Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Siluman di Jalur Sibuk

11 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBARAT penyakit, tumpang-tindih proyek sepertinya sudah kronis di tubuh pemerintah. Lihat saja proyek penataan transportasi Jakarta kini. Belum-belum, konsep penataan yang mengedepankan transportasi publik itu sudah akan direcoki. ”Tiba-tiba muncul siluman dari la­ngit,” ujar Bambang Susantono, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia.

Siluman yang dimaksud Bambang tak lain adalah usul­­an pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota yang tiba-tiba mengemuka. Konsep ini jelas tak seiring de­ngan ­keinginan pemerintah daerah meminimalkan pengguna­an kendaraan pribadi. Padahal, ka­ta Bambang, membuka ruas tol tidak hanya bertentangan dengan Ta­ta ­Ruang Jakarta 2010, tapi juga tak sesuai dengan Pola Transportasi Makro Jakarta 2003. Usulan ini pun berbenturan dengan Peraturan Pre­siden No. 67/2005 yang mengatur kerja sama pemerintah dan swasta untuk pembangunan infrastruktur.

Aturan itu menyebutkan, pembangunan infrastruktur harus terintegrasi dengan jaringan transportasi lain, sesuai dengan tata ruang, melalui proses tender, serta dikonsultasikan dengan publik. ”Kami sudah kirim surat penolakan ke Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perhubungan,” kata Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian ini.

Ketua Badan Pengatur Jalan Tol, Hisnu Pawenang, membenarkan usulan itu datang dari PT Jakarta Propertindo atas nama Pemda DKI. Usulan disampaikan tiga bulan lalu kepada Menteri PU. ”Surat Keputusan Menteri PU belum keluar, namun secara prinsip disetujui,” katanya.

Keenam ruas tol itu rencananya dibangun di jalur sibuk, seperti Kampung Melayu-Kemayoran, Kampung Melayu-Tomang, Ulujami-Tanah Abang, dan Pasar Minggu-Casablanca, dengan total investasi Rp 23 triliun. Menurut Michael Reploge dari Institute of Transportation & Deve­lopment Policy, Amerika Serikat, pada tahap awal jalan tol memang mengatasi masalah. Namun, lima atau sepuluh tahun kemudian problem macet kembali muncul.

Masalahnya, Pemerintah DKI Jakarta tampaknya tak mau ambil pusing dengan segala kritik. ”Gubernur minta proyek ini harus jadi,” ujar Kepala Dinas PU DKI Jakarta, Wishnu Subagio Yu­suf. Jika begitu, kata pengamat transportasi Darmaningtyas, tak ada jalan lain: publik harus terus lantang menolak. Bambang pun memberi resep, ”Pokoknya, pada 2007 jangan pilih calon gubernur yang mendukung pembangunan jalan tol.”

HS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus