Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terganjal Lahan di Sei Mangke

Masalah birokrasi lahan menghambat pembangunan Kawasan Ekonomi Sei Mangke. Status kawasan terancam dicabut.

27 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Terganjal Lahan di Sei Mangke
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Jalan beton selebar 20 meter menghantar Tempo memasuki Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangke di Simalungun, Sumatera Utara, Rabu pekan lalu. Area seluas lebih dari 2.000 hektare itu masih didominasi tanam­an kelapa sawit milik PT Perkebunan Nusantara III. Tidak banyak aktivitas industri yang terlihat. Hanya tampak hilir-mudik truk dengan muatan buah sawit dan pekerja kebun yang sedang beristirahat.

Kawasan ekonomi ini sudah dicanangkan sejak 20 April 2007. PTPN III mengikhlaskan wilayahnya dijadikan pendukung Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia Koridor Sumatera itu.

Pembangunan kawasan dibagi dalam tiga tahap. Tapi baru fase pertama yang selesai dikerjakan. Area seluas 104 hektare itu sekarang sudah berubah menjadi jalan beton, percontohan kaveling lahan, saluran drainase, pembangkit listrik tenaga biomassa, pabrik pengolahan kernel sawit, serta pabrik kelapa sawit yang dioperasikan PTPN III.

Mulai 2011, pembangunan kawasan seharusnya sudah memasuki tahap kedua. Tapi lahan seluas 640 hektare itu belum tersentuh. Kegiatan pembangunan pabrik sama sekali tak ada.

"Sekarang masih dalam proses pemindahan status lahan dari ’hak guna usaha’ menjadi ’area penggunaan lain’ di Badan Pertanahan Nasional," kata Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Dedi Mul­yadi. "Mereka (BPN—Red.) beralasan proses rencana tata ruang wilayah belum selesai."

Perubahan status "area penggunaan lain" harus disertai perubahan rencana tata ruang wilayah Pemerintah Kabupaten Simalungun dan Provinsi Sumatera Utara. Tapi, Dedi menjelaskan, kalau sudah ada lokasi area dan izin lahan, berarti sudah mendapat persetujuan pemerintah daerah.

Kementerian Perindustrian ingin agar Kawasan Ekonomi Sei Mangke segera terwujud. Soalnya, banyak perusahaan yang sudah siap menanamkan modal di sana. Calon investor itu antara lain PT Unilever Oleochemical Indonesia dan PT  Citra­ Buana Madani. Ada pula PT Sinergi Oleochemical Nusantara, anak perusahaan PTPN III yang bekerja sama dengan PT Ferrostaal Indonesia dan PT Shimizu.

Beberapa investor sudah menandatangani nota kesepahaman dan pernyataan minat dengan PTPN III. "Setahu saya, perusahaan-perusahaan itu juga sudah mendekati BPN agar masalah ini segera selesai," kata Dedi.

Sebagai gambaran, Unilever saja menyiapkan investasi dengan nilai hampir Rp 2 triliun untuk membangun pabrik pengolahan minyak sawit. Pemerintah bahkan menyiapkan fasilitas keringanan pajak untuk Unilever. Jika perusahaan multinasional itu jadi menanamkan modal di Sei Mangke, akan semakin banyak investor yang tertarik masuk ke sana.

Unilever tentu senang mendapat kemudahan ini. Mereka sudah beberapa kali datang meninjau lokasi Sei Mangke. Tapi berlarutnya urusan lahan lama-lama membuat mereka gerah. Unilever akhirnya mengadukan masalah ini kepada Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.

Berang mendengar aduan Unilever, Hatta memberi waktu sebulan sejak akhir Juli lalu kepada Pemerintah Provinsi untuk menyelesaikan urusan lahan. "Kalau tidak bisa juga, kami cabut (status kawasan ekonomi). Kami tidak mau investasi dihambat hal-hal yang tidak prinsip," dia menegaskan.

Hampir sebulan sejak Hatta mengancam pembatalan Kawasan Ekonomi Sei Mangke, belum ada jalan keluar yang jelas tentang penyelesaian masalah lahan itu. Menurut Manajer Kantor Kawasan Industri Sei Mangke Abdul Halim, BPN mencoba menawarkan opsi sewa-menyewa lahan kepada investor selama satu tahun dan dapat diperpanjang. "Opsi itu ditolak para investor," kata Halim.

Kepala BPN Hendarman Supandji, yang baru dilantik pada Juni lalu, akan berupaya mendalami masalah di Sei Mangke. "Nanti saya cek dulu," kata Hendarman seusai rapat terbatas dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kementerian Perindustrian. Adapun Kementerian Perindustrian terus mendesak BPN agar urusan ini segera selesai. "Kami akan mengirim surat lagi ke BPN," kata Dedi.

Eka Utami Aprilia, Soetana Monang Hasibuan (Simalungun)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus