Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Siapa melanggar konsensus

Iran, libya dan nigeria dianggap telah melanggar konsensus opec, menjual minyak di bawah harga patokan. pasaran tetap lemah. opec membatasi produksi minyaknya sampai 17,5 juta barel/hari. (eb)

17 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERMINTAAN dunia akan minyak OPEC (Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak) ternyata tetap lemah. "Situasi pasar bahkan menunjukkan perkembangan tidak menggembirakan sejak pertemuan terakhir (Mei) OPEC di Quito, dan ada tanda-tanda harga minyak melemah," kata Mana Said al-Oteiba. Menteri Perminyakan Uni Emirat Arab itu mengemukakan pendapat dalam kedudukannya sebagai ketua komite monitoring pasar yang beranggotakan UEA, Indonesia, Aljazair, dan Venezuela. Melemahnya harga patokan OPEC US$ 34 per barrel itu erutama terjadi sesudah sejumlah negara anggotanya meningkatkan produksi melebihi kuota dan memberikan potongan harga besar-besaran. Menganggap bahwa tindakan sepihak itu bisa mengancam keutuhan organisasi, komite monitring kemudian memanggil sidang darurat OPEC, 9 Juli, di Wina. "Kebocoran pada produksi adalah menjadi tanggung jawab sejumlah negara tertentu," ujar Oteiba. Secara tidak langsung dia kemudian menyebut Iran, Libya, dan Nigeria, sebagai para pelakunya. Sudah sejak sidang OPEC akhir Maret di Wina yang memutuskan membatasi produksi minyak para anggota sampai tingkat 17,5 juta barrel per hari, Iran menunjukkan sikap membangkang. Pembatasan terhadap produksi 13 anggota OPEC itu sesungguhnya dilakukan untuk mempertahankan harga patokan US$ 34 per barrel yang mendapat tekanan dari pasar minyak yang melimpah. Tapi Iran ketika itu berani menjual sebagian minyaknya dengan harga rata-rata US$ 29 per barrel. Dengan cara sepihak itulah, Teheran secara berangsur mendongkrak produksinya melampaui kuota 1,2 juta barrel per hari yang harus ditaatinya. Dan kini, menurut Menteri Perminyakan Iran Mohammad Gharazi, negeri itu merencanakan meningkatkan produksi hingga 3 juta barrel per hari -- 2,5 juta di antaranya akan diekspor. Produksi rata-rata negeri itu kini diduga sekitar 2,5 juta barrel per hari. Langkah menaikkan produksi, dan menjual minyak di bawah harga patokan juga diikuti Libya dan Nigeria. Kedua negara di Afrika ini mendapat tekanan dari pembeli agar mau menjual minyak masing-masing di bawah harga patokan. Alasan pembeli: minyak sejenis yang diproduksi kedua negara, yang dijual di pasar tunai (spot) harganya di bawah US$ 34 per barrel. Nigeria terutama, yang cadangan devisanya nyaris terkuras, amat menderita menghadapi situasi itu. Kendati Arab Saudi sudah bersedia menolong -- dengan setiap hari membeli 220 ribu barrel minyak Nigeria -- negeri itu toh masih menjual minyaknya di bawah harga patokan. Aksi sepihak Iran, Libya, dan Nigeria itu telah menjengkelkan Menteri Perminyakan Venezuela Humberto Calderon Berti. "Jika mau kami bisa menjual tambahan produksi sekitar 400 ribu barrel per hari di atas kuota kami yang 1,5 juta barrel," katanya. Sidang darurat di Wina pekan lalu itu tentunya tak akan membekukan keanggotaan Iran, mengingat kedudukan masing-masing anggota tak terikat dan berdaulat penuh. Yang pasti baik Menteri Berti maupun Menteri Pertambangan dan Energi Soebroto sama-sama menyebut kemungkinan perubahan batas produksi tertinggi. Menteri Perminyakan Iran Gharazi malahan menghendaki pengaturan kembali kuota secara "adil" dengan memperhatikan jumlah penduduk, dan kebutuhan akan pendapatan masing-masing anggota OPEC. Secara tidak langsung Gharazi menghendaki agar Arab Saudi, yang memperoleh kuota 7 juta barrel per hari, harus menurunkan produksinya lebih rendah lagi -- mengingat penduduknya hanya 5 juta. Sedang Iran, yang berpenduduk 38 juta, diperbolehkan meningkatkan produksinya lagi. Jika hal itu dilaksanakan, bisa dipastikan banyak proyek pembangunan di Saudi bakal terbengkalai. "Kami tidak akan mengubah posisi kami kini, Saudi harus memotong tingkat produksinya," kata Gharazi. Sikap mendahulukan kepentingan nasional seperti itulah yang sering merusak konsensus OPEC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus