Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Total nilai ekspor kayu olahan Indonesia sampai 31 Desember 2019 tercatat hanya mencapai US$ 11,64 miliar. Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Indroyono Soesilo mengungkapkan, nilai ekspor tersebut turun 4 persen jika dibandingkan tahun lalu yang mencapai US$ 12,13miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Indroyono, penurunan nilai ekspor kayu itu karena terpukul oleh perekonomian global yang membuat perdagangan lesu. "Di luar kita, ada perang dagang, perekonomian dunia juga (sedang) mengalami penurunan," ujarnya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Jumat, 3 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menjelaskan, penurunan permintaan itu terjadi kepada pasar utama ekspor kayu olahan Indonesia yakni Cina dan Amerika. Walaupun kata Indroyono untuk pasar ekspor lainnya tetap stabil seperti Jepang, Uni Eropa, dan Korea Selatan.
lndroyono menuturkan, produksi kayu hutan alam tahun 2018 mencapai 7 juta meterkubik (m3), sedangkan tahun ini hanya tercapai 5,8 juta meterkubik, atau turun 16,30 persen.
Penurunan produksi hutan alam ini terutama karena berkurangnya permintaan pasokan dari industri pengolahan kayu di hilir, terutama industri panel turun 16,14 persen dan woodworking turun 11,4 persen yang sebagian besar bahan bakunya menggunakan kayu alam.
Produk olahan kayu lainnya juga turun nilai ekspornya yakni kertas turun 1,96 persen, furnitur kayu turun 1,04 persen, veneer turun 20 persen, kerajinan kayu pun turun 6 persen. Lalu olahan kayu yang mengalami kenaikan hanya serpihan kayu naik 24 persen, bangunan prefabrikasi naik 19 persen.
”Penurunan permintaan dunia melemahkan kinerja ekspor kayu olahan Indonesia, yang secara berantai menurunkan permintaan pasokan bahan baku dari sektor hulu, baik dari hutan alam maupun hutan tanaman,” kata Indroyono.
EKO WAHYUDI