Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kementerian PUPR akan menyerap abu batu bara menjadi bahan baku pembangunan infrastruktur.
KLHK tengah menggodok peraturan menteri untuk mendetailkan persyaratan pengelolaan limbah non-B3.
Partikel halus FABA berpotensi masuk ke tubuh manusia dan menyebabkan berbagai penyakit.
JAKARTA – Sejumlah perusahaan mulai menyusun rencana pemanfaatan fly ash dan bottom ash (FABA) dari pembakaran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dikecualikan sebagai limbah berbahaya dan beracun (B3). PT Adaro Energy Tbk, misalnya, hendak memanfaatkan limbah padat hasil pembakaran batu bara ini sebagai penetral air asam di wilayah tambang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Head of Corporate Communication Adaro, Febriati Nadira, menyatakan penempatan FABA di disposal batuan penutup dapat mencegah timbulnya air asam tambang. Perusahaan telah melakukan uji laboratorium untuk menguji pemanfaatan tersebut sekaligus memastikan kandungan limbah dengan menggandeng PT LAPI ITB. Menurut Nadira, pengujian tersebut membuktikan FABA tidak memenuhi indikator sebagai limbah B3. “Saat ini Adaro sedang berproses untuk mendapatkan izin pemanfaatan FABA sebagai media penetral air asam tambang,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum FABA dianggap sebagai limbah non-B3, Adaro mengelola limbah ini dengan menjadikannya bahan baku semen. Perusahaan mengirim limbah yang dihasilkan dari dua PLTU mereka ke dua pabrik semen di sekitar Kalimantan Selatan. “Dua PLTU Adaro berada di area yang cukup terpencil. Pengangkutan ke lokasi pemanfaatan membutuhkan biaya yang besar,” kata Nadira.
PT PLN (Persero) memanfaatkan FABA menjadi material bangunan. Limbah pembakaran dari PLTU Ropa di Nusa Tenggara Timur diolah menjadi batako dan akan digunakan untuk membantu pembangunan tempat ibadah, rumah, hingga sekolah di sekitarnya. Di PLTU Asam Asam Kalimantan Selatan, FABA digunakan sebagai bahan baku lapisan jalan. PLN juga memanfaatkan FABA hasil pembakaran di PLTU Suralaya, Banten, sebagai bahan baku di industri semen.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi, mengatakan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, PLN telah mengantongi izin pemanfaatan FABA dari PLTU Tanjung Jati B menjadi batako, paving block, dan beton pracetak untuk pembangunan rumah warga tidak mampu di sekitar pembangkit. Sepanjang 2020, FABA dari pembangkit ini telah menghasilkan 115.778 unit paving block dan 82.100 batako.
Limbah B3 berupa abu batu bara yang dijadikan urukan di pekarangan rumah warga di Jawa Timur, 2016. Dok Tempo/Ishomuddin
Berdasarkan data Sustainability Report PLN pada 2019, perusahaan tercatat menghasilkan 2,9 juta ton FABA. Sebanyak 6.344 ton di antaranya dikelola sendiri. Sedangkan jumlah FABA yang diolah pihak ketiga sebanyak 1,8 juta ton. Pihak ketiga ini antara lain pabrik semen yang menjadikan FABA sebagai bahan baku serta substitusi semen, serta perusahaan tambang batu bara yang menjadikan FABA sebagai penetral air asam tambang.
Agung menyatakan pemanfaatan tersebut akan ditingkatkan setelah FABA tak lagi masuk kategori limbah B3. “PLN memastikan tidak akan membuang limbah-limbah tersebut, tapi akan lebih mengoptimalkan pemanfaatannya, karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut, terutama bagi masyarakat,” kata dia.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rida Mulyana, berjanji akan mendorong pemanfaatan FABA yang lebih besar. Setelah program pembangunan pembangkit listrik 35 gigawatt terealisasi, konsumsi batu bara secara nasional diperkirakan mencapai 153 juta ton per tahun. Artinya, terdapat potensi produksi FABA sebesar 15,3 juta ton dalam satu tahun.
Dia mengatakan telah bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menyerap hasil olahan FABA menjadi bahan baku pendukung infrastruktur ke depan. “FABA paling cepat diserap Kementerian PUPR untuk tujuan konstruksi,” tuturnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati, menyatakan pengelolaan FABA dari PLTU tetap akan diawasi dengan prinsip kehati-hatian. “Walau sebagai limbah non-B3, tetap wajib dilakukan pengelolaan dan dilarang untuk dicampur limbah B3, dilarang dumping tanpa persetujuan pemerintah, dan dilarang dibuang ke TPA sampah,” katanya. Pihaknya tengah menggodok peraturan menteri untuk mendetailkan persyaratan dan standar pengelolaan limbah non-B3.
Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya, Rosa Vivien Ratnawati, di Jakarta, 2018. TEMPO/Imam Sukamto
Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Eksekutif Nasional Walhi, Dwi Sawung, sangsi terhadap kemampuan pengawasan pemerintah. “Selama ini pemerintah belum berhasil melakukan pengawasan secara ketat, menegakkan hukum secara efektif, dan mengendalikan pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan masyarakat,” tuturnya. Pemerintah justru seharusnya memperketat aturan pengelolaan limbah.
Yuyun Ismawati, Co-Founder Nexus3/BaliFokus Foundation, menggambarkan potensi pencemaran udara dari pelonggaran aturan limbah ini. Partikel halus dari fly ash, misalnya, berpotensi masuk ke tubuh manusia dan menyebabkan berbagai penyakit, dari infeksi saluran pernapasan hingga kanker. "Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan," ujarnya. Pasalnya, organ anak-anak yang belum berkembang sempurna akan kesulitan menyaring partikel kecil ini saat terhirup. Selain itu, anak-anak tidak bisa melakukan tindakan pencegahan sendiri seperti menggunakan masker.
Peneliti Indonesian Center for Environmental Law, Fajri Fadhilah, mendesak pemerintah untuk membatalkan pengecualian FABA dari limbah B3. Sebelumnya, para penghasil limbah terancam hukuman pidana jika lalai mengelola limbah. “Sekarang, alih-alih memperkuat pengawasan dan penjatuhan sanksi sehingga memperkecil risiko paparan, pemerintah justru melonggarkan aturan dengan mengeluarkan FABA dari daftar limbah B3,” kata dia.
Vindry Florentin
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo