Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Amerika Serikat Donald Trump melanggar tabu. Ia melampaui garis api dengan melontarkan ancaman akan memecat Ketua The Federal Reserve Jay Powell. Intervensi terang-terangan ini turut memicu pergolakan pasar finansial pada pekan terakhir 2018. Pasar yang biasanya relatif tenang pada liburan Natal dan tahun baru kali ini naik-turun tajam berguncang-guncang seperti pesawat yang terbang memasuki turbulensi udara.
Bagi Trump, kebijakan Powell memang mengesalkan. The Fed menyatakan akan tetap menjalankan kebijakan pengetatan likuiditas dolar dan menaikkan bunga sesuai dengan rencana, bak pesawat yang terbang dengan autopilot. Sebaliknya, Presiden Trump menilai pengetatan kebijakan moneter The Fed terlalu kencang. Jika terus berlanjut, kelesuan ekonomi akan benar-benar mencekik ekonomi Amerika dan tentu pada gilirannya seluruh dunia.
Trump mungkin ada benarnya. Beberapa indikator memang menunjukkan pertanda akan datangnya resesi dalam waktu dekat. Misalnya, inflasi inti Amerika yang sempat menyentuh target The Fed sebesar 2 persen pada awal 2018 kini sudah kembali turun. Ini dapat menjadi petunjuk betapa ekonomi akan melemah dalam waktu dekat. Belum lagi kurva imbal hasil obligasi pemerintah Amerika yang sudah melenceng dari lengkungan normal, menandakan pesimisme pasar tentang prospek masa depan.
Kalaupun pandangan Trump tentang keadaan ekonomi kali ini benar, tetap saja tak seharusnya ia mengusik jangkar kepercayaan pasar keuangan seluruh dunia. Intervensi yang begitu kasar pada kebijakan The Fed dapat meruntuhkan kredibilitas sistem keuangan Amerika dan dunia, yang celakanya masih memakai dolar Amerika sebagai mata uang transaksi ataupun cadangan devisa yang utama. Untungnya, Menteri Keuangan Amerika Steven Mnuchin buru-buru menegaskan bahwa Powell tetap aman di posisinya. Namun pasar sudah telanjur bergejolak.
Tanpa kecerobohan Trump itu, pasar finansial global sebetulnya sudah harus menelan terlalu banyak sentimen negatif tahun depan. Selain bakal kian mengetatnya likuiditas dolar karena The Fed terus melanjutkan pemangkasan asetnya, tahun 2019 membawa perang dagang yang bisa meledak dalam skala besar. ”Gencatan senjata” antara Presiden Cina Xi Jinping dan Trump masih sangat rentan bubar berantakan.
Sementara itu, Trump sendiri menghadapi pergulatan politik yang tak kalah pelik. Partai Demokrat resmi mengambil alih posisi mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat Amerika dan menguasai komite-komite strategis. Diskusi tentang pemakzulan Trump kini makin serius. Alternatifnya, dia harus mengundurkan diri. Memasuki 2019, panggung politik Amerika akan kian menggelegak. Dampak gejolak itu akan turut mengguncang-guncang pasar finansial di seluruh dunia.
Indonesia harus memasuki tahun yang bakal bergolak ini dengan beban yang menggandul berat. Salah satunya neraca perdagangan Indonesia yang cenderung memburuk selama 2018. Terakhir, November 2018, secara bulanan perdagangan Indonesia mengalami defisit US$ 2,05 miliar, kedua terbesar sepanjang sejarah setelah Juli 2013 sebesar US$ 2,33 miliar. Melihat kecenderungan harga komoditas yang masih lesu, sulit untuk membuat neraca perdagangan Indonesia kembali positif dalam waktu dekat.
Harga minyak, yang sangat mempengaruhi besar-kecilnya nilai impor Indonesia, juga kembali menggeliat pada pekan terakhir 2018 itu. Jika harga minyak melejit lagi, defisit neraca perdagangan akan kian tertekan. Rentetannya: neraca transaksi berjalan dan neraca pembayaran dapat terseret defisit yang makin dalam. Ini berarti kurs rupiah masih akan tertekan, entah sampai kapan.
Memang tak enak memasuki tahun baru dengan nuansa hati yang muram. Tapi, apa boleh buat, faktor pembawa sentimen negatif itu hampir semuanya berada di luar kendali kita. Inilah konsekuensi globalisasi yang paling nyata. Indonesia memang belum berdaya menghadapinya.
Peringkat Kredit Indonesia
Standard & Poor's
Rating BBB- Outlook Stable
Fitch Ratings
Rating BBB Outlook Stable
Moody's Investor Service
Rating Baa2 Outlook Stable
Japan Credit Rating Agency
Rating BBB Outlook Stable
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo