Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tantangan setelah konsolidasi

Wawancara Tempo dengan direktur pt bakrie and brothers, tanri abeng tentang proyeksi dunia usaha tahun 1994, industri pariwisata, capital flight konglomerat ke cina, dll

8 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BISIK-bisik di kalangan dunia usaha santer menyebutkan bahwa pada tahun 1994 Tanri Abeng akan menggantikan Wage Mulyono sebagai direktur utama maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia. Kalaupun bisik-bisik tersebut tidak benar, berita ringan ini setidaknya membuktikan betapa luar biasa manajer satu miliar itu dalam penilaian orang. Sehari-hari dia adalah Presiden Direktur PT Bakrie and Brothers, tapi Tanri juga menjabat Ketua Badan Promosi Pariwisata, sekaligus Komisaris Utama PT Multi Bintang. Jurus- jurus ekspansi yang belakangan ini secara spektakuler dilancarkan oleh Grup Bakrie mencoba investasi ke Cina atau terjun ke real estate dengan membangun apartemen di Taman Rasuna, Jakarta, dan di Tanah Lot, Bali langsung mengingatkan pada Tanri. Dan orang belum lupa, dia jugalah yang melakukan restrukturisasi manajemen dalam kelompok usaha pribumi yang dulu lebih bersifat kekeluargaan itu. Dalam suatu kesempatan pertengahan Desember lalu, Budi Kusumah dari TEMPO diberi waktu berbincang-bincang dengan Tanri Abeng di ruang kantornya, di kawasan segitiga emas Jakarta. Beberapa petikan dari perbincangan itu: Bagaimana proyeksi dunia usaha tahun 1994? Saya kira akan membaik, apalagi pada tahun 1993 hampir semua bidang usaha telah melakukan konsolidasi. Banyak sektor telah menaikkan kapasitas terpasang mereka. Consumer goods seperti sepatu, minuman, dan makanan hampir semua kapasitas produksinya telah ditingkatkan. Dan ini ternyata diikuti oleh kenaikan permintaan. Di industri pariwisata, tingkat hunian hotel-hotel di Bali kini sudah di atas 60%, padahal jumlah kamarnya juga terus bertambah. Peningkatan penjualan inilah yang akhirnya mendongkrak pasar modal dan, ujung-ujungnya, telah pula menaikkan investasi. Tapi satu hal yang belum bisa diperhitungkan adalah gerakan harga minyak, yang selalu menjadi penentu kebijaksanaan Pemerintah. Jika harga minyak bisa bertahan pada tingkat yang dibujetkan, ditambah dengan kondisi usaha seperti sekarang, saya yakin pertumbuhan ekonomi bisa mencapai angka di atas 6%. Itu sudah bagus. Sebab, pertumbuhan ekonomi sebesar itu akan mendorong perkembangan industri menjadi double digit. Jadi, kalau tak ada kejadian yang "mengagetkan", secara keseluruhan ekonomi tahun 1994 akan lebih baik. Apalagi, dunia perbankan telah selesai melakukan konsolidasi, sehingga diperkirakan bunga kredit akan turun secara efektif, dan akhirnya juga akan mendorong dunia usaha. Bagaimana jika harga minyak turun dan Pemerintah mendongkrak pendapatannya dari pajak? Saya kira tak jadi masalah selama tarif pajak tak diubah. Sebab, dengan meningkatnya peluang berusaha, ditambah dengan terus mengalirnya investasi asing, plus membaiknya pertumbuhan perusahaan, swasta akan dengan senang hati membayar pajak yang lebih banyak. Untungnya kan juga naik. Yang penting, tugas Pemerintah adalah menciptakan iklim usaha yang menarik. Jika tarif pajak dinaikkan? Kalau itu dilakukan, pemain baru, terutama investor asing, akan takut masuk. Kira-kira sektor mana saja yang bisa tumbuh pesat pada tahun 1994? Selain consumer goods, saya kira pariwisata. Dalam lima tahun ke depan, sektor ini akan sangat cerah. Tapi industri pariwisata kita ternyata belum bisa menandingi Singapura yang tak punya apa-apa. Itu karena Singapura sudah lama mengutamakan orientasi pasar, sedangkan kita baru menginjak pada tahap pembangunan infrastruktur. Bangun hotel, menunggu tamu. Padahal, pariwisata itu adalah industri jasa. Itulah sebabnya, BPP (Badan Promosi Pariwisata) membuat semacam program keseimbangan. Selain menyiapkan sumber daya manusia, kami juga melakukan promosi secara teratur. Kita ketinggalan, memang. Tapi langkah seperti inilah yang telah membuat Hong Kong, Singapura, dan Thailand berhasil. Selain