Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Bertahun-tahun mandek, rencana revisi Undang-Undang Penyiaran kembali dibahas di Senayan.
Nasib migrasi televisi analog ke digital tak menentu.
Berpotensi kembali mengakomodasi kepentingan penyelenggara siaran televisi swasta nasional.
PURNAMA Ningsih sudah jarang menonton siaran televisi terestrial di rumah. Bukan apa-apa, dia hanya senewen. Saban kali memencet pilihan kanal digital di remote, sinyalnya belakangan selalu kucing-kucingan. “Padahal kalau ada sinyal kualitas gambarnya bagus,” kata Ningsih—begitu perempuan 33 tahun ini biasa dipanggil—Jumat, 7 Februari lalu.
Ningsih membeli televisi yang agak canggih pada Desember 2018, bertepatan dengan hari belanja online nasional. Pasar menyebutnya smart TV alias televisi pintar, yang bisa tersambung langsung ke jaringan Internet, juga cekatan menangkap siaran free-to-air analog dan digital. Ningsih masih ingat beberapa kanal televisi digital yang ia sempat tonton sepanjang tahun lalu. Di antaranya NET TV, RTV, BeritaSatu, dan TempoTV—yang terafiliasi dengan majalah ini. Ada juga stasiun televisi lokal. “Tapi lupa namanya,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo