Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ini dia gula singkong

Dari singkong ternyata bisa dihasilkan gula, lebih murah dari gula kristal. akan diproduksi oleh PT Saritani Nusantara, Malang. pabrik minuman mulai memakainya. (eb)

17 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GULA dari ketela pohon? Jika segalanya lancar, akhir Juli ini gula fructose (cair) dari ketela pohon (singkong) akan dihasilkan PT Saritani Nusantara, Malang, Jawa Timur. Pemasangan mesin pabrik itu, dengan kapasitas produksi 25 ton/hari, mendekati penyelesaian. Produksi pertamanya, menurut Moeksaid Soeparman, direktur perusahaan itu, akan diselenggarakan akhir Juli. Gula cair dari singkong berwarna cerah itu sedikit lebih manis dari gula kristal tebu. Menurut Ibrahim Husni dan Slamet Oerip Prihadi dari TEMPO, yang mencicipi produksi percobaannya, rasa gula itu menyerupai sari buah. Untuk menghasilkan 1 kg gula cair dibutuhkan 4 kg singkong (harganya Rp 35/kg). Sesudah biaya ragi, dan ongkos produksi diperhitungkan, Soeparman yakin bisa, melempar gula itu 20% di bawah harga gula kristal dari tebu yang kini rata-rata Rp 550/kg di eceran. Gula itu rencananya akan dikalengkan @ 25 liter, dan dibotolkan @ 1 liter. Sebelum mencoba menghasilkan gula cair dari singkong, Soeparman, Direktur EMKL Pendawa (Surabaya), dan PT Indocorn (penghasil minyak jagung), juga dikenal sebagai pengusaha tapioka. Bekerja sama dengan PT Pertani, dari Saritani, dihasilkan pula tepung tapioka makanan, tapioka untuk kertas dan tekstil, maltose untuk kembang gula, glucose untuk biskuit, odol, serta keperluan farmasi. Tapi ketika tiga tahun lalu terjadi banjir ketela pohon, harga tapioka eks Saritani jatuh. Keuntungan yang bisa dipetik merosot. "Sekedar untuk membayar karyawan," ujar Soeparman. Bertolak dari pengalaman pahit itulah Soeparman tertarik pada usaha mengolah tapioka menjadi gula fructose. Dia kemudian pergi ke Sayo Company (Jepang), dan Taefeyang Corporation (Taiwan), yang sudah lama dikenal mampu menghasilkan gula fructose dari singkong. Ketika dua tahun lalu terjadi krisis gula pasir, Soeparman menyurati Presiden Soeharto, dan mengutarakan gagasan membuat gula dari singkong itu. Beberapa bulan kemudian, di luar dugaan, Menteri Pertanian Soedarsono menjenguk PT Saritani. Karena dorongan dari pemerintah itulah, Soeparman lalu memutuskan mengadakan studi kelayakan. Kredit investasi sebesar Rp 1,7 milyar tak lama kemudian diperolehnya, sebagian besar digunakan untuk membeli mesin. Pemerintah kabarnya akan menjadikan Saritani sebagai proyek percontohan. Jika upaya Soeparman berhasil, pemerintah konon akan mendirikan 40 pabrik serupa di berbagai wilayah transmigrasi yang kaya akan singkong. PT Margahayu Raya Bandung dengan modal Rp 10,3 milyar (PMDN) juga akan mendirikan pabrik serupa di Desa Cikumis, Tasikmalaya. Pembangunan pabrik, dengan mesin dari Taiwan kini sedang dikerjakan dan diharapkan selesai tahun depan. Kebutuhan singkongnya akan disuplai dari tanaman rakyat di sekitar kawasan Tasikmalaya. Kebutuhan singkong Saritani sendiri, jika kelak pabrik gula cairnya sudah beroperasi, ditaksir meliputi 300 ton sehari Seluruh kebutuhan itu akan dipenuhi dari singkong tanaman rakyat di kawasan Malang, Lumajang, Pasuruan, dan Kediri. Wakil Kepala Dolog Alim Fauzi belum bisa menjawab apakah pihaknya kelak bersedia menampung produksi Saritani. Hanya saja kalau sifatnya cair, katanya, si pengusaha bisa saja melempar sendiri ke pasar. "Saya belum bisa menjawab sekarang, karena produksinya belum beredar di pasaran," ujarnya. Yang jelas, menurut Muchtar Efendy, Direktur PT Perkebunan Tebu 21 dan 22 (membawahkan sejumlah pabrik gula), kehadiran gula fructose itu akan menolong pengadaan gula dan membantu mengurangi impor. Pada tahun anggaran 1981/1982 ini, misalnya, pemerintah masih mengimpor gula pasir 745 ribu ton lebih dari Filipina, Thailand, dan India. Sedang pada tahun anggaran sebelumnya 548 ribu ton lebih. Bentuk gula cair fructose itu sendiri ternyata disukai sejumlah pabrik minuman. "Kalau gula fructose itu sudah ada, kami tidak perlu lagi menghidupkan mesin pencair gula kristal," kata seorang karyawan Coca Cola, Surabaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus