Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia atau PPSKI Rochadi Tawaf menganggap wacana investasi dari perusahaan Qatar, Baladna untuk memproduksi 2 juta ton susu sapi di Indonesia bakal menghadapi banyak tantangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menilai hasilnya baru bisa dilihat 3-4 tahun setelah produksi berjalan. “Banyak tantangan. Baru akan terlihat hasilnya paling cepat 3-4 tahun. Itu pun kalau berhasil,” terang Rochadi kepada Tempo, Jumat, 13 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rochadi meyakini peternakan milik Baladna di Qatar menggunakan sistem closed house berpendingin ruangan yang modern. Mengingat iklim Qatar yang panas dan sapi perah memerlukan kondisi suhu yang relatif dingin.
Sehingga, kata dia, jika konsep itu hendak diterapkan di Indonesia maka perlu persiapan infrastruktur yang memadahi. Ada beberapa daerah dengan iklim yang cocok untuk peternakan sapi perah seperti Lembang dan Batu.
“Tapi yang jadi pertanyaan selanjutnya, apakah di sana ada lahan yang cukup untuk peternakan sekaligus lahan penanaman pakan? Berapa hektare yang harus ada?” ujarnya.
Rochadi menegaskan besarnya kebutuhan lahan untuk penyediaan pakan hijau. Ia mencontohkan, jika berat seekor sapi 400 kilogram, per hari membutuhkan pakan berkisar 10-15 persen dari berat tubuhnya.
Jika nantinya lokasi industri ada di luar Jawa, tantangannya adalah menghadirkan sentra pemrosesan susu yang dekat. Pasalnya, sebagian besar industri pemrosesan susu berpusat di Pulau Jawa.
“Nah kalau di luar Jawa ini butuh juga artinya investasi yang cukup besar karena kita belum ada sama sekali,” lanjutnya.
Selanjutnya: Kondisi itu, menurut Rochadi, bisa membuat biaya produksi....
Kondisi itu, menurut Rochadi, bisa membuat biaya produksi semakin membengkak. Padahal selama ini Indonesia mengimpor susu skim salah satu alasannya karena harga yang relatif terjangkau.
“Selama ini kita impor susu skim yang kandungan protein rendah itu karena harganya murah. Sampai di Indonesia masih harus diintroduksi dengan bahan lain supaya proteinnya mencukupi,” terangnya.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Suganda sebelumnya mengonfirmasi rencana investasi Baladna, perusahaan agrikultur dari Qatar untuk pemenuhan kebutuhan susu nasional. Kerja sama ini jika terealisasi akan menggandeng BUMN yang bergerak di bidang pangan.
“Tindak lanjut kerja samanya dengan salah satu BUMN, yang kami dengar dengan PT Berdikari. Diharapkan dapat segera teralisasi investasinya dalam waktu yang tidak terlalu lama,” terang Agung saat dikonfirmasi Tempo, Kamis, 12 September 2024.
Agung menerangkan pemerintah telah memfasilitasi penyediahan lahan potensial yang dapat dimanfaatkan Baladna. Total ada 11 ribu hektare lokasi yang diklaim telah disediakan. Soal nilai kerja samanya, ia belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut.
Selain dengan Baladna, Direktur Jenderal PKH memaparkan bahwa sejumlah investor lain, baik dari dalam maupun luar negeri, telah menjajaki peluang investasi sapi perah dengan pemerintah. Untuk perusahaan lokal, ada 52 yang telah berkomitmen mengembangkan usaha sapi perah.
Menteri Pertanian,Andi Amran Sulaiman juga mengungkap telah memberi lampu hijau kepada Baladna yang melirik investasi industri sapi perah di Indonesia. Baladna, menurut Amran Sulaiman, mengklaim mampu produksi 2 juta ton susu sapi per tahun.