pariwisata? Agroindustri juga punya prospek bagus, tapi akan lebih bagus jika kita punya teknologi yang lengkap. Untuk karet, misalnya, yang punya teknologi justru negara importir. Begitu pun minyak sawit. Maka, saya menyarankan, konsumen kita sebaiknya dijadikan mitra usaha, sehingga dalam satu langkah kita bisa menarik investasi, teknologi, sekaligus akses pasar. Nah, kalau agroindustri kita sudah efisien, pesaing seperti Malaysia akan mudah kita babat. Apalagi, kita punya buruh dengan upah yang kompetitif. Adakah tantangan lain? Implementasi AFTA dan NAFTA akan memunculkan faktor persaingan dari luar. Kekurangan kita adalah sumber daya manusia dalam bentuk manajer top yang mempunyai kemampuan tingkat regional dan internasional. Sementara itu, sepanjang tahun 1993 banyak entrepreneur yang melakukan ekspansi tanpa mempertimbangkan sumber daya manusia. Akibatnya, mereka terpaksa memakai manajer impor. Tidak percaya, coba cek ke perusahaan Liem Sioe Liong dan Eka Tjipta Widjaja. Bakrie sendiri terpaksa melakukan hal yang sama kendati tidak banyak. Untuk sementara, memang. Tapi, dalam jangka panjang, seluruh sendi usaha harus permanen dan dibangun sendiri. Selain sumber daya manusia, tentu ada masalah lain. Karena menghadapi pasar yang lebih lebar, kita harus melakukan efisiensi total. Ini bisa tercipta dalam bentuk kerja sama BUMN, swasta besar, menengah, dan kecil. Maksudnya, antara sesama pengusaha besar, kerja sama itu bisa dilakukan secara horisontal alias sejajar, sedangkan antara yang besar dan yang kecil, kerja sama dilakukan secara vertikal. Jangan sampai konglomerat makan jatah pengusaha menengah dan kecil. Begitu pun pengusaha menengah tak perlu menjadi konglomerat. Ini semua demi efisiensi. Contohnya Multi Bintang. Dia tidak mau membuat botol atau mendistribusikan produknya sendiri karena itu merupakan bagian dari pengusaha lain. Hasilnya, bisnis Multi menjadi efisien. Tahun ini, untung bersihnya diperkirakan naik 60%. Apa pendapat Anda tentang go international? Itu ide yang baik. Sebab, yang dibawa investor asing bukan cuma modal, tapi juga akses pendanaan dari perbankan internasional. Dan yang tak kalah penting, mereka akan membawa teknologi, akses pasar, serta sumber daya manusia. Satu hal yang perlu dihindari dalam kerja sama ini, jangan sampai BUMN atau perusahaan nasional menjadi sleeping partner seperti yang terjadi selama ini. Kalau ini tetap berlangsung, mitra asing juga akan bersikap "hanya mengambil untung". Setelah itu, mereka pergi. Untuk realisasinya, BUMN juga perlu melakukan konsolidasi. Misalnya, PTP yang mempunyai potensi besar masuk ke pasar internasional. Saya kira tak perlu ada puluhan PTP. Lima PTP sudah cukup. Yang penting sehat dan memiliki manajemen terbuka. Kalau itu sudah dilakukan, proses selanjutnya akan lebih mudah. Pemerintah kini tampaknya sedang berusaha mendorong pengusaha pribumi. Pendapat Anda? Ini juga langkah bijaksana untuk mempersempit kesenjangan di antara pengusaha. Tapi prosesnya harus dilakukan secara hati- hati. Jangan sampai pengusaha nonpri merasa dihambat. Dan nonpri sendiri harus dengan sadar dan segera membuka dirinya untuk melakukan kemitraan dengan pengusaha pribumi. Selama ini bagaimana? Apa nonpri selalu eksklusif? Anda bisa melihat sendiri faktanya. Ada 17 pengusaha pribumi yang disebut sebagai Kelompok 17 yang, kabarnya, sedang didorong oleh Pemerintah. Kalau betul ada, saya kira bagus. Tapi jangan cuma 17. Itu juga eksklusif namanya. Dan lagi, jumlah itu terlalu kecil untuk republik ini. Harusnya ratusan bahkan ribuan pengusaha pribumi yang mendapat dorongan. Bagaimana pendapat Anda tentang capital flight yang dilakukan beberapa konglomerat ke RRC? No comment. Yang namanya kapital itu kan tidak punya negara. Dia bebas. Yang penting, cegahlah agar tidak keterusan, misalnya dengan memperbaiki iklim investasi. Kita harus menengok iklim usaha di negara-negara pesaing. Percuma kita membikin deregulasi kalau kondisinya tetap kalah atraktif dibandingkan dengan RRC atau Vietnam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus