Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

The 15 trillion rupiah man

Wawancara Tempo dengan konglomerat prajogo pangestu,49, tentang kekayaan, perusahaan, dan bisnisnya yang mencakup berbagai bidang

8 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRAJOGO Pangestu boleh jadi sudah tampil sebagai sosok konglomerat yang menjadi idola pengusaha muda di sini. Para kawula muda dewasa pun banyak yang gandrung pada lagu Mimpi Oppie yang berandai-andai menjadi konglomerat. Tinggal ongkang- ongkang kaki, punya mobil mewah lengkap dengan sopir, punya kekayaan cukup untuk tujuh turunan. Tapi, bagaimana sesungguhnya hidup konglomerat itu sama sekali jauh dari yang dilukiskan dalam lagu tersebut. Konglomerat Indonesia sekarang ini yang sangat populer adalah Prajogo Pangestu. Pada tahun 1993 yang barusan saja lewat ini, Prajogo, 49 tahun, tampil sebagai taipan muda yang memimpin para konglomerat untuk mengambil alih saham PT Astra International Inc. dari konglomerat William Soeryadjaya. Sementara sejumlah pengusaha keturunan Cina ramai-ramai menanamkan modal ke RRC, Prajogo sebaliknya menarik perusahaan Sinopec dari RRC untuk melakukan investasi di Indonesia. Nama Prajogo lebih ramai dibicarakan ketika ia membawa PT Barito Pacific Timber (BPT) ke bursa. Timbul pembicaraan yang ramai karena perusahaan pemerintah, PT Taspen, ternyata sempat menyuntikkan dana ke perusahaan itu. BPT akhirnya diloloskan Bapepam untuk menimba dana paling raksasa. Kini BPT tidak saja menjadi barometer Bursa Efek Jakarta. Perusahaan Morgan Stanley ternyata juga menggunakan BPT sebagai salah satu perusahaan penentu indeks harga saham internasional di Swiss. Berapa sebenarnya kekayaan Prajogo Pangestu? Belakangan ini Info Bisnis mengatakan Rp 1,6 triliun. Sebelumnya sebuah majalah ekonomi di Indonesia menjuluki Prajogo sebagai Pengusaha Rp 3 triliun. Tapi beberapa sumber TEMPO menghitung- hitung kekayaan lelaki asal Singkawang, Kalimantan Barat, itu dewasa ini tidaklah kurang dari Rp 15 triliun. Angka tersebut diperoleh dari mana? Prajogo memegang 485 juta saham Barito Pacific Timber, yang kini diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta dengan harga sekitar Rp 12.300 per lembar saham. Itu saja sudah bernilai Rp 6 triliun. Selain itu, Prajogo juga mempunyai saham di sejumlah perusahaan perkayuan di luar BPT yang nilainya juga sama, sekitar Rp 6 triliun. Prajogo juga memiliki saham di perusahaan properti dan industri perkebunan yang nilainya kini sekitar Rp 2 triliun. Kemudian 20% sahamnya di PT Astra International diperkirakan bernilai di atas Rp 800 miliar. "Jadi, kekayaan itu seluruhnya sudah Rp 14,8 triliun. Itu semua nilai saham dari perusahaan yang sudah jalan," kata seorang konsultan pengusaha kepada TEMPO. Sementara ini, Komisaris Utama PT Astra International ini juga sedang membangun dua proyek besar industri petrokimia (Tri Polita dan Chandra Asri), serta hutan tanaman industri dan pulp. Di proyek Chandra Asri dan Tri Polita, yang akan menelan investasi US$ 2,25 miliar, Prajogo memegang 45% saham. Lalu dalam HTI & pulp, yang akan menelan investasi US$ 2,5 miliar, Prajogo memiliki saham 50%. Nilai saham Prajogo di dua industri ini, kalau sudah jalan (tahun 1995), tak kurang dari Rp 4,7 triliun. Di luar itu, Prajogo juga memiliki saham di industri perbankan (Andromeda Bank), pesawat terbang carteran, perhotelan (Hotel Sentosa di Singapura dan sebuah hotel lagi yang sedang dibangun di Bali), dan kini mulai aktif juga di bidang properti (antara lain ikut di superblok Empire Tower, Kuningan, Jakarta). Ayah tiga anak yang tampak awet muda ini tinggal di sebuah rumah mewah lengkap dengan sejumlah pembantu, kolam renang, dan antena parabola, di bilangan kompleks perumahan menteri di kawasan Jakarta Selatan. Sehari-hari ia berolahraga jalan kaki keliling sebuah track di halaman rumahnya. "Kalau main golf, saya tak punya waktu yang banyak," kata Prajogo. Dengan mobil Baby Benz, Prajogo setiap hari berkantor di puncak sebuah gedung megah, mirip presidential suite berlantai dua, di kawasan Slipi, Jakarta. Dibantu tiga sekretaris, konglomerat ini sering baru bisa pulang lewat pukul 10 malam. TEMPO, yang mengirim wawancara berikut ini tanggal 6 Desember, baru mendapat jawaban dua minggu kemudian. "Pertanyaannya berat-berat," katanya kepada Max Wangkar dari TEMPO. Berikut petikan wawancara itu yang berlangsung di kantor pusat Barito Group, sehari sebelum Prayogo mengambil cuti akhir tahun: Ada yang mengatakan Prajogo sebagai pengusaha Rp 3,5 triliun. Berita terakhir dari Info Bisnis, aset Prajogo sebesar US$ 860 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun. Akuratkah data itu? Kami lebih suka tidak mengomentari data tersebut. Namun, bagi kami, yang penting aset-aset