiun televisi berita yang 8 dan 9. "Belum ada perintah membatalkan rencana menjadi televisi berita," kata seorang sumber.
Di lingkungan Grup MNC, Global TV termasuk anak termiskin. Dari pendapatan MNC pada kuartal pertama 2012 sebesar Rp 1,31 triliun, Global hanya menyumbang 7 persennya, sedangkan RCTI 71 persen dan MNC TV 22 persen. Itu sebabnya, aroma kepentingan politik lebih tercium ketimbang motif mencari untung di balik rencana perubahan format. Global TV akan dipakai mendongkrak popularitas Partai NasDem dan Hary. "Rencana ke arah sana jelas sekali," kata sumber itu.
Toh, Manager Corporate Secretary dan Legal Global TV Ida Ayu Trisnamurti memastikan perubahan format murni dipicu pertimbangan bisnis. Stasiun itu ingin menjaring lebih banyak pemirsa ketimbang kondisi sekarang yang berfokus pada ibu rumah tangga dan anak-anak.
"Tak ada pertimbangan politik," ujar Trisnamurti kepada Gustidha Budiartie dari Tempo, Selasa tiga pekan lalu. Menurut Ina, begitu Trisnamurti disapa, Global TV akan memperbanyak program berita, tapi tak langsung berubah menjadi televisi berita seperti TV One dan Metro TV.
Jobpie Sugiharto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo