PARA bankir Indonesia, setiap saat, dengan mudah mencatat secara
cepat dan akurat perkembangan kurs mata uang dan emas di
berbagai bank seluruh dunia. Hal itu dimungkinkan berkat Jasa
teknologi yang sudah sejak dua tahun lalu dipasarkan LKBN
Antara. Informasi "berita pasar" itu dipancarkan perwakilan
kantor berita Inggris, Reuter, di Hong Kong.
Alatnya menyerupai pesawat televisi, dilengkapi papan bertombol
merk Reuter. Untuk mengetahui nilai dolar AS pada sebuah bank di
London, misalnya, pencet saja kode bank itu dan informasi yang
dibutuhkan akan muncul di layar. Bila menghendaki angka-angka
itu tertulis pada secarik kertas, hubungkan pesawat itu dengan
printer. Tak kurang dari 7.000 bank di seluruh dunia, termasuk
Bank Indonesia, bisa memberikan informasi melalui alat itu.
Jasa pelayanan seperti itu merupakan salah satu hasil kerja sama
Antara dengan Reuter. Menurut M. Hamidy, direktur pemasaran
Antara, sekarang baru 20 buah bank yang berlangganan dengan
membayar sekitar Rp 4,5 juta sebulan. Karena jumlah langganan
itu dinilai masih terlalu sedikit, Antara antas menawarkannya
kepada DPP Kadin.
Dengan harapan Kadin akan menawarkannya pula kepada dunia usaha,
Selasa lalu naskah kerja sama tadi ditandatangani, tepat pada
ulang tahun ke-46 Antara. "Cara ini sangat diperlukan dalam
pengembangan bisnis di Indonesia," ujar pimpinan umum Antara,
Tranggono, S.H.
Dengan monitor service itu, seorang usahawan dapat mengetahui
keadaan pasar uang di mana pun di dunia, tepat pada saat ia akan
mengambil keputusan. Selain informasi terbaru, menurut pimpinan
Antara itu dengan gaya seorang salesman, datanya dapat
dipercaya, dan tarif langganannya murah.
Sebenarnya, peralatan produk Reuter ini tidak hanya bisa
dipergunakan untuk memonitor data kurs valuta pada 7.000 bank di
seluruh dunia saja. Bila programnya diubah, layar dapat pula
menampilkan deretan kalimat berita. Tapi penggunaannya di sini
memang hanya khusus untuk mengetahui "berita pasar". Karena itu,
para pelanggannya kalangan pengusaha, terutama bank-bank.
Di Malaysia, sejak 1972, Bernama hanya mengageni kantor berita
Prancis, AFP. Tapi, mulai 1 Mei tahun depan, ia juga akan
menjalin kerja sama dengan AP, UPI (AS), dan Reuter. "Kami juga
berharap dapat menyalurkan berita dari DPA, kantor berita Jerman
Barat," ujar pemimpin redaksi Bernama, Ahmad Rezal Arbee, kepada
koresponden TEMPO di Kuala Lumpur.
"Dengan peran sebagai penyalur tunggal itu, diharapkan berita
kepada surat-surat kabar lemah lebih merata. Selama ini hanya
koran-koran kuat yang sanggup berlangganan kantor-kantor berita
besar itu," katanya lagi. Tapi peran yang diberikan pemerintah
Malaysia itu mengundang kritik dari korankoran kuat, seperti
Utusan Group, The New Straits Times Group, Star Publication, dan
Nanyang Sian Pao.
Merasa tersaingi, mereka menuduh pemerintah tidak berkonsultasi
terlebih dahulu. Sebuah organisasi sosial, Aliran, mencap peran
Bernama itu "tidak demokratis dan monopolistis seperti di
negeri-negeri komunis karena akan mengebiri masuknya berita luar
negeri secara bebas dan wajar." Serikat Pekerja Wartawan
Malaysia juga menuduh demikian. Begitu pula persatuan sekolah
Cina dan tokoh oposisi, Dr. Tan Chee Khhon, yang juga kolumnis
The Star.
Satu-satunya yang mendukung adalah Persatuan Wartawan Pedesaan
Asia. "Dengan cara itu, koran-koran beroplah kecil bisa
memperoleh faedah. Itu sudah terbukti di India dan Indonesia,"
kata Francis Sea, presiden persatuan tadi. Di Indonesia
sendiri, tidak ada kritik seperti itu. Peran yang diberikan
pemerintah kepada Antara berjalan lancar-lancar saja.
Dan bisnis Antara makin berkembang. Masih dalam rangka ulang
tahun itu, dua hari kemudian, ditandatangani pula kerja sama
dengan kantor berita UPI untuk memasarkan peralatan yang sama -
bukan untuk menampilkan "berita pasar", melainkan news, berita
biasa. Peralatan produk UPI yang disebut teletext ini mengambil
alih manfaat teleks.
Dengan gelombang tertentu, UPI perwakilan Hong Kong mengirim
benta terbaru melalui satelit. Gelombang itu ditangkap Perumtel.
Ialu disalurkan ke pesawat penerima pelanggan melalui sebuah
saluran yang juga ada pada teleks. Pesawat penerima dihubungkan
dengan televisi, dan muncullah kalimat-kalimat berita di
layarnya.
Menrut Isabelle Reckeweg, perwakilan UPI di sini, teletext
bukan hanya berguna untuk para editor surat kabar, tapi juga
bisa dimanfaatkan masyarakat umum. "Bisa dipasang di
tempat-tempat umum, seperti stasiun kereta api dan di
kamar-kamar hotel," katanya. Bila pembagian keuntungan
Antara-Reuter tidak disebutkan, dalam kerja sama Antara - UPI
keuntunan dibai dua sama besar.
Ternyata, peralatan baru ini cepat menarik peminat. "Beberapa
perusahaan sudah menanyakan perihal teletext ini meskipun
pemesanan yang pasti belum masuk," kata Hamidy. Satu di
antaranya, mulai tahun depan sudah pasti memesan, yaitu Hotel
Hilton.
"Kami akan memesan 600 buah, untuk meningkatkan pelayanan di
setiap kamar," ujar Joseph H., manajer bisnis hotel terkemuka
itu.
Harga satu unit pesawat penerima sekitar Rp 8 juta dan harus
dibayar pelanggan. Sedangkan uang langganannya US$ 1.000 per
bulan, untuk informasi yang tidak dipublikasikan. Bila berita
itu disiarkan lagi, tarifnya tentu lebih mahal. Sudah
tentuberita yang diterima dalam bahasa Inggris. Tapi Antara bisa
pula menylslpkan benta dalam bahasa Indonesia: berita dikirim
dulu ke Hong Kong, baru dipancarkan kembali ke pelanggan di
sini.
"Karena itu, para pelanggan tidak hanya bisa mengikuti
berita-berita dari seluruh dunia, tapi juga dari seluruh pelosok
tanah air," kata Tranggono. Yang menarik, berita-berita itu
sulit disensur, sebab langsung diterima pelanggan tanpa melalui
Antara lagi. "Suka atau tidak, berita apa pun bisa tembus," kata
Isabelle.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini