Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengambil kebijakan automatic adjustment atau pemblokiran anggaran semua kementerian dan lembaga pada awal tahun ini sebesar masing-masing lima persen dari total anggaran. Secara keseluruhan, anggaran yang dibekukan itu mencapai Rp 50,14 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (KLI Kemenkeu), Deni Surjantoro menjelaskan bahwa pemblokiran anggaran ini dilakukan Sri Mulyani atas perintah dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Dia menjelaskan, kondisi geopolitik global saat ini berpotensi memengaruhi perekonomian dunia. Oleh karena itu, perlu diantisipasi berbagai potensi dan kemungkinan yang akan terjadi. Hal tersebutlah yang kemudian membuat Kementerian Keuangan harus melakukan automatic adjustment.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, Deni juga mengungkapkan pembekuan anggaran ini telah terbukti berhasil menjaga ketahanan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) beberapa tahun terakhir. “Dan (automatic adjustment) telah terbukti ampuh untuk menjaga ketahanan APBN 2022 dan 2023 (ketika Covid-19),” ucap Deni.
Namun demikian banyak pihak menyebut pemblokiran anggaran tersebut hanya kedok agar Presiden Joko Widodo bisa menggunakan dana masih ada untuk belanja program bantuan sosial. Apalagi berdasarkan surat Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada semua pimpinan kementerian dan lembaga, yang salinannya diperoleh Tempo, disebutkan bahwa pemblokiran anggaran tak berlaku buat program bantuan sosial hingga program pembangunan Ibu Kota Negara.
Pemblokiran anggaran bukan pertama kali ini terjadi. Kementerian Keuangan pernah memblokir sejumlah anggaran pada 2023. Kebijakan ini pernah membuat Menteri Sosial Risma Trimaharini mengeluh karena anggaran bantuan sosial atau bansos senilai Rp 412 miliar pada 2023 diblokir Kementerian Keuangan. Risma mengutarakan bahwa anggaran Kementerian Sosial untuk tahun 2023 mencapai Rp 78,1 triliun. Dari total tersebut, sebanyak Rp 412 miliar masih diblokir. Risma pun menyampaikan keluhan tersebut kepada Sri Mulyani. “Saya sudah sampaikan ke Menkeu, ‘Bu kalau sudah disetujui DPR, mestinya kita bisa jalan.’ Ini termasuk bansos lho kami diblokir Rp 400-an miliar ini,” ucap Risma pada 8 Februari 2023.
Sri Mulyani juga pernah memangkas anggaran sebesar Rp 20,45 triliun dari kementerian dan lembaga pada 2022 lalu. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan arahan Presiden Jokowi untuk mengantisipasi berbagai hal yang terjadi di tengah Pandemi Covid-19. Di antaranya adalah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global yang dapat mengganggu momentum pemulihan ekonomi nasional.
Lagi-lagi kebijakan ini menuai pro-kontra di lingkungan pemerintahan. Bahkan, Sri Mulyani mendapat kritikan dari pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) karena memotong anggaran lembaga tersebut. Kritikan itu pertama kali datang dari Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad yang kemudian diamini Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo.
“Sudah beberapa kali Badan Anggaran MPR mengundang Sri Mulyani rapat untuk membicarakan refocusing anggaran penanggulangan Covid-19. Tetapi setiap diundang tidak hadir,” kata Bambang Soesatyo dalam keterangan resminya, Rabu, 1 Desember 2021.
Absennya Sri Mulyani dari dua rapat dengan Badan Anggaran MPR itu pun membuat Fadel Muhammad mengusulkan Presiden Jokowi untuk mencopot Sri Mulyani dari jabatannya. Dia menilai Menteri Keuangan itu tidak menghormati lembaganya.
Tahun lalu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa automatic adjustment atau pemblokiran anggaran dilakukan dengan merujuk pada skala prioritas belanja kementerian atau lembaga. Berdasarkan catatan Tempo, dalam pelaksanaannya, Kementerian dan Lembaga mengusulkan sendiri Kegiatan/Klasifikasi Rincian Output (KRO)/Rincian Output (RO)/akun yang akan diblokir sesuai besaran automatic adjustment masing-masing K/L.
Sementara kegiatan yang diprioritaskan untuk diblokir adalah belanja pegawai yang dapat diefisienkan dan belanja barang yang dapat diefisienkan. Belanja pegawai ini diutamakan dari belanja honor, perjalanan dinas, paket rapat, belanja barang operasional lainnya, dan belanja barang non operasional lainnya. Berikutnya adalah belanja modal yang dapat diefisienkan, bantuan sosial yang tidak permanen, serta kegiatan yang diperkirakan belum dapat memenuhi dokumen pendukung pelaksanaannya sampai dengan akhir semester satu tahun 2023.
Sedangkan anggaran yang dikecualikan pada kebijakan automatic adjustment yaitu belanja terkait bantuan sosial yang permanen meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, Program Keluarga Harapan (PKH), dan Kartu Sembako. Selain itu, belanja terkait tahapan Pemilu, belanja untuk pembayaran Kontrak Tahun Jamak, dan belanja untuk pembayaran ketersediaan layanan juga dikecualikan.
Sri Mulyani menyebutkan pengecualian dilakukan untuk menjaga alokasi belanja prioritas serta menjaga fungsi APBN sebagai instrumen perlindungan sosial kepada masyarakat yang rentan, pemulihan ekonomi nasional, dan reformasi struktural.
RADEN PUTRI
Pilihan Editor: Sosok Basuki Hadimuljono yang Tak Dampingi Jokowi Saat Peresmian Tol, Bukti Kabinet Renggang?