Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sesudah api, manunggal sakato

Dalam 31 hari, 221 toko dari 291 toko di pasar raya padang, yang terbakar musnah 30 mar'89, siap dibangun. 70 toko, sisa yang belum terbangun, rampung pertengahan juni 1989. berkat partisipasi berbagai pihak.

17 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMDA Kota Madya Padang seperti memiliki lampu Aladin. Dalam 31 hari, 221 toko dari 291 toko di Pasar Raya, yang terbakar musnah 30 Maret lalu, siap dibangun -- bahkan sudah bisa dipakai berjualan menjelang Lebaran. Prestasi yang agakya belum pernah digenggam oleh kota lain itu akan semakin mengkilap bila sisa yang belum terbangun -- 70 toko di lantai II -- rampung pertengahan Juni ini. Tapi benarkah ada lampu Aladin? Kalaupun ada, lampu itu menyala di dalam hati setiap orang, yang seia sekata menegakkan kembali Pasar Raya Padang dari puing-puing kehancurannya. Dan masih dalam suasana hati yang cerah itu pula, para pedagang diizinkan berjualan, tanpa repot membayar sewa dan tetek-bengek lainnya. Inilah keistimewaan kedua, yang juga tak akan pernah bisa ditemukan di kota lain dari negeri ini, yang selalu ricuh dengan urusan "bakar pasar dan gusur pedagang". Tersebut kisah, Pasar Raya yang dibangun pada 1965 itu, menjelang tengah malam, dilalap api. Mobil pemadam kebakaran milik Pemda Padang, dibantu dari Pemda Solok, Padangpanjang, Bukittingi dan dari PT Semen Padang, sulit masuk ke pusat kebakaran. Wali Kota Padang Syahrul Udjud, S.H. beserta penduduk kehabisan daya. Pagi harinya, semua toko di pasar itu sudah ditelan api. "Kerugian kira-kira Rp 2 milyar," kata Syahrul Udjud, penerima Adipura tiga kali itu, kepada TEMPO. Para pedagang prihatin. Menjelang Lebaran, mereka sudah menambah dagangannya dengan modal pinjaman bank atau menjual perhiasan istri. Harapannya: untung besar. "Saya pinjam dari bank Rp 3 juta. Tahu-tahu jadi abu," kata Deded, 31 tahun, seorang pedagang pakaian jadi. Nasib para pedagang itulah yang memicu semangat Syahrul untuk segera membangun pasar yang baru. Namun, banyak pedagang, seperti Iwan Bolo, 33 tahun, pesimistis. "Dari mana duit Wali Kota?" kata Iwan. Lalu beberapa pedagang menyarankan agar pemda mencari pinjaman dari bank dengan bunga rendah. Alhamdulillah, Bank Koperasi Indonesia, Bank Pembangunan Daerah Sum-Bar, dan Bank BNI memberi kredit dengan bunga 1 persen per bulan. Setelah dihitunghitung, biaya membangun seluruhnya Rp 500 juta. Di luar dugaan, para pedagang mendapat pinjaman Rp 600 ribu sampai Rp 1,8 juta. Belakangan muncul suara tak setuju. "Ini kan beban baru bagi pedagang," tutur suara nan sumbang itu. Umpat dan gerutuan disambut oleh para tokoh pemerintah dengan bantuan ekstra. Dari DPRD Padang Rp 1 juta, dari Gubernur Rp 24 juta, dari Menteri Perhubungan Azwar Anas Rp 2,5 juta. Syahrul cepat mengubah rencana. "Saya melihat peluang untuk mengeluarkan ajimat," kata Syahrul. Dia melakukan rapat koordinasi dengan berbagai pihak. Ajimat yang dia sarankan: Manunggal Sakato -- suatu sikap kerja sama yang didukung oleh semua pihak di Sum-Bar. Dengan manunggal, semua instansi dilibatkan. Serta-merta PLN Wilayah II menyumbang pemasangan instalasi listrik. Alat-alat berat disediakan Dinas PU Sum-Bar. Semuanya gratis. Bahkan seorang menteri yang tak mau disebut namanya menyumbang Rp 350 juta. Menteri Koperasi Bustanil Arifin menyerahkan Rp 50 juta. Konstruksi baja bangunan beratap gonjong dikerjakan secara cuma-cuma oleh ikatan alumni ITB cabang Sum-Bar. Ke-221 toko tadi -- semuanya di lantai bawah -- memerlukan dana Rp 321 juta, digarap 250 tukang. Kusen pintu yang semula dari kayu kini diganti dengan besi. "Jauh lebih cepat dan murah daripada diserahkan ke kontraktor," kata Humas Pemda Padang, Drs. Zul Khaidir. Kemudian, kredit yang sempat dipinjam itu disalurkan kepada pedagang. "Mereka perlu modal baru," kata Syahrul.Monaris Simangunsong & Fachrul Rasyid (Padang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum