Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Istilah kepailitan mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang, meskipun sering digunakan dalam dunia bisnis dan usaha. Kepailitan merupakan proses penyelesaian sengketa bisnis melalui jalur litigasi yang ditangani oleh pengadilan niaga. Ketentuan mengenai kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK 2004).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Definisi dan Syarat Kepailitan
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUK 2004, kepailitan adalah penyitaan umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Inti dari kepailitan adalah sita umum atas kekayaan debitur yang dinyatakan pailit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUK 2004, yaitu:
1. Debitur memiliki dua atau lebih kreditur.
2. Debitur tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Pengadilan yang Berwenang Memutuskan Kepailitan
Permohonan pernyataan pailit diajukan ke Pengadilan Niaga. Pihak yang berhak mengajukan permohonan ini meliputi:
1. Kreditur
2. Debitur
3. Bank Indonesia
4. Menteri Keuangan
5. Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM)
6. Jaksa demi kepentingan umum
Setelah permohonan diajukan, pengadilan akan melakukan pemeriksaan dan wajib membacakan putusan kepailitan dalam waktu maksimal 60 hari sejak pendaftaran permohonan.
Dampak Kepailitan Terhadap Debitur
Ketika individu atau badan usaha dinyatakan pailit, terdapat berbagai konsekuensi hukum yang harus ditanggung. Salah satu dampak utama adalah pembatasan hak dan wewenang debitur dalam mengelola asetnya.
Dalam situasi ini, seluruh kekayaan debitur pailit berada di bawah kendali kurator, yang bertugas untuk mengawasi, mengelola, serta memastikan aset-aset tersebut digunakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kurator memiliki tanggung jawab untuk mengoptimalkan nilai aset agar dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada para kreditur.
Kurator juga memiliki kewenangan untuk mengajukan pembatalan terhadap tindakan hukum yang telah dilakukan oleh debitur, terutama jika tindakan tersebut berpotensi merugikan kreditur atau mengurangi nilai harta pailit. Proses pembatalan ini dikenal dengan istilah Actio Paulina dan diatur dalam Pasal 41 UUK 2004.
Actio Paulina merupakan langkah hukum yang bertujuan untuk memastikan bahwa aset yang seharusnya digunakan untuk melunasi utang tidak dialihkan atau disalahgunakan oleh debitur sebelum atau setelah dinyatakan pailit.
Selain itu, pembatalan ini juga dilakukan demi melindungi kepentingan para kreditur agar mereka tidak mengalami kerugian akibat tindakan debitur yang bertujuan menghindari kewajiban finansialnya. Dengan adanya mekanisme ini, diharapkan penyelesaian kewajiban finansial dapat berlangsung secara adil dan proporsional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Linda Lestari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Sritex Tutup: Landasan Hukum Perusahaan Dinyatakan Pailit