yang ada itu bermanfaat bagi kepentingan bangsa. Jadi, aset yang ada pada kami itu betul- betul jadi aset bangsa. Tentang hal ini, kami ingin memberikan sedikit contoh tentang aset kami di daerah terpencil di Indonesia Bagian Timur, seperti di Halmahera atau Mangole. Aset tersebut selain menghidupi dan mendorong pertumbuhan wilayah, juga menampung puluhan ribu tenaga kerja, dan juga menghasilkan devisa ratusan juta dolar per tahun. Sidang Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Surabaya baru-baru ini mengatakan konglomerat belum menjadi aset nasional. Sebab, konglomerat telah menyebabkan ekonomi yang tidak efisien, pemakan devisa, penyedot dana terbesar bank pemerintah. Setujukah Anda? Saya memberi komentar khusus tentang Barito saja. Kami sudah merasa perusahaan itu sebagai aset bangsa, baik dilihat dari segi penyerapan tenaga kerja, juga dalam penghasilan devisa, maupun dari segi efisiensi. Perlu kami jelaskan bahwa semua produk yang dihasilkan Barito diekspor ke luar negeri, sedangkan komponen impornya hampir nol persen. Soal pinjaman dari bank-bank pemerintah bagi Barito, itu juga merupakan hal yang wajar, sesuai dengan tingkat perkembangan perusahaan. Bisnis Anda kini meliputi berbagai bidang, dari kayu, perkebunan, otomotif, perhotelan, properti, sampai petrokimia. Apa, sih, kebijakan Pak Prajogo dalam ekspansi investasi? Kebijakan investasi kami sederhana saja. Prinsipnya ialah kekayaan alam kita harus diproses semaksimal mungkin di dalam negeri. Dengan demikian, diperoleh nilai tambah yang sebesar- besarnya dan tercipta lapangan kerja yang seluas-luasnya. Ini juga yang menjadi latar belakang mengapa kami masuk ke sektor HTI dan pusat olefin. Dalam soal olefin ini, misalnya, kami ingin menjelaskan sebagai berikut. Selama ini nafta, gas, dan kondensat kita ekspor ke luar negeri sebagai bahan baku olefin. Kemudian kita mengimpor produk olefin yang terbuat dari nafta kita itu. Jadi, dengan mendirikan industri olefin di dalam negeri, nafta kita memperoleh nilai tambah dan lapangan kerja tercipta. Impor produk olefin pun pada saatnya bisa dihentikan, jadi ada penghematan devisa yang besar. Apakah Anda ingin menjadi pengusaha terkaya di Indonesia? Ingin jadi pengusaha terbesar tak pernah terpikirkan oleh kami. Apa pendapat Anda mengenai pendapat bahwa ekonomi Indonesia sebagian besar dikuasai kelompok etnis minoritas? Dalam soal pelaku-pelaku bisnis di Indonesia, saya ingin melihatnya sebagai sesama warga negara Indonesia, bukan sebagai kelompok etnis tertentu. Jadi, menurut saya, yang menguasai ekonomi Indonesia adalah warga negara kita juga, bukan warga negara asing. Bagaimana supaya kesenjangan bisa dipersempit? Tentang pertanyaan ini, jawabnya ialah dengan memperluas penciptaan lapangan kerja secepat-cepatnya. Dengan tersedianya lapangan kerja bagi seluruh masyarakat kita, pemerataan dalam arti yang sesungguhnya akan tercipta. Figur Anda menonjol sekali selama tahun 1993: sebagai koordinator konglomerat untuk mengambil oper Astra, mengundang perusahaan RRC kemari, diisukan sebagai penunggak utang terbesar, sampai tampil di DPR untuk menuntaskan penjualan saham BPT. Bagaimana kesan Anda? Tahun 1993 adalah tahun penuh tantangan, tetapi khusus bagi BPT merupakan tahun yang mempunyai arti penting. Sebab, tahun itu BPT resmi menjadi perusahaan masyarakat. Besarnya dukungan semua pihak terhadap go public-nya BPT, kami benar-benar merasa dipercaya. Itu sebabnya mengapa kami sebut tahun 1993 juga tahun yang mempunyai arti penting bagi BPT. Bagaimana Anda melihat prospek bisnis tahun depan? Apakah pasaran kayu dan otomotif akan membaik? Diukur dari suplai dan permintaan, pasar kayu akan meningkat permintaannya sedangkan suplai akan menurun. Menurunnya suplai karena lebih ketatnya pengadaan kayu log di dalam negeri sebagai akibat semakin ditingkatkannya upaya-upaya melestarikan lingkungan. Atas dasar itu, bisnis kayu akan tetap cerah. Pasaran otomotif akan lebih mantap. Tetapi kompetisi antarmerek akan semakin tajam. Untuk menghadapi persaingan itu, Astra sudah lebih memantapkan diri. Bagaimana proyeksi pembiayaan? Soal pembiayaan, jelas akan menurun. Tetapi di semua negara, suku bunga pinjaman menurun. Jadi, persaingan akan tetap ketat. Sudah sejauh mana perkembangan rencana kerja sama investasi dengan Sinopec dari RRC di sini? Kerja sama dengan Sinopec menyangkut dua proyek besar, yaitu pengilangan minyak dan industri pupuk. Itu tentu memerlukan waktu penyiapan yang panjang. Tapi semuanya berjalan sesuai dengan jadwal. Bagaimana pula perkembangan pembangunan proyek olefin Chandra Asri? Perkembangan proyek Chandra Asri berjalan dengan lancar. Mudah-mudahan awal tahun 1995 akan memulai produk perdana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus